WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
SATU
Hujan lebat dan kabut tebal menutupi keseluruhan Gunung Merapi mulai dari puncak hingga ke kaki. Dinginnya udara tiada terkirakan. Dari malam tadi hujan mencurah lebat dan sampai dinihari itu masih juga terus turun. Suaranya menderu menegakkan bulu roma. Halilintar bergelegaran. Kilat sabung menyabung. Dunia laksana hendak kiamat layaknya. Untuk kesekian puluh kalinya kilat menyambar dan untuk kesekian puluh kalinya pada suasana di kaki sebelah Timur Gunung Merapi menjadi terang benderang beberapa detik lamanya. Dalam keterangan yang singkat itu maka kelihatanlah satu pemandangan yang mengerikan tetapi juga sangat aneh.
Pada sebelah Timur kaki Gunung Merapi itu terdapat sebuah lembah tak bertuan yang tak pernah dijejaki kaki manusia. Tapi disaat hujan deras kabut tebal dan udara dingin luar biasa itu, di tengah-tengah lembah kelihatanlah empat sosok tubuh manusia! Keempatnya berdiri dengan tidak bergerak-gerak seakan-akan tiada mau perduli dengan buruknya cuaca saat itu. Bahkan mungkin juga tidak merasakan sama sekali suasana disaat itu. Keempatnya menghadap ke satu arah yaitu mulut sebuah goa yang terletak sekitar sepuluh tombak di hadapan mereka. Meski kabut tebal dan hujan lebat, namun mata mereka yang berpemandangan tajam dapat melihat mulut goa itu dengan jelas. Keempat manusia ini nyatanya adalah gadis-gadis berparas jelita rupawan. Yang pertama mengenakan pakaian ringkas warna merah darah. Yang kedua biru, yang ketiga hitam pekat dan yang terakhir berpakaian putih.
Di seluruh permukaan lembah berhamparan tulang belulang dan tengkorak-tengkorak kepala manusia yang memutih laksana salju! Keempat gadis-gadis itu sendiri berdiri di atas tumpukan tulang belulang dan tumpukan tengkorak-tengkorak kepala manusia. Dan sikap mereka berdiri itu juga sama sekali tidak acuh dan tak ambil perduli. Sepasang mata mereka masing-masing terus saja memandangi mulut goa tanpa berkedip!
Tiba-tiba dari mulut goa selarik sinar hijau menyambar ke arah keempat gadis itu. Kemudian menyusul puluhan kalajengking hijau beracun dengan japit-japit terbuka menyerang keempatnya. Satu jengkal lagi binatang-binatang pembawa maut itu mencapai sasarannya tiba-tiba dengan serentak keempat gadis menghembus ke muka. Puluhan kalajengking hijau mental dan jatuh bergelepakan di antara tulang belulang serta tengkoraktengkorak manusia!
Pada saat sinar hijau dari mulut goa lenyap maka secepat kilat keempat gadis itu memasang sebuah kedok tipis ke muka masing-masing! Dan kini berubahlah muka yang cantik rupawan itu menjadi muka tengkorak yang ngeri menegakkan bulu roma!
Dan dari mulut goa melesatlah sesosok bayangan hijau! Keempat gadis muka tengkorak serentak menjura dan serentak pula berseru: “Guru!”
Manusia yang ke luar dari goa ini nyatanya adalah juga seorang gadis bermuka tengkorak dan berpakaian ringkas hijau. Dia berdiri di atas setumpuk tulang belulang manusia. Sesudah menyapu keempat paras dan sosok tubuh di hadapannya maka perempuan berpakaian hijau ini menengadah ke langit dan tertawa mengekeh panjang sekali!
“Sepuluh tahun mendidik kalian! Sepuluh tahun memendam cita-cita. Nyatanya kalian tidak mengecewakan!” Si Muka Tengkorak berpakaian hijau kembali mengekeh lama-lama. Lalu melanjutkan “Hari ini adalah merupakan ambang pintu ke arah mencapai cita-cita bersama! Hari ini kita berpisah! berpisah untuk kelak membangun cita-cita
yaitu cita-cita besar mendirikan Partai Lembah Tengkorak yang bakal dan musti menguasai dunia persilatan! Sekarang kalian pergilah! Tapi apa kalian ingat semua pesanku. ..?”
“Tentu guru!” jawab keempat gadis muka tengkorak berbarengan.
“Bagus! Laksanakan tugas kalian dengan baik! Nah pergilah … !”
“Guru …” berkata gadis berpakaian merah.
“Ada sesuatu yang kau hendak tanyakan Kala Merah?!”
“Murid dan saudara-saudara seperguruan sebelum pergi menghaturkan terima kasih kepada guru yang telah mendidik kami selama sepuluh tahun, Sepuluh tahun bersama guru, satu kalipun kami belum pernah melihat paras guru! Sudilah, sebelum kami pergi, guru suka memperlihatkan paras guru yang asli ….”
Manusia muka tengkorak berpakaian hijau tertawa gelak-gelak. “Belum saatnya, muridku. Belum saatnya! Kelak di satu ketika kau akan melihatnya juga. Sekarang ayo pergi, cepat!”
Keempat gadis itu menjura hormat. Sekali mereka berkelebat maka lenyaplah keempatnya dari pemandangan, lenyap dengan diiringi suara kekehan memanjang dari guru mereka, Dewi Kala Hijau!.
Dua bulan kemudian maka dunia persilatan dibikin gegerlah oleh munculnya empat dara ganas bermuka tengkorak yang teramat saki! Dengan hanya bersenjatakan ilmu “Kala Hijau” keempatnya telah memusnahkan dua partai persilatan yang dianggap kuat dan membunuh hampir selusin tokohtokoh persilatan dari kalangan putih! Bahkan tokoh-tokoh silat golongan hitam pun merasa gentar dengan munculnya empat gadis iblis ini! Selama beberapa bulan sejak munculnya keempat murid Dewi Kala Hijau itu maka dunia persilatan diselimuti ketegangan. Jika empat dara ganas itu sanggup memusnahkan dua partai persilatan kuat dan membunuh selusin tokoh silat lihay maka sukar dijajaki kehebatan dan sampai dimana ketinggian ilmu keempat manusia itu!
* * *
Pada suatu hari di tanggal 1 bulan 2 terlihatlah satu pemandangan baru di tepi Telaga Wangi yang terletak di sebelah Selatan Gunung Ungaran. Di tepi telaga saat itu ada sebuah panggung besar yang diberi bergaba-gaba aneka wama.
Di depan panggung berderet-deret puluhan buah kursi yang diduduki oleh tamu-tamu yang kesemuanya adalah tokoh-tokoh dunia persilatan yang tak dapat disangsikan lagi kelihayannya. Hari itu adalah menjadi satu hari penting dalam catatan lembaran dunia persilatan karena saat dan di tempat itulah akan diresmikan berdirinya satu partai baru di dunia persilatan yang telah mengambil nama Partai Telaga Wangi.
Partai yang baru muncul ini banyak mendapat perhatian dan sorotan partai-partai serta tokoh-tokoh persilatan lainnya karena Ketua Partai Telaga Wangi ini adalah seorang tokoh silat termashur di Jawa Tengah yang memegang gelar sebagai Dewa Pedang. Dewa Pedang atau yang nama aslinya Brajaguna adalah tokoh silat aliran putih dan mempunyai kelihayan mengagumkan dalam permainan pedang sehingga tak percuma dunia persilatan meletakkan gelar “Dewa Pedang” kepadanya!
Beberapa saat kemudian terdengarlah suara tiupan terompet. Puluhan pasang mata dari para tamu yang hadir dilayangkan ke atas panggung. Ketua Partai Telaga Wangi memunculkan diri diiringi oleh isteri, tiga orang anak laki-lakinya dan keseluruhan anak-anak murid Partai yang membawa panji-panji serta lambang partai yaitu sebuah bendera yang disulam dengan gambar sebuah pedang serta bunga mawar putih.
Dewa Pedang seorang Iaki-laki separuh baya bertampang gagah. Sikapnya tenang, langkahnya enteng sedang pedangnya tergantung di pinggang kiri. Keseluruhan sikap dan gerak geriknya membayangkan wibawa yang besar. Isteri Dewa Pedang yang berpakaian ringkas dan bemama Suwita adalah juga seorang yang berpengetahuan silat tinggi. Meskipun tidak selihay suaminya tapi dalam ilmu pedang perempuan ini tidak bisa dianggap remeh. Pada parasnya yang cantik jelita itu kelihatan bayangan kejantanan, keras hati dan berani.
Di belakang menyusul tiga pemuda berparas keren. Ketiganya adalah anak-anak Dewa Pedang yang dengan sendirinya tentu pula memiliki kepandaian silat yang tinggi. Anak yang tertua bemama Indrajaya, yang tengah Jayengrana dan yang bungsu yang menjadi kesayangan Dewa Pedang dan isteri ialah Brajasastra. Dewa Pedang dan isteri serta ketiga putera mereka duduk di belakang panggung di kursi yang sudah disediakan. Sedangkan anggota Partai berdiri
berderet di belakang mereka. Sementara suara terompet masih terus menggema maka sepasang mata Ketua Partai Telaga Wangi menyapu ke arah puluhan tamu.
Brajaguna seorang yang berpemandangan tajam. Sekali saja matanya menyapu ke arah para hadirin maka segeralah dia dapat menyimpulkan bahwa para tamunya itu terbagi dalam tiga golongan. Pertama ialah golongan atau aliran putih yang berhati polos dan menjadi sahabat-sahabat terbaik dari Partai yang hendak didirikannya. Golongan kedua yakni tokoh-tokoh silat yang dulunya pernah menjadi musuhnya dan tentu saja kehadiran mereka dalam peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi saat itu diragukan itikat baiknya. Golongan yang ketiga ialah tokoh-tokoh silat baru tapi yang sudah agak dapat nama dalam kalangan persilatan namun tak dapat dipastikan digolongan mana mereka berdiri sebenamya.
Suara terompet berhenti.
Begitu suara tiupan terompet berhenti maka Ketua Partai baru diikuti oleh keseluruhan anggota partai yang ada di atas panggung mendongak ke atas. Tangan kiri lurus-lurus ke bawah sedang tangan kanan dimelintangkan di dada. Maka serentak dengan itu mereka pun berseru dengan suara gegap gempita.
Hari satu bulan dua
Peristiwa besar dan penting di tepi telaga
Partai baru membuka lembaran sejarah
Partai Telaga Wangi ialah namanya!
Keempat baris kalimat itu diserukan sampai tiga kali berturut-turut. Sesudah itu maka bangkitlah Ketua Partai dari kursinya dan melangkah ke muka panggung. Dengan muka berseri-seri Dewa Pedang memandang pada para hadirin lalu menjura memberi hormat. “Saudara-saudara sekalian yang kami muliakan. Pertama sekali saya selaku Ketua dari Partai yang baru muncul ini, atas nama keseluruhan anggota Partai mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya karena saudara-saudara sekalian telah sudi meringankan langkah untuk datang ke mari.” Suara Ketua Partai Telaga Wangi ini keras dan lantang penuh wibawa dan nadanya teratur demikian rupa enak didengar sehingga seluruh mata yang hadir ditujukan kepadanya. Setelah menyapu sekilas paras tamunya dengan sepasang matanya yang tajam maka Dewa Pedang pun meneruskan bicaranya.
“Dalam pasang surutnya dunia persilatan dewasa ini, kami bersama telah memberanikan diri untuk mendirikan sebuah partai baru yang kami namakan Partai Telaga Wangi. Sesuai dengan namanya maka kami benarbenar berusaha dan menginginkan agar kelak Partai kami ini menjadi harum dalam merintis segala sesuatu yang baik di dunia persilatan. Kami percaya bahwa hanya dengan usaha yang betul-betul, dengan segala kesungguhan hati dan ditambah pula dengan bantuan saudara-saudara sekalian disini terutama dari saudara-saudara golongan putih, maka pastilah dunia persilatan akan diliputi ketentraman dan perdamaian abadi ….”
Sesudah mengakhiri pidatonya itu maka Ketua Partai Telaga Wangi memperkenalkan istri dan ketiga puteranya pada para hadirin. Empat anggota partai yang menduduki jabatan penting juga diperkenalkan. Keempatnya ialah Jambakrogo, Pengurus Partai untuk daerah Utara, Klabangsongo, Pengurus Partai daerah Selatan lalu Rah Gundala Pengurus Partai daerah Barat dan yang keempat Suralangi, Pengurus Partai Daerah Timur. Dewa Pedang mengakhiri perkenalan tokoh-tokoh Partai Talaga Wangi itu dengan kata-kata penutup
“Akhirul kalam, sekedar untuk pelepas dahaga dan penangsal perut saudara-saudara sekalian, maka kami persilahkan saudara-saudara untuk menikmati minuman serta hidangan selayaknya. Disamping itu jika ada kekurangan atau kekhilafan dalam bentuk apapun sudi kiranya saudarasaudara memberi maaf.”
Dewa Pedang menjura lalu memutar tubuh Namun sudut matanya menangkap acungan tangan seorang tamu yang duduk di sebelah Timur panggung. “Ketua Partai Telaga Wangi! Sebagai Partai baru aku Si Bayangan Setan ingin menjajaki sampai dimana kehebatan kalian! Jangan-jangan Partaimu ini hanya bagus nama saja tapi tak ada isi! Jangan-jangan Partaimu yang memakai nama Telaga Wangi hanya merupakan Telaga Busuk yang tak mampu menghadapi pasang surut dunia persilatan! Sebagai Ketua Partai apakah kau bisa sedikit memberikan bukti di hadapan para hadirin bahwa Partaimu adalah satu Partai yang memang patut diberojotkan … ?!”
Semua kepala para hadirin yang ada segera dipalingkan ke arah Timur. Dewa Pedang sendiri juga memandang ke jurusan itu. Yang telah buka suara tadi ternyata adalah seorang tokoh silat berjubah hitam berbadan tinggi langsing, berkepala lonjong dan kedua pipinya sangat cekung. Dialah tokoh yang digelari Si Bayangan Setan. Dan dari gelamya ini saja sudah dapat diketahui bahwa dia adalah tokoh dari kalangan hitam.
Dewa Pedang yang tajam pemandangan diam-diam sudah maklum bahwa maksud kedatangan serta ucapan Si Bayangan Setan tadi adalah satu tantangan atau penghinaan atau sekurang-kurangnya menganggap remeh Partainya dan dirinya selaku Ketua! Namun dengan tenang dan bijaksana Dewa Pedang buka mulut hendak menjawab. Tapi dari panggung sebelah Barat tiba-tiba terdengar seseorang berseru. Suaranya keras menggeledek!
“Bayangan Setan! Apakah kau buta atau masih belum membuka mata lebih lebar sehingga kau berbicara begitu terhadap Partai Telaga Wangi? Jika kau kenal julukan Ketuanya tak bakal kau anggap remeh!”
Kini semua kepala serentak diputar ke panggung sebelah Barat. Namun tak seorangpun, termasuk Dewa Pedang yang mengetahui siapa adanya manusia yang telah bicara tadi. Ini memberi kenyataan bahwa siapapun adanya orang itu maka dia pastilah memiliki tenaga dalam yang tinggi dan ilmu memindahkan suara yang lihai. Meskipun orang itu berada di sebelah Selatan atau Utara namun suaranya bisa dipindahkan sehingga kedengarannya dari arah Barat atau Timur!. Karena tak mengetahui siapa yang bicara maka Si Bayangan Setan dengan penasaran berseru. “Nama Dewa Pedang memang cukup dikenal karena permainan pedangnya yang yah boleh juga! Tapi aku bertanya dan bicara tadi bukan ditujukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk keseluruhan Partai Telaga Wangi! Atau mungkin semua anggota Partai baru ini sekaligus memiliki gelar sebagai Dewa Pedang;:.?!”
Terdengar suara mengekeh yang mengandung ejekan. Lagi-lagi suara ini datangnya dari jurusan Barat dan lagi-lagi tak satu orang pun yang tahu siapa yang mengeluarkan suara tertawa itu. “Kau terlalu sembrono dalam bicara Bayangan Setan. Apa kau tak tahu bahwa ucapanmu itu menghina langsung nama Ketua serta seluruh anggota Partai Telaga Wangi? Tak satu tokoh silat dan Partai persilatan pun yang bisa menelan kata-katamu itu! Entah Dewa Pedang dan Partai barunya!”
Diam-diam Ketua Partai Telaga Wangi segera maklum bahwa di antara para hadirin ada yang mulai memasukkan jarum-jarum perangsang untuk menghangat dan mengacaukan suasana. Dengan sikap tenang dan bijaksana dia menjawab. Waktu bicara ini dia sama sekali tidak menghadap kepada Si Bayangan Setan secara langsung namun memandang ke tengah-tengah hadirin. Sekaligus ini merupakan satu balasan yang cukup menyakiti Si Bayangan Setan meskipun datangnya secara halus. “Saudara-saudara sekalian! Tadi kami sudah menyatakan bahwa maksud dari didirikannya Partai Telaga Wangi ini ialah untuk berusaha menenterakan dan mendamaikan dunia persilatan. Sebagai Partai baru kami memang belum punya nama. Tetapi justru bukan namalah yang ingin.dikejar oleh Partai kami. Apa perlu nama hebat kalau kehebatan itu artinya hanya untuk merusak belaka … ?!”
Untuk kedua kalinya maka Si Bayangan Setan merasa disakitkan hatinya oleh kata-kata Dewa Pedang itu. Dia berprasangka bahwa gelarnyalah (Si Bayangan Setan) yang dimaksudkan oleh Ketua Partai Telaga Wangi sebagai sesuatu nama yang hanya untuk merusak! Mulut Si Bayangan Setan komat kamit. Dan dia angkat bicara kembali.
“Dunia sejuta arah, ucapan seribu kalimat lidah bersilat kata namun dunia persilatan tetap dunia persilatan yang tiada mengenal adanya Satu Partai baru tanpa diketahui partai yang macam mana kelasnya! Apakah kelas keroco saja, atau bunglon, atau kadal, atau kunyuk? Setiap Partai baru wajib menghadapi batu ujian!”
“Betul … betul … betul!” menyambung suara yang dari panggung sebelah Barat. “Partai baru musti diuji. Tapi apakah kau sanggup melakukan ujian itu, Bayangan Setan? Jangan kau hanya bicara besar saja tak tahu isinya cuma gemblong!” Marahlah Si Bayangan Setan mendengar kata-kata itu.
“Siapa takut melakukan ujian?!” katanya membentak, sekali tubuhnya berkelebat maka melesatlah ia ke atas panggung! Sedikit pun gerakannya ini tiada menimbulkan suara! Salah seorang tokoh silat dari aliran putih yang ada di antara para tamu berbisik pada seorang kawan di sebelahnya. “Bayangan Setan memang dikenal kehebatannya. Tapi kalau untuk menghadapi Dewa Pedang dia akan sia-sia saja. .. !” kawan yang diajak bicara mengangguk-anggukkan kepalanya. “Mari kita saksikan saja,” katanya sambil memandang kembali ke atas panggung Sementara itu dalam suasana yang hangat itu. mulai terdengar suitan-suitan dan sorak sorai sebagian Yang hadir untuk memberi semangat pada Si Bayangan Setan. Dan Si Bayangan Setan menjadi pongah. Sambil memandang kepada para tamu dia. berkata: “Kalian semua silahkan buka mata lebar-lebar. Hari ini aku Si Bayangan Setan akan menguji satu Partai baru!” Tiga Putera Ketua Partai Telaga Wangi menggertakkan geraham dan mengepalkan tinju. Bahkan putera tertua yaitu Indrajaya segera berdiri dari kursinya!.
* * *
DUA
Melihat bangkit berdirinya putera Ketua Partai Telaga Wangi ini maka sorak dari suara-suara membakar semangat berbagai rupa semakin santar kedengaran di kalangan para hadirin, Dewa Pedang menyipitkan mata kepada lndrajaya putera tertua yang melihat isyarat ini segera hentikan gerakannya. Kemudian dengan segala kegeraman yang ada terpaksa duduk ke kursinya kembali.
“Ha ha ha!” terdengar suara tertawa bergelak Si Bayangan Setan. “Apakah aku datang ke panggung ini hanya untuk dianggurkan saja?” ujarnya mengejek. Dengan tenang Ketua Partai Telaga Wangi memutar kepalanya ke ujung paling kanan di mana berdiri seorang pemuda berpakaian ringkas berbadan tegap dan berkumis kecil. Dia adalah Candra Masa seorang murid atau anggota Partai tingkat muda yang paling pandai.
Tahu bahwa Si Bayangan Setan adalah seorang tokoh yang lihai dan banyak pengalaman maka Dewa Pedang sengaja anggukkan kepala memberi isyarat pada Candra Masa. Melihat anggukan ini, Candra Masa segera melangkah ke muka. Dia menjura terlebih dahulu di hadapan Dewa Pedang lalu memutar tubuh menghadapi Si Bayangan Setan.
”Bayangan Setan, atas izin Ketua kami, kuharap kau yang tua sudi memberi sedikit pelajaran pada yang lebih muda….”
Si Bayangan Setan memandang dengan kerenyit kulit kening pada Candra Masa lalu tertawa gelak-gelak sampai ke luar air mata. “Ketua Partai Telaga Wangi” katanya pada Dewa Pedang sambal mengucak-ucak matanya. “Kau ini mau main badut-badutan atau apa sampai menyuruh bocah yang masih bau air tetek ini menghadapi aku?!”
Semua pihak Partai Telaga Wangi gusar sekali menerima penghinaan dan perendahan begini rupa, terlebih-lebih Candra Masa. Kedua rahangnya kelihatan bertonjolan. Sebaliknya sang Ketua sendiri dengan tenang dan suara sabar menjawab; “Bayangan Setan justru. Karena dia bau air teteklah maka kusuruh menghadapi kau! Bukankah maksudmu hendak menguji Partai kami? Dan bukankah yang lebih pandai itu biasanya menguji yang lebih bodoh? Nah silahkan dimulai ”
Ucapan yang sabar serta tenang tapi berwibawa itu sekaligus merupakan satu tempelak bagi Si Bayangan Setan. Mukanya merah sedang para hadirin kedengaran lagi bersorak-sorak membakar semangat!
“Kalau memang tak ada muridmu yang lebih pandai dari yang satu ini tak apalah … !” kata Si Bayangan Setan pula. Kemudian dengan congkaknya dia menambahkan. “Untuknya kuberi kesempatan bertahan sampai tiga jurus! Kalau
dalam tiga jurus tubuhnya tidak terpelanting ke luar panggung jangan panggil aku Si Bayangan Setan dan aku akan mengaku kalah padanya!” Si Bayangan Setan tepukkan kedua telapak tangannya. “Ayo, mulailah!” katanya.
“Ah, aku yang muda mana berani mulai lebih dahulu. Menurut aturan yang lebih tua dan yang mengujilah yang musti maju lebih dahulu ….” jawab Candra masa. Si Bayangan Setan menyeringai buruk.
“Baik, bila kau punya senjata keluarkanlah!” Candra Masa tersenyum.
“Selama lawan bertangan kosong, aku murid Partai Telaga Wangi tetap akan menghadapinya juga dengan tangan kosong!”
“Kalau begitu terimalah jurus pertama ini?” kata Si Bayangan Setan gusar. Sekali tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan kini yang kelihatan hanyalah sesosok bayangan hitam menyambar laksana kilat ke arah Candra Masa sedang angin bersiuran turut menyerangnya dengan pesat! Dengan maksud hendak memamerkan kehebatannya dan hasrah hendak merubuhkan lawan dalam satu jurus saja, maka dijurus pertama itu Si Bayangan Setan sudah mengeluarkan ilmu silatnya yang hebat yaitu ciptaannya sendiri yang bemama: “Bayangan Hitam Menjulang Langit”!
Candra Masa terkejut melihat lenyapnya tubuh lawan dan kini hanya bayangan hitam serta angin pesat menyambar ke arahnya!
Namun dalam terkejutnya murid yang sudah terdidik ini tetap berlaku tenang dan tidak kehilangan akal. Dengan cepat dijatuhkannya dirinya ke lantai. Begitu tubuh lawan dilihatnya lewat di atasnya, pemuda ini segera lancarkan pukulan tangan kosong!
Tapi pada detik itu pula Si Bayangan Setan bergerak memutar dan laksana badai kaki kanannya menyambar kearah tangan yang memukul.! Walau bagaimanapun kehebatannya tangan tak akan menang melawan kaki! Sambil tarik pulang tangannya Candra Masa bergulingan di lantai. Tendangan lawan menghantam angin kosong! Jurus pertama yang cukup mendebarkan berlalu sudah!
Dan dari panggung arah sebelah Barat terdengar suara tertawa manusia yang tadi:
“Ah …. Bayangan Setan.. nyatanya namamu kosong belaka! Bocah yang katamu masih bau air tetek itu tak sanggup kau hadapi!” Hati Si Bayangan Setan laksana dibakar “Pemuda . . .! ” Suaranya bergetar tanda amarah. “Giliran kau sekarang untuk memulai … !” Candra Masa tersenyum jumawa.
“Terima kasih katanya. Tangan kanannya diacungkan ke muka seperti sikap seseorang yang tengah memegang pedang. ”Lihat perut!” teriak Candra Masa tiba-tiba dan pada kejapan itu pula tubuhnya melesat ke muka. Tangan menyambar ke perut Si Bayangan Setan.
Tanpa banyak cerita si Bayangan Setansegera menyongsong serangan lawan ini dengan pukulan tangan kanan karena dia tahu bahwa tenaga dalamnya jauh lebih tinggi dari si pemuda! .. . . Sedetik lagi kedua lengan mereka akan beradu maka pada saat itu pula terdengar kembali seruan Candra Masa. “Lihat dada!” Dan laksana pedang lengan kanan anak murid Partai Telaga Wangi itu menusuk ke arah dada Si Bayangan Setan! Geram serta penasaran sekali maka Bayangan Setan menggerakkan kedua tangannya sekaligus dalam ilmu pukulan yang disebut “Menabas Gunung Mengepit Sungai”. Dengan ilmu silat ini Si Bayangan Setan bermaksud menjapit lengan kanan lawan kemudian mematahkannya! Tapi lagi-lagi Si Bayangan Setan tertipu karena begitu dia merasa ilmu silatnya tadi akan berhasil mencelakai lawan tiba-tiba Candra Masa berseru keras. “Awas leher!” Dan laksana pedang lengan kanannya berkiblat
menyaput dan menderu ke batang leher Si Bayangan Setan. “Heyyah!” Si Bayangan Setan membentak nyaring sehingga lantai panggung yang terbuat dari papan menjadi bergetar sedang tubuhnya sendiri lenyap dari pemandangan. Dengan ilmu meringankan tubuh. Candra Masa meskipun kalah pengalaman masih dapat melayani lawan dalam jurus kedua yang hampir tamat dan mencapai puncaknya itu.
“Jaga kepala!” seru murid Partai Telaga Wangi itu. Sewaktu lengan lawan menebas ke arah leher Si Bayangan Setan berhasil mengelakkan dan kini begitu terdengar seruan lawan maka tak ayal lagi dia segera merunduk cepat dan laksana kilat menyodokkan ke muka dua jotosan sekaligus. Satu menyerang dada satu menyerang ulu hati! Namun cara mengelak dan menyerang yang dilancarkan oleh Si Bayangan Setan ini terlalu kesusu dan sembrono sekali. Lengan lawan yang ,memang disangkanya hendak menetak kepalanya tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa berputar ke bawah dan naik lagi ke atas di antara kedua lengannya dan…..
“Buk!”
Tubuh Si Bayangan Setan terjajar ke belakang. Tangan kanannya mengusap-usap dada yang kena terpukul. Sorak sorai para hadirin tiada terlukiskan. Banyak di antara mereka yang benar-benar mengagumi kegesitan dan kecepatan serta kehebatan permainan silat Candra Masa. Meski muda belia dan baru muncul di dunia persilatan namun telah berhasil melayani nama besar Si Bayangan Setan, bahkan mengalahkannya dalam dua jurus pertandingan!
Candra Masa menjura kepada para hadirin. Dan karena merasa bahwa pertandingan tersebut sudah selesai dimana dia berhasil memukul lawan dalam jurus kedua tadi maka Candra Masa memutar tubuh dan siap-siap untuk menjura ke hadapan guru atau Ketua Partai Telaga Wangi untuk kemudian kembali ke tempatnya. Namun di saat itu pula terdengar Sentakan Si Bayangan Setan.
“Orang muda, tunggu dulu! Aku masih belum kalah!” Pihak Partai Telaga Wangi lebih-lebih Candra masa sendiri jadi terkejut dan heran. Demikian pula para hadirin.
“Bayangan Setan, apakah maksudmu. ..? ” tanya Candra Masa pula. “Aku belum kalah! Aku sama sekali tidak mengaku kalah!” Candra Masa hendak menyahuti namun dari deretan hadirin sebelah Barat lagi-lagi terdengar suara manusia yang tak dikenal tadi. “Bayangan Setan, apakah kau betul-betul punya hati setan dan bermuka tembok? Sudah kena Digebuk dalam dua jurus masih mau menantang? Sesuai dengan janjimu mustinya kau sudah minggat dari atas
panggung dan tak perlu memakai gelar Si Bayannan Setan lagi!”
“Keparat bangsat rendah!” hardik Si Bayangan Setan sambil memutar badannya ke arah Barat. Pandangan matanya liar dan memancarkan amarah yang meluap. “Jika punya nyali harap unjukkan diri dan naik ke atas panggung!”
Jawaban dari panggung sebelah Barat adalah suara tertawa mengekeh yang membuat. Semakin meluapnya amarah Si Bayangan Setan.
“Pemuda yang katamu masih bau air tetek itu saja belum sanggup kau hadapi, apalagi mau menantang aku!” Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan muka diejek demikian rupa di hadapan sekian banyak tokohtokoh persilatan.
“Bocah bau air tetek ini masih mending dari kau yang tak punya nyali untuk naik ke atas panggung!” Kemudian dengan cepat Si Bayangan Setan memutar tubuh menghadapi Candra Masa kembali. Tangan kanannya bergerak ke balik jubah dan sesaat kemudian dia sudah memegang sebuah senjata berbentuk pendayung yang terbuat dari besi hitam legam! “Orang muda harap keluarkan kau punya senjata dan mari hadapi lagi aku barang satu dua jurus!” kata Si Bayangan Setan pula.
Melihat gelagat yang tidak baik ini sedang dipihak hadirin ada yang terus bersorak membakar semangat Si Bayangan Setan dan ada pula yang memaki manusia ini maka Ketua Partai Telaga Wangi segera berkata:
“Saudara Bayangan Setan, kuharap kau sudah menuruti segala aturan yang kau buat sendiri tadi dan mohon supaya meninggalkan panggung. Bukankah maksudmu untuk menguji terhadap Partaiku sudah kesampaian… Dan kami berterima kasih atas kesediaanmu untuk mau melakukan ujian itu tadi “.
“Jika aku bisa buat aturan, aku bisa pula melanggamya!” jawab Si Bayangan Setan dengan suara keras lantang.
“Betul!” ujar Dewa Pedang dengan suara mengandung kesabaran. Diusahakannya agar dalam suasana panas ini tidak sampai terjadi kerincuhan dan kekeruhan.
“Tapi karena saat ini kau berada di tempat kami maka kau juga wajib mengikuti segala aturan kami, sekurang-kurangnya kau harus menghormat kepada aturan kalangan persilatan ….”
“Aku datang ke sini bukan untuk mengikuti dan menghormat kepada segala macam aturan apapun! Kalau muridmu tidak punya nyali, kau sendiri pun maju akan lebih baik Kelamlah paras keseluruhan anggota Partai Telaga Wangi, lebih-lebih ketiga putera Dewa Pedang serta Suwita isteri Dewa Pedang mendengar ucapan Si Bayangan Setan yang mengandung penghinaan itu. Namun Dewa Pedang sendiri anehnya masih tetap bisa berlaku tenang-tenang duduk di kursinya.
“Ketua!” seru Candra Masa pula. “Harap kau memberi izin padaku untuk menghadapi lagi manusia yang tidak tahu aturan dan tak tahu peradatan serta tak tahu diri ini!”
“Baik Candra, tapi kali ini hati-hatilah ….” jawab Ketua Partai Telaga Wangi pula.
Mendengar ini maka tak menunggu lebih lama Candra Masa segera cabut pedangnya yang terbuat dari perak mumi sehingga sinar matahari membuat senjata itu berkilauan!
* * *
TIGA
Begitu melihat lawan memegang senjata maka Si Bayangan Setan dengan penuh bemafsu segera melancarkan serangan ganas diiringi bentakan dahsyat:
“Terima jurus kematianmu ini orang muda!” Besi hitam yang berbentuk pendayung itu menderu ke arah Candra Masa dengan dahsyatnya.
Si pemuda dengan gesit melompat ke samping dan dari samping kemudian dengan cepat mengirimkan serangan pedang. Maka kelihatanlah sinar hitam dari senjata Si Bayangan Setan saling gulung bergulung dengan sinar putih pedang Candra Masa! Hampir berakhir jurus yang sangat hebat itu tiba-tiba terdengarlah jeritan Candra Masa. Pedangnya mental tapi lekas disambat kembali dengan tangan kiri. Pemuda ini kemudian melompat mundur ke belakang. Lengan kanannya kelihatan terkulai dan mengucurkan darah. Senjata lawan telah mematahkan tulang lengan itu!
“Bayangan Setan!” seru Dewa Pedang. “Pertandingan ini diadakan bukan untuk saling mencelakai satu sama lain … tapi hanya untuk menguji tingkat kepandaian dalam ilmu silat ….” Si Bayangan Setan mendengus dan tertawa buruk.
“Kalau pihakmu kalah, kau banyak bicara. Silahkan suruh maju anggotamu yang lain!” Semantara itu Candra Masa setelah menjura terlebih dahulu kepada Ketua Partainya segera kembali ke tempat dan beberapa anggota Partai turun memberi bantuan mengobati tangan Candra Masa yang patah.
Dari samping kanan tiba-tiba melompat sesosok tubuh. Ternyata dia adalah Suralangi, Pengurus Partai Telaga Wangi daerah Selatan. Sambil menjura di hadapan Dewa Pedang berkatalah laki-laki berbadan pendek tapi tegap kekar ini:
“Ketua, mohon izinmu untuk menghadapi manusia ini!” Dewa Pedang menjawab dengan anggukkan kepala. Suralangi cabut pedangnya dan melangkah ke hadapan Si Bayangan Setan.
“Harap kau sudi memberi sedikit pelajaran padaku,” kata Pengurus Partai Daerah Selatan ini. Bayangan Setan menyeringai.
“Silahkan kau memulai lebih dahulu,” katanya. Maka tidak sungkansungkan lagi Suralangi segera kiblatkan pedang peraknya. Dengan mengeluarkan jurus terhebat dari ilmu pedang ciptaan Dewa Pedang yang dinamai “Seribu Pedang Mengamuk” maka Suralangi dalam sekejapan mata sudah mengurung lawan dengan sambaran-sambaran pedang yang dahsyat!
Jubah hitam Si Bayangan Setan sampai berkibar-kibar oleh siuran angin pedang Diam-diam Si Bayangan Setan terkejut juga melihat permainan pedang lawan. Segera diputamya senjatanya dengan sebat. Beberapa kali senjata kedua orang itu saling beradu keras dan nyaring serta memercikkan bunga api. Lima jurus berlalu dengan cepat. Sampai sekian lama keduanya kelihatan seimbang. Lima jurus lagi berlalu di bawah penyaksian puluhan pasang mata para hadirin.
“Suralangi, lekas disudahi saja!” terdengar seruan Ketua Partai Telaga Wangi. Mendengar ini maka Suralangi dengan gesitnya bergerak ke samping satu langkah. Ketika lawan memburu dengan sambaran besi hitam berbentuk pendayung maka Suralangi kembali ke posisinya semula dan dari sini menggempur dengan jurus yang dinamai “Ular Sanca ke Luar Sarang Mematuk Gunung”.
“Buk!”
Besi hitam di tangan Si Bayangan Setan mental ke udara. Dari mulut manusia berjubah hitam ini keluar keluhan kesakitan Ketika diperhatikannya ternyata tulang belakang telapak tangannya remuk!.
Suralangi telah mempergunakan hulu pedangnya untuk menghantam belakang telapak tangan Si Bayangan Setan!
Sementara Si Bayangan Setan masih merintih kesakitan maka Suralangi menyarungkan pedang dan berkata:
“Terima kasih, kau telah memberi banyak pelajaran padaku, Bayangan Setan!” Kali ini Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan muka. Di bawah sorak sorai para hadirin dia membungkuk mengambil senjata besi hitamnya dan melompat meninggalkan panggung, menghilang di jurusan Timur.
Suralangi menjura di hadapan Ketua Partainya lalu melangkah kembali ke tempatnya namun disaat inilah satu sosok tubuh melesat ke atas panggung dari kelompok hadrrin sebelah Barat. Ternyata manusia ini adalah seorang nenek-nenek bongkok bermuka keriput cekung, bermata besar dan lebar seperti jengkol. Tubuhnya yang bongkok itu ditutupi oleh sehelai kain merah sedang pada pinggangnya tergantung sebuah kelewang yang juga berwama merah.
“Saudara,” menegur si nenek terhadap Suralangi. “Kepandaianmu memang patut dipuji. Jurus Ular Sanca Ke Luar Sarang Mematuk Gunung tadi patut dikagumi. Aku percaya tentu kau masih banyak mempunyai simpanan jurus-jurus silat Partaimu yang hebat! Bersedialah memperlihatkannya kepadaku … ?!” Kaget sekali Suralangi melaat kemunculan nenek-nenek ini. Dan tebih kaget lagi karena si nenek mengetahui betul nama jurus permainan pedang yang telah dikeluarkannya ketika mempecundangi Si Bayangan Setan tadi! Suralangi melirik ke sebelah kanan di mana Ketua Partai Telaga Wangi duduk. Dan dilihatnya Dewa Pedang merangkapkan kedua tangan di muka dada, sedang kulit kening mengerenyit.
Munculnya nenek-nenek berkain merah ini yang bukan lain adalah Nenek Kelewang Merah juga mengejutkan Dewa Pedang, lima tahun berselang dia pernah bentrokan dengan perempuan tua ini ketika Nenek Kelewang Merah berusaha membantu satu gerombolan jahat yang mengacau di Kotaraja Demak. Karena pihaknya lebih kuat dan banyak maka Nenek Kelewang Merah dan kawan-kawannya berhasil dikalahkan oleh Dewa Pedang dan rekan-rekannya. Itu terjadi lima tahun yang lalu. Jika Nenek Kelewang Merah di saat ini muncul kembali, pastilah ada sangkut pautnya dengan peristiwa lama itu! Menurut pertimbangan Dewa Pedang. Suralangi akan sukar untuk menghadapi perempuan tua ini kalau tak mau dikatakan akan dapat dikalahkan. Namun untuk menyuruhnya mundur tidak pula mungkin karena ini akan membuat lunturnya nama Partai.Ketika melihat Ketuanya menganggukkan kepala maka Suralangi maju selangkah.
“Terima kasih, rupanya masih ada di antara para hadirin yang ingin menguji terhadap Partai kami. Tapi sebelumnya bolehkah aku mengenal nama dan gelarmu, Nenek?” Perempuan tua itu tertawa terkempot-kempot. “Namaku tidak penting. Orang-orang memanggil aku Nenek Kelewang Merah!” Dugaan Suralangi bahwa perempuan ini adalah Nenek Kelewang Merah ternyata tidak meleset. Tergetar juga hatinya begitu mengetahui siapa lawan yang dihadapinya.
“Nah, kuharap kita tak perlu banyak tutur kata lagi, silahkan mulai.” ujar Nenek Kelewang Merah pula, lalu mengambil kelewangnya. “Keluarkan semua ilmu simpananmu yang hebat-hebat! Terhadapku yang tua tak usah sungkan-sungkan” Seperti berhadapan dengan Si Bayangan Setan Tadi maka pada jurus permulaan suralangi segera menggempur lawannya dengan ilmu pedang ” Seribu Pedang Mengamuk”!
“Ah, kalau cuma Jurus Seribu Pedang Mengamuk, ini namanya bukan ilmu,simpanan!” mengejek Nenek Kelewang Merah. Kelihatannya memang dia acuh tak acuh saja terhadap sinar senjata lawan yang membungkusnya dengan ketat. “Ayo! Keluarkan jurus Partaimu yang paling lihai, kalau tidak aku tak tanggung jawab!” Penasaran sekali maka Suralangi percepat putaran pedangnya sehingga senjata itu benar-benar laksana ribuan banyaknya!
“Manusia tolol! Disuruh keluarkan ilmu simpanan malah meneruskan jurus gila ini!”
“Wut … wut … wut … !”
Nenek Kelewang Merah kiblatkan kelewangnya tiga kali berturut-turut. Tiga larik sinar merah menderu membentuk silang enam. Angin yang diterbitkan senjata ini deras sekali dan hebatnya, sinar putih dari pedang Suralangi yang mengurungnya dengan serta merta menjadi tertindih lalu buyar! Suralangi terkejut sekali! Dewa Pedang menghela nafas dalam. “Nyatanya manusia ini jauh lebih hebat dari lima tahun yang silam …”
Ketua Partai Telaga Wangi membathin. Kemudian dengan ilmu menyusupkan suara dia memberi peringatan:
“Hati-hati Sura, manusia ini lihai sekali. Gempur dia dengan jurusjurus terhebat!” Di hadapannya Nenek Kelewang Merah berdiri terbongkokbongkok dan menyeringai.
“Apa kau masih belum mau perlihatkan ilmu simpananmu? Jangan menyesal kalau terlambat … !”
“Nenek Kelewang Merah … lihat pedang!” seru Suralangi. Pedang perak mumi itu berkelebat deras, memapas sekaligus keenam bagian tubuh si nenek. Namun dengan gesitnya Nenek Kelewang Merah berhasil menghindarkan serangan ganas itu dan malahan berbalik melancarkan serangan balasan yang betul-betul menyirapkan darah!
“Trang!” ;
Suralangi terpaksa pergunakan pedangnya untuk menangkis sambaran kelewang lawan ke arah leher yang tak mungkin untuk dielakkan lagi! Tangannya terasa pedas dan pegal ngilu sedang mata pedangnya kelihatan gompal dihantam senjata lawan!
Menyaksikan hal ini maka tak ayal lagi Suralangi segera putar pedangnya, demikian rupa dan lancarkan tiga serangan ilmu pedang yang terlihai dari ilmu pedang Partai Telaga Wangi. Ketiganya ialah jurus “Garuda Menukik Minum Air Telaga” disusul oleh jurus “Naga Sakti Sabatkan Ekor” dan diakhiri dengan jurus “Halilintar Membelah Bumi”.
Pedang perak itu yang kelihatan hanya merupakan sinar putih belaka menyambar ke arah kepala Nenek Kelewang Merah, membalik memapas pinggang kemudian naik lagi ke atas dan menetak dari atas ke bawah! Jika jurus ini berhasil maka kalau tidak kepala Nenek Kelewang Merah terbabat putus, mungkin akan kutung pinggangnya, atau mungkin juga akan terbetah kepalanya sampai ke dada! Namun Nenek Kelewang Merah tidak cidera. Tangannya bergerak. Sinar merah dari kelewang menggebubu. Tiga jurus terhebat tadi dengan serta merta buyar! Si nenek tertawa melengking dan mengejek.
“Kiranya Partai Telaga Wangi hanya memiliki jurus-jurus butut!”
Geram sekali Suralangi susul serangannya yang tadi buyar dengan dua serangan berantai serta pukulan tangan kiri dan tendangan kaki kanan! Si nenek putar kelewangnya dua kali dan lagi-lagi serangan Suralangi dibikin, lumpuh!
“Sekarang terima jurusku ini! Jurus yang kunamakan Naga Sakti Keluar dari Laut” Ucapannya itu ditutup dengan mengiblatkan kelewangnya sebat sekali, betul-betul Iaksana seekor naga yang keluar dari dalam laut, karena meskipun sebat tapi sambaran kelewang itu berliku-liku sukar diduga bagian mana sebenarnya yang menjadi sasarannya!
“Sura, cepat keluar dari kalangan! Serang lawan dari samping!” memperingatkan Dewa Pedang dengan ilmu menyusupkan suara. Suralangi segera melompat ke belakang dan bergeser ke samping namun gerakannya selanjutnya tak mampu dilakukannya. Kelewang lawan menderu menyambar ke mukanya! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah mempergunakan pedang untuk menangkis! Dan laksana sebuah pisau tajam memutus wortel, demikianlah kelewang merah si nenek membabat putus pedang perak Suralangi tepat di batas muka hulunyal Dan gerakan Nenek Kelewang Merah tidak sampai di situ saja. Tubuhnya melesat kemuka.
“Sura, awas!” teriak beberapa orang anggota Partai Telaga Wangi. Namun terlambat, kaki kanan Nenek Kelewang Merah lebih dahulu menghantam dada Suralangi. Tak ampun lagi Suralangi tubuhnya mencelat mental, terus masuk ke dalam telaga!
* * *
EMPAT
Telaga yang aimya tadi bening kini kelihatan merah oleh darah. Dua orang anggota Partai segera menghambur masuk ke dalam telaga dan membawa Suralangi ke tepian. Sampai di tepi telaga Suralangi muntah darah lalu roboh pingsan! Ketua Partai Telaga Wangi menghela nafas dan rangkapkan kedua tangannya di muka dada. “Nenek Kelewang Merah,” kata Dewa Pedang. “llmu silatmu bagus dan patut dipuji. Tapi ketahuilah maksud menguji bukan berarti mencelakai … !” Nenek Kelewang Merah tertawa mengikik.
“Sekarang kau bisa bicara begitu Brajaguna.” kata si nenek pula dengan menyebut nama asli Dewa Pedang. “Apa kau juga membuka mulut sewaktu anggota Partaimu tadi mencelakai Si Bayangan Setan…?!”
“Bukan anggota Partaiku yang mencelakainya, Nenek Kelewang Merah, tapi Si Bayangan Setan sendiri yang mencari celaka!” menyahuti Dewa Pedang. Si nenek tertawa lagi mengikik lebih panjang dari tadi. Suara tertawanya ini menusuk-nusuk gendang-gendang telinga. Maklumlah semua orang bagaimana tingginya tenaga dalam si nenek. Ketika dia berhenti tertawa maka ia pun berkata:
“Pintar bicaramu masih seperti dulu saja, Brajaguna. Tapi kalau ilmu silatmu tingkatnya juga seperti dulu, kurasa belum saatnya kau memangku jabatan Ketua dan mendirikan Partai baru di dunia persilatan!” Marahlah sekalian orang dari Partai Telaga Wangi atas penghinaan ini. Dari samping melesat sesosok tubuh dan berdiri enam langkah di hadapan Nenek Kelewang Merah. Ternyata dia adalah Indrajaya, putera tertua dari Dewa Pedang sendiri!
“Nenek Kelewang Merah, aku tak dapat menerima penghinaanmu tadi!” kata Indrajaya. Si nenek kernyitkan kening. Matanya yang lebih besar macam jengkol disipitkannya sedikit. Lalu dengan senyum-senyum dia, berkata:
“Melihat kepada tampangmu, pastilah kau anaknya si Dewa Pedang! Ah … nyalimu memang besar anak muda, sebesar bapakmu dulu! Tapi lucunya bapaknya yang dihina kenapa anaknya yang maju?!”
“Kuharap kau bisa menjaga mulut dan tahu di mana berada orang tua!” bentak Indrajaya. Nenek Kelewang Merah masih senyum-senyum seperti tadi.
“Soal mulutku soalku sendiri orang muda. Mulutku mau bicara dan keluarkan apa saja siapa mau perduli?!” Jengkel sekali lndrajaya maju satu langkah.
“Memang sekalipun kau berak dari mulut tak ada yang mau perduli!” tukas lndrajaya sehingga semua yang hadir tertawa terbahak-bahak.
Kelamlah muka si nenek.
“Tujuh puluh tahun hidup baru hari ini aku Nenek Kelewang Merah menerima hinaan dari seorang bocak setan alas!” Mulut perempuan tua itu komat kamit -sebentar lalu:
“Semustinya sudah kupecahkan kepalanya tapi melihat tampangmu begitu gagah aku masih punya rasa belas kasihan! Cepat berlutut dan minta ampun!”
lndrajaya mendengus. “Jangan anggap remeh semua orang nenek tua! Terima dulu bekas tanganku pada mukamu yang kriput itu baru aku sudi berlutut!”
“Keparat betul!” bentak Nenek Kelewang Merah, “Dikasih ampun minta dikeremus! Apa kau punya selusin tangan
enam kepala berani menantang aku?! Bapakmu juga belum tentu menang melawanku!” Mendidih darah lndrajaya mendengar lagi-lagi nama bapaknya dihina si nenek.
“Lihat pedang!” bentak Indrajaya. Si nenek bongkok di samping tertawa mencemooh juga agak heran karena ancaman yang dilakukan oleh pemuda itu di saat sama sekali tangannya masih belum memegang pedang namun sekejapan mata kemudian terkejutlah Nenek Kelewang Merah ini ketika melihat selarik sinar putih yang menyilaukan berkiblat membabat dari kanan ke kiri persis di depan hidungnya!
Nenek Kelewang Merah berseru tertahan dan melompat dua langkah ke belakang. Ketika melihat ke muka ternyata si pemuda sudah memegang sebilah pedang dari perak murni! diam-diam hati perempan tua ini menjadi tergetar juga. Jurus apakah yang telah dikeluarkan oleh si pemuda hingga demikian hebatnya? Kalau anaknya sudah begini tinggi kepandaiannva, tentu Dewa Pedang sendiri lebih lihai lagi!
Sementara itu di antara para hadirin mulai terdengar kerasak kerisik yang menyatakan rasa kagum terhadap serangan kilat yang dilancarkan oleh lndrajaya tadi. Untuk tidak keliwat kehilangan muka maka dengan nada masih menganggap rendah lawan, si nenek berkata: “Orang muda, kalau kau bermaksud hendak mencoba kepandaianku, sebaiknya kau ajak dua saudaramu yang lain. Bapak sama ibumu kalau mau juga boleh!”
“Kalau kau tak punya nyali menghadapiku sendirian, angkat kain burukmu tinggi-tinggi dan larilah dari sini!” balas mengejek Indrajaya.
“Penghinaanmu sudah liwat takaran, bocah setan!” teriak Nenek Kelewang Merah. Tangan kanannya bergerak.
“Wutt!”
Selarik sinar merah melanda ke kepala Indrajaya! Hebat dan cepat tiada terkirakan. lnilah jurus yang dinamakan perempuan tua itu dengan “Kelewang Melanglang Jagat”! Beberapa lawan tangguh dan utama telah menemui kematiannya dalam jurus yang hebat ini. Dan di saat itu Nenek Kelewang Merah sudah membayangkan bahwa kelewangnya kali ini pun akan memapas licin kepala si pemuda yang kurang ajar dan telah berani menantangnya! Namun si nenek jadi terkesiap dan berubah parasnya ketika menyaksikan bahwa serangan kelewangnya hanya mengenai udara kosong bahkan lndrajaya sendiri lenyap dari pandangannya.
“Ah.. gelarmu sebagai Nenek Kelewang Merah nyatanya hanya kosong belaka!” Mendengar suara lndrajaya di belakangnya si nenek segera membalik dan ….
“Wut … wut!”
Dua kali lagi kelewangnya mengelebatkan angin deras dan sinar merah yang dahsyat. Namun lagi-lagi dia hanya menyerang tempat kosong.
“Apa kau bertempur sendirian melawan tempat kosong, orang tua?!” terdengar lagi suara mengejek lndrajaya dari samping belakang! Sekali lagi Si nenek putar dengan cepat tubuhnya yang bongkok dan lancarkan tiga kali serangan berantai, bahkan kali ini juga disertai pukulan tangan kosong dari tangan kirinya. Namun hasilnya tetap seperti tadi! Suara riuh rendah semakin bising. Banyak para tamu yang hadir mengagumi ketinggian ilmu meringankan tubuh Indrajaya.
“Pemuda setan! Apa kau cuma berani menghindar dan lari mengelit begitu saja!” bentak Nenek Kelewang Merah dengan geram.
“Siapa bilang aku tak berani melabrakmu, perempuan sombong!”sahut Indrajaya. Sesaat kemudian maka larikan-larikan sinar putih menyilaukan yang tiada terkirakan banyaknya telah menggempur dan membungkus tubuh sang nenek.
Tanpa membuang waktu Nenek Kelewang Merah putar kelewangnya laksana kitiran. Maka sinar putih dan merah kini saling bergumut berpalunpalun. Deru angin tiada terkirakan derasnya sedang tubuh kedua manusia yang bertempur itu lenyap menjadi bayang-bayang Cepat sekali sepuluh jurus sudah lewat. Permainan ilmu pedang “Seribu Pedang Mengamuk” yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Suralangi kini dimainkan oleh lndrajaya hebatnya bukan main. Sebagai anak sulung dari Ketua Partai Telaga Wangi, lndrajaya meskipun belum sempuma betul tapi boleh dikatakan tiga perempat ilmu Dewa Pedang telah diwarisinya!
Selewat jurus kedua belas maka kelihatanlah bagaimana si nenek menjadi terdesak hebat. Beberapa ilmu simpanannya yang lihai-lihai telah dikeluarkannya untuk menghancurkan serangan dan kurungan pedang lawan namun sia-sia belaka! Maka perempuan tua ini jadi keluarkan keringat dingin! Lebih-lebih ketika dia dibikin kepepet ke panggung sebelah Utara!
“Apa mulut besarmu kini sudah jadi bisu, perempuan tua?!” ejek lndrajaya. Nenek Kelewang Merah menyahuti dengan satu bentakan keras. Kelewangnya menderu dahsyat. Indrajaya tak tinggal diam. Tubuhnya berkelebat lenyap. Hanya sinar putih yang kelihatan bergulung-gulung melabrak dan menindih sinar merah dari kelewang si nenek tua! Tiba-tiba.
“Tjrasss!”
Nenek Kelewang Merah berseru keras. Rambutnya yang kelabu dan disanggul kuncir di atas kepala terbabat putus disambar pedang perak Indrajaya! Sebelum dia punya kesempatan untuk melompat mundur tahu-tahu sudah terdengar pula jeritannya. Daging lengannya tergores panjang sedalam seperempat senti disambar ujung pedang Indrajaya. Darah berlelehan!
Senjata perempuan tua itu terlepas dan jatuh di panggung! Gemparlah para hadirin menyaksikan hal ini! Perempuan tua berumur tujuh puluh tahun yang dikenal di dunia persilatan dengan julukan Nenek Kelewang Merah hari itu telah dipecundangi oleh seorang pemuda belia!
Dengan muka merah laksana saga karena malu dengan terbongkokbongkok Nenek Kelewang Merah mengambil kelewangnya lalu dengan geramnya berkata pada lndrajaya:
“Apa yang terjadi hari ini tidak bakal kulupakan! Kelak aku dating kembali untuk mengorek kau punya jantung dari balik tulang dadamu!” Habis berkata demikian, diiringi oleh sorak sorai mereka yang hadir maka tanpa menoleh lagi sinenek tua itu segera meninggalkan tempat tersebut. Belum lagi habis sorak sorai para hadirin tahu-tahu seorang resi
berpakaian ungu sudah melesat naik ke atas panggung! Munculnya resi ini dengan serta merta menghentikan segala kehiruk pikukan. Semua mata ditujukan kepadanya. Sikapnya yang tenang dan mimik air mukanya yang polos menyatakan bahwa dia mempunyai wibawa serta berilmu tinggi. Pada punggung dan dada jubahnya yang berwama ungu itu kelihatan gambar tombak bermata tiga yang disulam dengan benang emas! Melihat jubah dan sulaman tombak emas kepala tiga itu maka segenap yang hadir serta tuan. rumah segera mengenali siapa adanya resi tersebut.
Di dunia persilatan dia dikenal dengan julukan Tiga Tombak Emas Trisula dan berdiam di Pulau Wuwutan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Bersama dua orang resi lainnya dia membentuk satu perkumpulan silat yang akan melakukan tugas apa saja dan dari manapun datangnya asal dibayar dengan uang atau barang-barang berharga. Dikabarkan komplotan Tiga Tombak Emas Trisula dulunya juga turut menjadi kaki tangan pengkhianat yang hendak meruntuhkan Demak. Mengapa sampai salah satu anggota perkumpulan Tiga Tombak Emas Trisula itu bisa sampai di tempatnya belum dapat dijajak oleh Ketua Partai Telaga Wangi karena memang dia merasa tak pernah memberikan undangan pada mereka. Apakah manusia ini Cuma datang sendirian atau bersama dua rekannya lainnya ? Mungkin pula kedatangannya atas bayaran seseorang atau satu perkumpulan lain dengan tugas membuat kekacauan pada saat peresmian pendirian Partai Telaga Wangi?
Resi itu setelah memandang ke seluruh anggota Partai, melirik sekilas pada lndrajaya kemudian menganggukkan kepalanya pada Dewa Pedang.
“Aku adalah Godapati, salah seorang yang termuda dari Tiga Tombak Emas Trisula. Meski tak diundang telah memberanikan diri untuk datang ke mari ….”
“Ah ….” Dewa Pedang balas mengangguk. “Sudah barang tentu ini satu kehormatan bagi kami menerima
kunjungan seorang tokoh silat macam saudara … .”
Godapati batuk-batuk beberapa kali lalu berkata pula ”sudah lama aku mendengar nama besar Dewa Pedang. Ketika
mendengar kabar yang dibawa oleh angin bahwa Dewa Pedang hendak membangun satu Partai baru dalam dunia persilatan maka itu mendorong aku untuk datang dan menyaksikannya sendiri ….”
”Terima kasih … terima kasih ….” kata Dewa Pedang.
Jika Ketua Partai Telaga Wangi memberi izin, aku berkehendak sekali untuk melihat dari dekat kehebatan permainan pedang Ketua Partai ….”
Dewa Pedang tertawa jumawa. .
Putera kedua dari sang Ketua tiba-tiba berdiri. Ayah perkenankan aku mewakilimu dalam memenuhi kehendak tamu kita ini ….” Dewa Pedang merenung sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Namun dengan ilmu menyusupkan suara dia berkata pada anaknya “ Hati-hati Jayengrana, dia lihai sekali, senjatanya sebuah tombak emas bermata tiga. Ingat baik-baik jangan sampai pedangmu beradu atau bertempelan dengan senjatanya!”.
Godapati meneliti Jayengrana dengan matanya yang tajam. Kemudian pemuda itu melangkah ke hadapannya.
“Tombak Emas Trisula,” kata Jayengrana, “Atas izin ayahku selaku Ketua Partai Telaga Wangi kuharap kau tak keberatan kalau niatmu terhadap ayahku, aku yang mewakilinya.”
Jika saja tidak menyaksikan sendiri kelihayan lndrajaya tadi maka pastilah Godapati akan menganggap remeh terhadap si pemuda. Tapi untuk menjaga nama besar dirinya dan nama gagah perkumpulannya maka Godapati berkata:
“Ah, dari jauh datang hendak bertemu dan bertutur ilmu dengan Dewa Pedang, sampai di sini hanya diberi kesempatan untuk berhadapan dengan puteranya ….” Godapati berpaling pada Ketua Partai Telaga Wangi dan berkata:
“Dewa Pedang, kuharap kau jangan marah bila terhadap puteramu nanti aku kesalahan tangan…!” Meski tahu bahwa tutur kata yang sopan itu adalah dibuat-buat saja namun Dewa Pedang tersenyum dan mengangguk ramah.
Maka dari balik jubah ungunya, Resi Godapati segera mengeluarkan sebuah tombak yang terbuat dari emas dan bermata tiga! “Sebagai tamu, apakah kau keberatan bila aku yang mulai menyerang lebih dahulu, orang muda?”
“Silahkan Tombak Emas Trisula ….” jawab Jayengrana. Dengan mengeluarkan bentakan yang teramat dahsyat Resi Godapati menyerang. Senjatanya berkelebat dan menimbulkan tiga larik sinar kuning emas namun anehnya senjata yang berbentuk tombak kepala tiga itu bergerak agak lamban.
Melihat ini Jayengrana segera hendak menabas senjata lawan dengan pedangnya namun ketika dia ingat pesan ayahnya bahwa sekali-kali jangan sampai beradu senjata atau menempelkan pedang dengan senjata lawan maka pemuda itu mengurungkan niatnya! Seandainya Jayengrana meneruskan niatnya tadi hendak memapas senjata lawan maka dalam jurus pertama itu pastilah Resi Godapati akan menjepit badan pedangnya antara salah satu legukan dua mata tombak, kemudian akan mematahkan pedang itu!
Godapati sendiri merasa heran mengapa si bemuda tak meneruskan niatnya dan dia membathin mungkin sekali Jayengrana mengetahui rahasia kehebatan senjatanya! Maka tanpa menunggu lebih lama dia segera menyerang kembali Jayengrana berkelebat dan bergerak gesit! Kegesitan inilah yang banyak menolongnya dari serangan senjata lawan yang hebat itu. Ketika Godapati mempercepat gerakannya maka Jayengrana juga mempercepat kelebatannya sehingga kedua orang itu hanya merupakan bayang-bayang saja kini dan dalam waktu yang singkat keduanya sudah
bertempur lima belasan jurus!
Para tamu yang hadir dan pihak tuan rumah sendiri menyaksikan pertempuran itu dengan mata hampir tak berkedip!
Sudah beberapa kali Jayengrana mengeluarkan jurus-jurus terlihai dari permainan pedang Partai Telaga Wangi namun sampai begitu jauh tak berhasil membuat kemajuan! Resi Godapati sendiri tidak pula mampu melakukan sesuatu dari pada seperti keadaannya disaat itu! Sukar baginya untuk menerobos pertahanan lawan. Berkali-kali dia berusaha untuk menjepit pedang Jayengrana, tapi si pemuda senantiasa menjauhkan pedangnya dari ujung tombak kepala tiga itu.
Ketika pertempuran sudah berjalan dua puluh lima jurus, Resi Godapati mulai menjadi penasaran. Di samping itu telinganya mulai mendengar ejekan-ejekan para tamu di sekitar panggung yang membuat dia jadi kehilangan muka.
“He … he …. Jika tiga jurus lagi kau tak mampu mengalahkan pemuda itu sebaiknya kembali saja ke Pulau Wuwutan dan tak usah munculkan diri lagi di dunia persilatan!” terdengar suara mengejek dari panggung sebelah Barat. Suara ini adalah suara manusia yang tadi pertama kali juga telah mengejek Si Bayangan Setan.
Godapati kertakkan rahangnya. Tangan kirinya dengan cepat masuk lalu ke luar lagi dari saku jubah. “Awas jarum!’. seru Resi Godapati. Jayengrana membentak keras dan melompat ke udara setinggi lima tombak. Puluhan jarum emas yang menjadi senjata rahasia Resi Godapati lewat di bawahnya. Dan pada detik itu pula laksana seekor burung garuda menyambar mangsanya maka menukiklah Jayengrana. Pedangnya menyambar deras ke arah leher lawan. Resi Godapati cepat menangkis dengan senjatanya. Disamping Jayengrana tak mau bentrokan senjata maka dengan cepat
dan tak terduga sama sekali pemuda itu gerakkan pedang membuat satu tusukan kilat ke arah dada! Demikianlah cepatnya sehingga Godapati tak punya kesempatan untuk penangkis kembali. Terpaksa Resi lihai itu memaki dalam hati dan cepat-cepat melompat ke belakang. Pada lompatan ke belakang ini sang Resi membuat lagi satu gerakan yang hebat luar biasa. Tubuhnya jungkir balik di udara. Tombak Emas Trisula di tangannya menyapu dari samping dan tahu-tahu salah satu legukannya telah berhasil menjapit pedang perak di tangan Jayengrana! Begitu berhasil menjapit segera Godapati memutar tombaknya!
Di lain pihak karena tidak ingin senjatanya menjadi patah dua, Jayengrana terpaksa dengan cepat melepaskan pedangnya! Namun dia tak mau terima kalah begitu saja. Begitu pedangnya dirampas lawan. Cepat laksana kilat pemuda itu jatuhkan diri ke lantai dan ….
“Bret!” Sekali Jayengrana gerakkan tangannya maka robeklah jubah ungu Resi Godapati! Penasaran sekali karena jubah kebesarannya dirusak lawan, Resi Godapati hantamkan tombaknya ke tubuh Jayengrana. Yang diserang menggulingkan dirinya dengan cepat dan sekejapan mata kemudian tombak kepala tiga itu menancap di lantai papan panggung sampai setengahnya!
Para tamu yang hadir bersorak gegap gempita melihat pertempuran yang hebat seru itu. Jayengrana berdiri dengan cepat sementara Resi Godapati mencabut senjatanya yang amblas ke dalam lantai lalu menyimpannya kembali ke balik jubah ungunya! Dia memandang pada Ketua Partai Telaga Wangi. Menganggukkan kepala lalu berkata: “Dewa Pedang, ternyata puteramu telah sanggup menyuguhkan satu permainan yang berharga kepadaku! memang tidak percuma kalau kau berhasrat mendirikan satu partai besar dengan anggotaanggota yang berkepandaian tinggi macam anakmu!”.
Dewa Pedang tertawa cerah. Siapa yang akan menyangka kalau seorang tokoh silat golongan hitam Godapati mau bicara dan bersikap jujur seperti itu? “Terima kasih, Resi Godapati. Jikalau penyambutan kami terhadapmu kurang baik mohon dimaafkan” kata Dewa Pedang pula. Secara nyata memang puteranya telah dikalahkan oleh resi kosen itu meskipun Jayengrana tidak begitu kehilangan muka karena dia juga berhasil merobek jubah lawannya.
Sekali lagi Resi Godapati menganggukkan kepalanya. Dia memutar tubuh hendak meninggalkan sanggung namun langkahnya tertahan ketika di lembah di mana telaga itu terletak tiba-tiba sekali terdengar suara mengumandang yang dahsyat dan menggidikkan. Lalu tahu-tahu sebuah benda jatuh menggelinding di hadapan kaki Dewa Pedang. Ketika Dewa Pedang dan semua anggota partai serta para hadirin memandang ke benda yang menggelinding itu maka terkejut dan gemparlah semuanya karena benda itu bukan lain daripada kepala manusia!
* * *
LIMA
Kepala manusia itu berambut gondrong awut-awutan. Mukanya berkerinyut, kening sangat lebar, kedua mata membeliak besar, mulut menganga. Pada lehernya yang bekas terbabat putus kelihatan darah yang telah membeku coklat kehitaman. Sungguh satu pemandangan yang mengerikan untuk disaksikan. Melihat kepada keadaan muka dan kepala itu serta baunya yang busuk sekali nyatalah bahwa manusia pemilik kepala itu telah menemui ajalnya beberapa
hari yang lewat. Mungkin satu minggu bahkan mungkin pula lebih dari itu!
Dewa Pedang sendiri yang menyaksikan kepala manusia itu jadi mengerenyitkan kening. Dia rasa-rasa kenal atau pernah melihat manusia tersebut. Pada detik dia coba mengingat-ingat maka pada saat itu pula sesosok tubuh manusia berkelebat dan berdiri di atas panggung sambiltertawa tiada hentinya. Manusia yang datang ini adalah seorang kakek- kakek tua renta berbadan kurus kering Tulang-tulang tangan serta kakinya kecil sekali sedang tulang dada dan keseluruhan tulang-tulang iganya kelihatan dengan jelas. Mukanya sangat cekung, mata sipit. Keanehan manusia ini selain hanya mengenakan cawat saja untuk menutupi tubuhnya maka rambutnya yang panjang putih dijalin satu ke belakang macam perempuan!
Melihat kedatangan manusia ini, untuk kesekian kalinya keadaan di tempat itu menjadi gempar! Karena siapakah yang tak kenal dengan seorang tokoh silat yang bergelar “Si Cawat Gila”?! Tokoh ini bukan saja termasyhur karena ketinggian ilmunya tapi juga karena otaknya yang miring. Buktinya begitu datang dia telah menggemparkan suasana dengan sebutir kepala manusia!. Sampai selama satu kali sepeminum teh Si Cawat Gila masih juga berdiri di panggung itu dengan tertawa panjang gelak-gelak!
Dewa Pedang selaku tuan rumah dan sebagai seorang tokoh silat yang telah memaklumi manusia bagaimana adanya tamu yang ada di atas panggung itu tetap duduk di tempatnya dan menunggu sampai Si Cawat Gila menghentikan tertawanya. Ketika Si Cawat Gila mulai reda tertawanya maka bertanyalah Dewa Pedang:
“Kakek Cawat Gila, gerangan apakah yang telah membawamu datang ke sini dengan cara begini rupa ..?” Si Cawat Gila sekaligus menghentikan tertawanya. Dikucak-kucaknya kedua matanya lalu memandang lekat-lekat pada Dewa Pedang setelah itu memandang berkeliling pada para hadirin yang ada. Pandangannya begitu angker menggetarkan! Kemudian tokoh silat berotak miring ini memanggut-manggutkan kepalanya beberapa kali, mendongak sebentar kelangit lalu berkata:
“Ah … jadi betul rupanya aku telah sampai di kaki Gunung Merapi. Betul rupanya aku telah sampai di tepi telaga tempat peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi ….” Orang tua ini memandang lurus-lurus pada Dewa Pedang lalu dengan seenaknya tudingkan jari telunjuknya tepat-tepat ke hidung Ketua Partai Telaga Wangi itu dan berkata setengah membentak:
“Kau ya manusianya yang bernama Brajaguna bergelar Dewa Pedang?!”
“Ya” menjawab Dewa Pedang. Dan Si Cawat Gila tertawa lagi gelakgelak. “Tampangmu macam manusia biasa, bahkan mirip kunyuk! Kenapa pakai gelar Dewa segala? Apa kau keturunan atau titisan Dewa, huh?!”
Mendengar ejek penghinaan ini maka melompatlah ke muka dua orang Pengurus Partai yaitu Klabangsongo den Rah Gundala! ”Kerempeng tua bangka! Kuharap cepat minta maaf atas mulutmu yang bicara seenaknya itu!” membentak Rah Gundala. Suaranya parau garang. Manusia ini berbadan gemuk pendek dan berkepala sulah.
“Monyet gundul yang tak tahu tingginya gunung dalamnya laut, kau minggirlah! Aku tak cari urusan denganmu!” Habis berkata begini Si Cawat Gila lambaikan tangan kanannya.
“Wuut!”
Gelombang angin laksana badai melanda tubuh Rah Gundala! Demikian hebatnya sehingga Rah Gundala mental dari panggung, jatuh di antara para hadirin dan muntah darah lalu pingsan!
“lblis tua keparat!” maki Klabangsongo. Pengurus Partai dari Selatan segera cabut pedangnya dan melancarkan serangan dahsyatl Namun dengan mudah Si Cawat Gila mengelak ke samping. Sekali tangan kanannya dihantamkan ke muka maka seperti Rah Gundala tadi, Klabangsongo pun mencelat ke luar panggung, tenggelam ke dalam telaga. Untuk kedua kalinya air telaga itu kelihatan merah oleh darah yang keluar dari mulut Klabangsongo! Dua orang anggota Partai segera pula terjun untuk menolong Klabangsongo.
“Orang tua, lihat pedang!” Tiba-tiba terdengar seruan dan selarik sinar putih menderu di muka hidung Si Cawat Gila!
Si Cawat Gila terkejut dan buru-buru melompat ke belakang. Yang menyerangnya ternyata adalah Jayengrana! Tentu saja Si Cawat Gila terkejut diserang demikian rupa. Namun ketika melihat siapa penyerangnya maka dia terlebih dahulu tertawa gelak-gelak. “Bagus … bagus! Anaknya juga ingin mencari mampus! Bagus! Datang mencari biangnya, anak-anaknya unjukkan diri! Ha … ha … ha …. Jika masih ada anak-anaknya Dewa Pedang yang lain segeralah maju, biar kubikin kojor sekaligus!”
Geram sekali Jayengrana kembali menyerbu dengan pedangnya sementara semua orang yang hadir menyaksikan dengan menahan nafas penuh tegang! Jika dua tokoh Partai Telaga Wangi dapat dirobohkan oleh Si Cawat Gila, sungguh sukar diduga sampai di mana ketinggian ilmu manusia aneh itu! Semua mata memandang tak berkedip ke atas panggung sedang hati masing-masing bertanya-tanya gerangan apakah yang membuat Si Cawat Gila munculkan diri di situ dan turun tangan sedemikian ganasnya! Sinar putih dari pedang Jayengrana bergulung-gulung mengurung Si Cawat Gila dari delapan penjuru! Suaranya menderu sedang tubuh Jayengrana hanya tinggal bayangannya saja yang kelihatan. Lima jurus berlalu cepat. Si Cawat Gila hanya sekali dua saja menggeserkan kaki mengelakkan serangan itu! Bahkan dengan masih tertawa-tawa dia bertanya:
“Ayo, mana itu anak-anak tahi-tahinya Dewa Pedang? Apa cuma yang seorang ini saja?!”
“Tak usah jual bacot di sini, Cawat Gila! Terima ini!” membentak Jayengrana. Pedang peraknya berkiblat membuat tiga rantaian ilmu pedang Partai Telaga Wangi yang sangat ampuh yaitu “Tujuh Naga Menyambar Rembulan” disusul dengan “Naga Sakti Sabatkan Ekor” lalu “Ular Sanca Keluar Sarang Mematuk Gunung”.
“Jurus-jurus tak berguna? Buat apa dikeluarkan!” ejek Si Cawat Gila, lalu digesernya kaki-kakinya yang kurus kering itu, tubuh miring ke kiri, miring lagi ke kanan kemudian laksana harimau mendekam dan menyambarkan kuku-kuku kakinya, maka seperti itulah kedua tangan Si Cawat Gila menyambar ke depan dan tahu-tahu pedang Jayengrana sudah
kena dirampas! Belum lagi habis terkejutnya pemuda ini tangan yang lain dari si orang tua sudah menghantam kepala Jayengrana! Pemuda Ini terpelanting delapan tombak di luar panggung, kepalanya hancur nyawanya lepas! Maka gemparlah keadaan di atas dan di bawah panggung !
“Orang tua dajal!” terdengar bentakan perempuan. “Kau harus bayar kematian anakku dengan nyawa anjingmu!” Sinar
putih bertabur ke arah kepala, pinggang dan kaki Si Cawat Gila. Dikejapan lainnya dari kiri kanan berkelebat pula dua sosok tubuh manusia. Salah seorang dari padanya membentak:
“Nyawamu harus lepas di sini juga bangsat kerempeng! Tubuhmu musti lumat oleh pedangku” Perempuan yang membentak tadi bukan lain dari pada Suwita, isteri Dewa Pedang yang menjadi kalap melihat kematian anaknya. Sedang dua orang berikutnya ialah Indrajaya dan Bradjasastra, putera sulung dan putera bungsu Dewa Pedang!
Kurang dari sekejapan mata maka tubuh Si Cawat Gila sudah terbungkus rapat oleh larikan-larikan dahsyat sinar ketiga pedang lawannya. Serangan-serangan ini hebatnya bukan olah-olah. Indrajaya dan Bradjasastra meski belum sempurna betul tapi sudah menguasai setiap ilmu silat yang diwariskan bapaknya sedang Suwita sendiri di samping ilmu silat yang didapatnya dari Dewa Pedang, dia adalah seorang murid dari tokoh sakti di Pulau Klabat yang nama tokoh itu mengandung rahasia besar dan sukar dipecahkan oleh kalangan persilatan!
Menurut dugaan para hadirin yang bermata tajam dan luas pengalaman, paling lambat dalam dua jurus akan tamatlah riwayatnya Si Cawat Gila itu!. Tapi keliru Di luar dugaan malah terdengarlah kekehan Si Cawat Gila tiada hentinya sedang tubuh nya sendiri lenyap! “Ha … ha … ha …. Apa inikah peraturan Partai Telaga Wangi dalam dunia persilatan?! Mengeroyok tiga lawan satu?! Sungguh keji dan memalukanl” terdengar suara lantang Si Cawat Gila!
“Untuk manusia anjing sedeng macammu tak usah pakai aturan persilatan segala!” balas membentak Indrajaya. Pedangnya diputar makin cepat dalam jurus-jurus yang benar-benar mematikan!
Dewa Pedang adalah seorang tokoh silat berjiwa kesatria dan memegang teguh adat serta aturan persilatan. Meski hatinya sendiri panas serta geram bukan main melihat kematian puteranya namun perasaannya itu bisa ditekannya sehingga dia tidak menjadi kalap seperti tiga orang lainnya itu. Dewa Pedang berdiri dari kursinya. Tangan kiri menekan ujung gagang pedang yang tergantung di sisi kirinya.
“Suwita, Indra, Braja! Kalian bertiga mundurlah!” perintah Dewa Pedang. Suaranya keras dan penuh wibawa.
Namun kali ini agaknya kewibawaan itu tidak mempengaruhi diri ketiga orang yang tengah menyerang ganas Si Cawat Gila. Bahkan lndrajaya menyahuti:
“Ayah, jangan banyak bicara tak karuan! Bangsat tua ini membunuh adikku! Apa aku sebagai kakaknya akan lepas tangan begitu saja?!”
“Kataku kalian mundur!” teriak Dewa Pedang lebih keras dari tadi.
“Kanda.. ..” kata Suwita. Tapi ucapannya itu dipotong oleh Dewa Pedang:
“Walau bagaimanapun kita harus pegang teguh aturan persilatan! Mundurlah!” Dengan hati gemas penuh dendam membara namun dibentak dan diperintah sampai tiga kali begitu rupa, Suwita dan anak-anaknya akhirnya keluar juga dari kalangan pertempuran.
Si Cawat Gila kelihatan berdiri di tengah-tengah panggung sambil tertawa-tawa. “Bagus kau perintahkan demikian Dewa Pedang. Seperempat jurus saja terlambat, ketiganya sudah jadi bangkai!”
“Cawat Gila, antara kita tiada permusuhan! Karenanya aku tak melihat adanya alasan mengapa sampai kau membunuh puteraku!” Si Cawat Gila hentikan tertawanya. Matanya yang sipit dibesarkan sedikit, dikedipkedipkannya lalu tertawa lagi mengakak!
“Kau katakan tak ada permusuhan? Huh … apa otakmu sudah sinting?! Kau bilang tak ada alasan, huh! Apa kau sudah lupa apa yang kau lakukan sekitar satu minggu yang lalu di Kertoragen?! Sialan betul! Kau telah membunuh, menebas batang leher Si Kuku lblis! Itu kepalanya kubawa sebagai bukti!” Terkejutlah Dewa Pedang. Matanya melirik pada kepala manusia yang terhampar di lantai punggung dekat kakinya.
Selewat satu minggu yang lalu Dewa Pedang memang pernah membunuh seorang kepala rampok yang berjulukan Si Kuku Iblis. Hal ini terjadi di satu rimba belantara yaitu ketika Si Kuku lblis dan lima anak buahnya hendak merampok sebuah kereta barang yang lewat dalam hutan! Sewaktu kepala itu tadi dilemparkan oleh Si Cawat Gila di hadapannya memang dia rasa-rasa kenal dengan paras itu, namun karena keadaannya yang sangat rusak serta berselimutan darah maka sukar lagi Dewa Pedang untuk mengenali siapa adanya kepala manusia itu! Mendengar ucapan Si Cawat Gila, Dewa Pedang segera maklum bahwa antara Si Kuku lblis dengan si Cawat Gila pasti ada hubungan apaapa. Maka menjawablah Ketua Partai Telagra Wangi itu “Apa yang dikerjakan oleh Si Kuku lblis yaitu kejahatannya yang telah membunuhnya, Cawat Gila. Bukan aku! Setiap manusia macam dia akan menerima ganjaran seperti itu!”
“He … he … he! Kau pandai bicara! Tapi apakah kau sudah tahu jalan ke neraka?! Kalau belum aku Si Cawat Gila akan tunjukkan jalannya!” Manusia sakti kurus kering itu maju dua iangkah. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas! “Terima jurus kematianmu ini, Dewa Pedang! He … he…!”
“Cawat Gila!” seru Dewa Pedang sambil alirkan tenaga dalamnya ke tangan kanan. “Apa hubunganmu dengan Si Kuku Iblis?!”
“Oh, kau tanya itu?! Tak susah untuk menjawabnya, Si Kuku lblis adalah adikku! Sekarang kau tahu bagaimana aku inginkan kau punya nyawa, bahkan nyawa keluarga serta anggota-anggota Partaimu!” Dewa Pedang bahkan hampir semua dari tamu yana hadir barulah hari itu mengetahui bahwa Si Kuku Iblis adalah adik Si Cawat Gila.
“Cawat Gila,” kata Dewa pedang, “Siapa pun adanya Si Kuku lblis itu bukan soal! Yang penting ialah bahwa dia telah melakukan kejahatan. Dan kebenaran tidak sudi melihat dia malang melintang menyebar kejahatan itu ….”
“Ah di sini bukan tempat dan waktunya untuk bicara bahasa tinggi begitu rupa! Bicaralah nanti pada setan-setan neraka … !” Sudut mata Si Cawat Gila menangkap seseorang melangkah ke arah di mana dia berdiri berhadap-hadapan dengan Dewa Pedang. Ketika dia menoleh sedikit ke samping ternyata orang ini adalah Resi Godapati atau Tiga Tombak Emas Trisula yang sejak tadi masih berdiri di atas panggung itu! Suasana hening menegangkan.
“Cawat Gila, dengan memperhatikan sedikit suasana serta tempat di mana kita berada, serta memandang muka para tokoh-tokoh persilatan yang hadir di sini, kuharap kau jangan meneruskan maksud-maksud yang terkandung di hatimu…!”
“Eh, kunyuk jubah ungu! Apakah kau bicara mengigau atau memang otakmu sudah miring…?!” tukas Si Cawat Gila. Diajak bicara baik-baik tapi dijawab sedemikian rupa maka panaslah hati Resi Godapati. “Otakku mungkin sudah miring, tapi belum lagi semiringmu!” jawabnya.
“Hem …. Ini lagi contohnya manusia yang tidak tahu tingginya gunung dalamnya laut. Kalau sudah bosan hidup bilang saja, biar lekas-lekas kukirim roh busukmu ke neraka!”
“Bicaramu terlalu besar, Cawat Gila!”
“Nyalimu juga keliwat besar Godapati!”
“Kau masih belum punya enam kepala selusin tangan, Cawat Gila…!”
“Oh … apakah kau punya nyawa rangkap?!” menukasi Si Cawat Gila.
“Aku memang tak punya nyawa rangkap. Tapi untuk menghadapimu, sampai seribu jurus pun akan kujalani!”
“Bagus sekali! Tapi biar kutanya dulu, apakah dalam hal ini kau membela Dewa Pedang?”
“Aku tak membela siapa-siapa!”
“Lantas kenapa jual mulut?! Jangan coba menunjukkan kebesaran budi serta kebaikanmu dimuka orang banyak! Semua orang tahu, perkumpulan yang bagaimana adanya perkumpulan yang kau dirikan di Pulau Wuwutan! Semua orang di sini tahu bahwa kau adalah resi sesat bau tengik yang melakukan apa saja asal disumpal pantatnya dengan uang dan mulutnya dengan harta!” Habis berkata begitu Si Cawat Gila tertawa terkekeh-kekeh.
“Tak ada jalan lain,” kata Resi Godapati sambil mengeluarkan senjatanya yaitu tombak berkepala tiga yang terbuat dari emas. “Rupanya kau betul-betul ingin cepat-cepat menghadap hantu neraka…. !” Si Cawat Gila tertawa bergelak. Tiba-tiba dia melengking nyaring. Kedua tangannya dipukulkan ke muka. Angin laksana topan menggebubu! Resi Godapati melompat enam tombak dan ayunkan tombak kepala tiganya ke arah lawan lalu susul dengan tendangan kaki kiri kanan. Hebatnya sebelum tombak dan dua tendangan mencapai sasaran yang diarah, tahu-tahu ketiga serangan tersebut sudah berubah arah ke bagian tubuh yang lain dari Si Cawat Gila! Geram dan kaget juga Si Cawat Gila melihat serangan lawan ini. Tubuhnya yang kurus kering itu berkelebat ganas, kedua tangan sambar menyambar menimbulkan angin deras. Di lain pihak Resi Godapati tiada henti mengirimkan serangan tombak emasnya yang sekaligus juga merupakan senjata pembenteng tubuhnya!
Setelah lima jurus berlalu dan dia masih belum dapat membuat suatu apa terhadap lawannya maka marahlah Si Cawat Gila. “Manusia sontoloyo! Terima ini!” bentak Cawat Gila Tubuhnya lenyap. Dua tangan dan dua kakinya bergerak tak kelihatan. Kemudian terdengarlah jeritan Resi Godapati. Tombak emasnya kelihatan mental ke udara sedang tubuhnya sendiri terlempar ke bawah panggung. Resi ini coba duduk bersila untuk mengalirkan tenaga dalam dan mengobati luka hebatnya. Namun tulang dadanya sudah hancur. iga-iganya telah patah. Hanya sesaat tubuhnya duduk bersila, sesudah itu Godapati rebah ke tanah tanpa nyawa! Semua yang hadir sama terkatup mulutnya. Suasana sehening di pekuburan. Si Cawat Gila tertawa membahak. Kemudian diputarnya tubuhnya menghadapi Dewa Pedang yang berdiri sembilan tombak di depannya. Dia menyeringai dan berkata: “Kematianmu lebih buruk dari Resi keparat itu, Dewa Pedang!” Perkataannya itu langsung saja ditutup dengan satu serangan dahsyat! Tangan kanan mencengkeram ke muka sedang tendangan kaki kiri menyeruak ke bawah selangkangan!
Dewa Pedang yang memang sudah hampir hilang kesabarannya serta dendam terhadap kematian puteranya kini tidak tinggal diam. Tubuhnya merunduk, kedua tangan dipukulkan ke muka. Inilah satu pukulan jarak jauh yang hebat yang hendak dilepaskan nya! Ketika kedua tangan Dewa Pedang kelihatan bergerak ke muka maka Si Cawat Gila merasakan tubuhnya yang melesat di udara itu menerima tekanan yang hebat! Tubuhnya terhuyung-huyung dan serangannya buyar. Kaget sekali dia jadinya. Tak salah kalau adiknya Si Kuku lblis menemui ajal di tangan Ketua Partai Telaga Wangi yang nyatanya memiliki ilmu pukulan tangan kosong demikian lihainya!
Didahului dengan bentakan menggeledek maka kelihatanlah tubuh Si Cawat Gila menukik ke bawah laksana seorang perenang yang tengah menyelam dan tahu-tahu kedua tinjunya sudah menjotos ke perut dan dada Dewa Pedang! Dewa Pedang dengan beringas sambuti tinju lawan dengan tinju pula.
“Bukk!”
“Bukk!”
Dua tinju yang mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi samasama beradu dan mengeluarkan suara keras. Akibatnya juga hebat. Tubuh Dewa Pedang terbanting ke belakang! Kalau saja ilmu meringankan tubuhnya tidak sempurna pastilah dia akan terus jatuh duduk atau terjerongkang di lantai panggung. Sebaliknya Si Cawat Gila sendiri kelihatan terpelanting ke belakang sampai satu tombak! Untuk kedua kalinya tokoh silat berotak miring ini jadi terkejut. Yang sudah-sudah bila seorang lawan berani menyambuti dua jotosannya. kalau tidak hancur kedua tangannya pasti akan-terluka tubuhnya di sebelah dalam. Tapi di saat itu dilihatnya Dewa Pedang masih berdiri dan dalam keadaan segar bugar. Hanya kedua tangannya saja yang kelihatan kemerah-merahan!. Mulut Si Cawat Gila berkemak kemik. “Rupanya kau memang ada isi juga huh…!” ujarnya menyeringai buas. Kedua tangannya saling digosok-gosok satu sama lain. Dan sesaat kemudian kedua tangan itu terkepal membentuk tinju dan berwarna biru!,
Dewa Pedang maklum kalau lawan hendak mengeluarkan ilmu pukulannya yang dahsyat Karenanya segera dia bersiap-siap! Para penonton keseluruhannya menahan nafas melihat pertempuran yang bukan main hebatnya ini. Cawat Gila mengangkat kedua tangannya keatas, sejajar dan sama tingginya dengan kepalanya yang bermuka cekung itu. Tampangnya kelihatan semakin angker. “Selama aku memiliki llmu Pukulan Siluman Biru tak satu manusia
pun yang sanggup menahannya! Telah dua ratus empat puluh tokoh-tokoh silat yang mampus di tanganku, kau adalah korban yang ke dua ratus empat puluh, Dewa Pedang!”
Mendengar nama pukulan yang bakal dilancarkan oleh lawannya maka Dewa Pedang lipat gandakan tenaga dalamnya. Dan disaat itulah Si Cawat Gila dengan suara tertawa melengking-lengking menyerbu ke muka! Dua larik sinar biru melesat dan menukik ke bawah ke arah kepala Dewa Pedang. Ketua Partai Telaga Wangi ini cepat berkelit dan balas mengirimkan sodokan siku ke arah tulang iga lawan namun dengan lipatkan lututnya Si Cawat Gila berhasil membuyarkan sodokan siku Dewa Pedang sedang kedua tinjunya kiri dan kanan masih terus menderu deras ke batok kepala Dewa Pedang! Dewa Pedang ragu-ragu untuk menangkis pukulan lawan, karenanya dengan cepat membuang diri ke samping. Dua pukulan Si Cawat Gila lewat menderu di sisinya.
“Braaak … braak!”
Lantai panggung yang terbuat dari papan tebal patah dan pecah kena dihantam angin Pukulan Siluman Biru yang dilancarkan oleh Si Cawat Gila Semua orang meleletkan lidah. Dapatlah dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu pukulan itu. Dewa Pedang sendiri terkejutnya bukan main. Dua tokoh silat yang duduk di antara jejeran para tamu saling berbisik.
”Naga-naganya Ketua Partai Telaga Wangi tak bakal sanggup menghadapi lawannya sampai dua puluh jurus ….”
“Sukar di jajaki memang tingginya ilmu Si Cawat Gila! Tapi Dewa Pedang sendiri agaknya belum mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya.
Meski umur muda tapi jangan terlalu memandang remeh Dewa Pedang ….” balas membisik tokoh silat lainnya.
Pada saat itu di atas panggung terjadi pertempuran sangat seru antara Si Cawat Gila dan Dewa Pedang. Sinar biru dan sinar putih gulung bergulung. Agaknya Dewa Pedang pun sudah mengeluarkan ilmu pukulan yang diandalkannya!
Di saat pertempuran berjalan seru-serunya itu, di saat semua mata hampir tak berkedip memandang ke atas panggung maka terdengarlah pekikan-pekikan dahsyat itu. Dan didetik itu pula mata semuanya menangkap bayangan empat sosok tubuh manusia! “Hentikan pertempuran!” membentak salah seorang dari keempat pendatang itu. Suaranya menggetarkan lembah! Menyirapkan dada setiap yang hadir! Kemudian kelihatanlah empat sosok tubuh gadis berbadan ramping bagus berdiri di atas panggung.
Ketika diperhatikan parasnya maka gemparlah suasana mereka yang hadir! Bagaimana tidak! Keempat gadis berbadan langsing bagus dan berkulit kuning mulus itu memiliki paras-paras yang mengerikan. Paras tengkorak!
* * *
ENAM
Dewa Pedang dan Si Cawat Gila juga dibuat terkejut oleh suara pekikan serta suara membentak memerintah yang menggetarkan lembah itu. Keduanya sama-sama bersurut mundur dan memandang ke samping kanan! Ternyata empat gadis bermuka Tengkorak berdiri di atas panggung. Paras yang menggidikkan itu jelas membayangkan maut.
“Setan kesasar! Apa urusanmu, apa pangkatmu menyuruh kami menghentikan pertempuran, huh?!” kertak Si Cawat Gila pada gadis muka tengkorak yang berdiri paling muka dan berpakaian merah ringkas.
“Monyet ceking kerempeng! Mulutmu terlalu murah menghina! Nyawamu tak aku lepaskan … !” Dan ucapan si muka tengkorak baju merah terpotong oleh suara tertawa membahak dari Si Cawat Gila.
“Berani menghina berani mampus!” katanya.
“Hem. .. rupanya kau.juga kelewat tekebur, monyet ceking!” Si Cawat Gila tertawa lagi gelak-gelak.
“Jika saja kau tahu berhadapan dengan siapa saat ini, pastilah kau akan lari terbirit-birit!”
“Kentut!” maki si pakaian merah marah sekali. Tangan kirinya bergerak mengebutkan lengan bajunya.
“WUTTT!”
Angin laksana badai menggebu ke arah Si Cawat Gila. Mula-mula Si Cawat Gila menganggap enteng dan tertawa-tawa saja menerima pukulan itu. Dengan acuh tak acuh dilambaikannya tangan kirinya untuk melebur serangan lawan. Namun alangkah terkejutnya dia! Lambaian tangannya tak sanggup memusnahkan serangan lawan. Sebaliknya sambaran angin lawan itu membuat tubuhnya tergontai-gontai! Dan jika detik itu dia tidak cepatcepat melompat ke samping, pastilah tubuhnya akan mencelat ke luar panggung!
Si Cawat Gila keluarkan keringat dingin. Parasnya mengkerut. Tenaga dalam si muka tengkorak hebatnya bukan main, pikir laki-laki tua kerempeng itu.
“Muka tengkorak, kau siapakah?!” tanya Si Cawat Gila dengan membentak garang. Yang ditanya tertawa mengekeh:
“Kami adalah iblis-iblis pencabut sukmat! Kau dengar itu … ?! Sekarang terimalah kematianmu!”
“Manusia buruk hina dina! Jangan mimpi di siang bolong!” tukas Si Cawat Gila. Kedua tangannya digosok-gosok dan dengan serta merta menjadi biru! “lblis betina, in! makan pencarianmu!” teriaknya. Si Cawat Gila lancarkan Pukulan Siluman Biru yang dahsyat!
Gadis berpakaian merah memekik nyaring. Tubuhnya melompat enam tombak dan ketika menukik lagi maka dari tangan kanannya melesat selarik sinar hijau yang disusul dengan menyambarnya tiga ekor binatang kala hijau! .
“Kala Hijau!” seru Si Cawat Gila terkejut. Hatinya tergetar. Dewa Pedang dan seluruh manusia yang hadir di situ juga kaget bukan main. Beberapa tokoh silat yang menyadari bahwa ilmu kepandaiannya masih belum sempurna menjadi pucat paras mereka. Sejak dua bulan belakangan ini ”Kala Hijau” telah muncul di dunia persilatan! Kini muncul di hadapan mereka tentu saja semuanya menjadi cemas serta tegang.
Cawat Gila memukul ke muka. Sinar biru Pukulan Siluman Biru menderu. Tapi sudah kasib tiada guna. Salah seekor dari kala hijau telah lebih dahulu menancap dan amblas ke dalam kepalanya. Menyusul kedua dan ketiga! Cawat Gila memekik penuh keseraman. Sebelum tubuhnya rebah Cawat Gila masih berusaha melancarkan serangan “Cengkeraman Naga Atas Langit”. Tapi percuma. Tubuhnya terbanting ke lantai panggung, kelojotan seketika :alu diam kaku tak bergerak lagi! Seruan terkejut dan kegemparan sepe.rti mau merobohkan langit di atas lembah sekitar telaga itu! Namun suasana segera menghening ketika si muka tengkorak pakaian merah membentak buas:
“Manusia-manusia hina dina! Diam semua!” Meskipun semua yang hadir berdiam diri dan menahan nafas melihat munculnya empat gadis muka tengkorak, namun banyak di antara tokoh-tokoh silat yang punya nama besar merasa sangat direndahkan dan dihina. Apalagi mereka dari golongan putih yang memang sudah tak bersenang hati mendengar kemunculan dan kekejaman yang dilakukan oleh keempat manusia itu sejak dua bulan belakangan ini!
Salah seorang dari mereka ialah Brahmana Wingajara yang bergelar “Sepasang Tangan Putih”, seorang tokoh silat yang memiliki lengan dan tangan berwarna putih sekali dan justru pada kedua tangan yang putih inilah terletak kehebatannya. Tanpa menunggu lebih lama sang Brahmana melompat ke atas panggung.
“Babi botak gendut!” bentak si muka tengkorak berpakaian merah. Wingajara memang berbadan gemuk buncit, berkepala botak dgn pendek kontet. Apakah kau juga ingin cepat-cepat mampus berani naik ke atas panggung ini?!” Brahmana Wingajara tertawa tawar. Jawabnya. ” Panggung ini bukan kau yang bikin, bukan pula milikmu! Tuan
rumah sendiri tidak melarang aku naik ke sini, manusia muka setan!” Sebenarnya sebagai Brahmana, Wingajara jarang dan hampir tak pernah memaki orang atau bicara kasar. Tapi saat itu, karena dihina demikian rupa, apalagi di hadapan puluhan tokoh-tokoh silat, kalaplah Brahmana Wingajara sehingga terlepas semprotannya!
Si pakaian merah tertawa mengikik. “Lantas apa maumu datang ke sini?!”
Brahmana Wingajara tak menjawab melainkan berpaling pada para hadirin dan berkata: “Saudara-saudara sekalian, dari apa yang pernah kalian dengar sejak dua bulan belakangan ini! Dari apa yang kita semua saksikan pada hari ini, maka sudah dapat kita bayangkan bersama apa yang bakal menimpa dunia persilatan di masa mendatang, terutama bagi kita golongan putih jika gadis-gadis muka tengkorak setan dajal berhati iblis ini dibiarkan hidup lebih lama ….”
“Tutup mulutmu Brahma tahi kucing! Terima ini!” Si muka tengkorak berpakaian merah menendang ke muka. Angin tendangan ini bukan main dahsyatnya. Sambil berkelit Wingajara pukulkan kedua tangannya ke muka. Asap putih panas menderu menyambar si baju merah! Gadis muka tengkorak ini tersurut mundur lalu dari samping lancarkan serangan ganas! Sinar hijau menderu, tiga kala hijau melesat dan terdengarlah jerit kematian Brahmana Wingajara. Dua dari kala hijau menancap di keningnya Yang ketiga amblas masuk ke dalam mata sebelah kiri!
Sekali lagi suasana diselimuti kengerian dan kegemparan. Dan sekali lagi si merah membentak garang: “Manusia-manusia keparat, diam semua!” Para hadirin terpaku kecut di kursi masing-masing. Melihat naga-naga yang kurang baik ini beberapa di antara mereka berdiri dari kursi. Cepatcepat muka tengkorak pakaian merah berseru “Tak satu orang pun diizinkan meninggalkan tempat ini! Siapa yang berani melakukannya berarti mampus!” Menyaksikan pembunuhan yang bertentangan dengan hati nurani serta jiwa satrianya ditambah lagi dendam kesumatnya terhadap Si Cawat Gila belum lenyap meski manusia itu sudah menjadi bangkai kini, maka Ketua Partai Telaga Wangi maju selangkah ke arah si muka tengkorak.
”Telah dua bulan kudengar kehebatan nama kalian dalam kejahatan dunia persilatan. Sebagai orang-orang dunia persilatan aku menghormati kalian, tapi sebagai golongan hitam jahat yang berhati iblis, aku tidak sudi melihat kalian! Karena itu aku harap segera meninggalkan tempat ini! Aku tak ingin melihat kejahatan dan pembunuhan lebih banyak!”
Si baju merah berpaling pada tiga kawan-kawannya. Keempatnya kemudian tertawa gelak-gelak.
“Ketua Partai Telaga Wangi, kau tak ingin melihat pembunuhan lebih banyak katamu. ..? Tapi apa kau tahu bahwa kau juga bakai mampus di tangan kami, kecuali ….”
“Kecuali apa … ?!” potong Dewa Pedang.
“Kecuali jika kau dan seluruh anggota Partaimu mau berlutut dan masuk ke dalam Partai yang bakal kami dirikan yaitu Partai Lembah Tengkorak!”
Dewa pedang mendengus dan menjawab: “Manusia-manusia macam aku sampai mati sekali pun tiada sudi berlutut terhadap kalian! Apalagi masuk Partai durjana kalian! Kalau mau cari anggota Partai, carilah ke liang neraka! Di sana pasti banyak manusiamanusia bertampang macam kalian dan bersedia masuk Partai kalian!”
Keempat gadis muka tengkorak itu tertawa gelak-gelak. “Ketua Partai Telaga Wangi,” kata muka tengkorak yang berpakaian hitam, “Kau andalkan apakah berani bicara demikian?!”
“Mungkin dia punya nyawa rangkap!” kata yang berbaju biru.
“Betul, satu nyawa manusia, satu lagi nyawa anjing!” menimpali si baju merah. Dan keempat manusia itu kemudian tertawa lagi gelak-gelak! Dihina demikian, Dewa Pedang masih bisa menahan luapan amarahnya. Namun tidak demikian dengan isterinya.
“Perempuan setan! Bicaramu terlalu menghina dan terlalu tekabur! Jaga kepalamu!” Satu sambaran pedang menderu di muka hidung si baju merah, membuat gadis muka tengkorak ini terkejut dan tersusur lima tindak!
“Akh perempuan cantik … kau tentu isteri Ketua Partai Telaga Wangi.” kata si muka tengkorak baju merah. “Terhadapku tak usah bersikap garang! Bagusnya ajak lakimu dan anggota-anggota Partai untuk masuk ke dalam Partai kami dan kalian semua pasti selamat dari kematian”
“Batang lehermu yang harus diselamatkan lebih dahulu, perempuan durjana!” teriak Suwita. Pedang peraknya menyambar ganas ke arah si baju merah. Yang diserang menyambuti dengan suara tertawa mengikik.
“Perempuan tak tahu diri!” maki si baju merah seraya mengelak ke samping dan berseru pada kawannya:
“Kala Biru cepat selesaikan perempuan tolol ini!” Gadis muka tengkorak yang berpakaian biru melompat ke muka menghadang Suwita. Namun dari belakang isteri Dewa Pedang melompat pula seseorang menghadapi Kala Biru. Orang ini bukan lain daripada lndrajaya putera tertua Dewa Pedang!
“Aku lawanmu, gadis muka setan hati iblis!” bentak Indrajaya. Bola mata Kala Biru berputar dan berkilat melihat kegagahan paras pemuda yang berdiri di hadapannya. Diam-diam hatinya tertarik. Kala Merah yaitu gadis muka tengkorak yang berpakaian merah, mengetahui hal ini dan cepat membentak.
“Kala Biru, lekas laksanakan apa yang aku bilang! Pemuda itu harus mampus dalam satu jurus!” Dalam malang melintang di dunia persilatan guna mencapai rencana yang ditugaskan gurunya yaitu hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka Kala Merah yang memang lebih tinggi setingkat ilmunya dari tiga kawan-kawannya yang lain, bertindak sebagai pimpinan. Kala Biru mengeluh dalam hati. Hatinya iba juga melihat pemuda segagah lndrajaya harus menemui kematian di tangannya. Tapi bila dia ingat bentakan Kala Merah serta ingat pesan orang yang tidak sudi memasuki Partainya atau coba membangkang, maka rasa iba itu dengan serta merta menjadi lenyap.
Dengan memekik keras Kala Biru menyerang Indrajaya. Si pemuda kiblatkan pedangnya menyambuti serangan itu. Tapi Kala Biru bukanlah tandingan Indrajaya. Sebelumnya sudah disaksikan oleh semua mata bagaimana Kala Merah yang ilmunya satu tingkat saja lebih tinggi berhasil merubuhkan Si Cawat Gila serta Brahmana Wingajara dalam satu jurus maka dapatlah diramalkan bahwa lndrajaya betul-betul akan menemui ajalnya dalam satu jurus pula!
Demikianlah, meski dalam setengah jurus pertama itu Indrajaya dapat mengurung serta menekan lawan dengan permainan pedangnya yang cepat dan sebat, namun ketika Kala Biru mengangkat tangan kanannya tinggitinggi ke atas dan memukulkannya ke depan, ketika kala-kala hijau menghambur ke arah kepala pemuda itu, maka lndrajaya menjadi gugup. Dalam kegugupannya ini dicobanya merambas tiga ekor kalajengking yang menyerangnya dengan tebasan pedang, namun terlambat sudah! Dua ekor kala hijau menancap di keningnya. Yang ketiga di pipi kiri! Lndrajaya meraung keras. Tubuhnya rebah ke lantai papan. Sebelum meregang, nyawanya pemuda ini masih sanggup melemparkan pedang ke arah Kala Biru tapi dengan satu lambaian tangan kiri saja maka pedang itupun mental!
Dendam kesumat yang bergejolak serta amarah murka yang membakar hati akibat kematian puteranya Jayengrana belum lagi putus, kini puteranya yang tertua menemui ajalnya pula dengan cara yang mengenaskan begitu rupa maka kalaplah Dewa Pedang.
“Sreeet!”
Ketua Partai Telaga Wangi itu mencabut pedangnya. Sinar putih pedang bertabur menyilaukan mata.
“Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini hidup-hidup, Kala Biru!” bentak Dewa Pedang. Di belakang Dewa Pedang, Suwita, Bradjasastra dan Pengurus Partai Klabangsongo melompat ke muka, tanpa banyak cerita mereka segera menerjang tiga gadis muka tengkorak lainnya yaitu Kala Merah, Kala Putih dan Kala Hitam. Maka terjadilah pertempuran yang seru di atas panggung. Namun keseruan itu tidak berjalan lama. Segera digantikan dengan kengerian! Tiga larik sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan maut Suwita, Indrajaya serta Brajasastra! Ketiga orang ini terkapar di lantai panggung. Masing-masing kepala mereka ditancapi kala hijau beracun!
Dewa Pedang yang saat itu dengan ilmu pedang serta jurus-jurus yang lihai mematikan dan tengah mendesak hebat Kala Biru dalam permulaan jurus kedua, melihat kematian isteri serta putera bungsu yang paling disayanginya menjadi kalap luar biasa! Kekalapan ini membuat dia lupa diri dan mengamuk membabi buta. Pedangnya berkiblat ganas kian kemari tapi tanpa perhitungan sama sekali! Ketika taburan sinar hijau dan tiga ekor kelabang hijau beracun menderu ke arahnya, hanya satu saja dari binatang elmaut itu yang sanggup dielakkannya. Dua ekor lainnya menyambar dan menancap di kepalanya!
Ketua Partai Telaga Wangi terhuyung-huyung. Matanya mendelik menahan sakit yang luar biasa. Tiba-tiba dia meraung dan menyerbu ke muka! Pedangnya berkelebat! Serangannya yang tiba-tiba sungguh tidak diduga oleh Kala Biru. Gadis muka tengkorak ini melompat dengan cepat namun tak urung bajunya kena juga tersambar sehingga robek!
“Setan alas!” rutuk Kala Biru. Pada saat tubuh Dewa Pedang meliuk dalam meregang nyawa, Kala Siru hantamkan tendangannya ke perut Dewa Pedang. Tak ampun lagi Ketua Partai yang belum lagi satu hari didirikan itu mencelat mental, masuk ke dalam telaga! Pengurus Partai Telaga Wangi daerah Utara berseru memerintah pada dua orang anggota Partai:
“Lekas ambil jenazah Ketua dan selamatkan ke hutan!” Dua anggota Partai segera hendak melompat ke dalam telaga tapi terhalang oleh bentakan Kala Merah: “Siapa yang berani bergerak akan mampus!”
Pengurus Partai tadi yaitu Jambakrogo melompat ke hadapan Kala Merah. “Kekejamanmu melewati takaran manusia iblis! Kupasrahkan selembar nyawaku untuk mencincang kau … !” Habis berkata begitu Jambakrogo lancarkan serangan pedang, dua tendangan serta satu jotosan! Kehebatan serangan ini tak bisa dianggap remeh! Namun justru Kala Merah tidak pandang sebelah mata. Sekali tangan kanannya bergerak, sekali larikan sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan Jambakrogo, nyawanya putus! Tiga pengurus Partai yaitu yang tadi sudah sama-sama kena terpukul pingsan oleh Si Cawat Gila dan Nenek Kelewang Merah dan saat itu masih berada dalam keadaan terluka tiada ambil perduli lagi keadaan diri masingmasing. Ketiganya menyerbu ke muka.
Klabangsongo berseru: “Seluruh anggota Partai lekas bentuk barisan – telaga maut!” Mendengar ini anggota Partai Telaga Wangi yang memang sudah sejak tadi menahan kegeramannya dan ingin lekas-lekas turun tangan, segera bergerak membentuk barisan yang dinamakan Telaga Maut. Barisan ini berbentuk lingkaran dan terdiri dari lima lapis.
Karena Partai Telaga Wangi belum lagi dikenal maka semua yang hadir di situ tak mengetahui sampai di mana kehebatan barisan “Telaga Maut” itu! Di samping itu sebagian besar dari para tamu tidak lagi memperdulikan apa yang terjadi dan bakal terjadi di atas panggung. Dalam kekacaubalauan di atas panggung itu mereka mencari kesempatan untuk meninggalkan tempat itu. Namun begitu mereka berdiri dan bergerak, terdengarlah bentakan Kala Hitam.
“Berani meninggalkan tempat ini, berani mampus!” Orang-orang yang hendak berlalu itu tertegun seketika. Tapi sekelompok di antaranya tiba-tiba berhamburan dan kabur. Kala Hitam dan Kala Merah yang berada di ujung panggung dan paling dekat dengan orang-orang itu membentak nyaring. “Mampuslah!” teriak mereka. Dua gelombang sinar hijau menyambar. Maka terdengarlah pekik-pekik maut. Keseluruhan kelompok hendak melarikan diri itu terkapar di tanah, tak satu pun yang hidup! Yang menyaksikan berdiri dengan lutut gontai!
“Siapa yang mau kabur lagi, silahkan!” berseru Kala Merah. Tak ada yang berani bergerak. Namun ini bukan berarti bahwa semua tamu yang hadir itu merasa jerih terhadap Kala Merah dan kawan-kawannya.
Beberapa tokoh sengaja, menahan kegeraman mereka sampai saat di mana mereka merasa tepat untuk maju!
Tiba-tiba di atas panggung terdengar teriakan-teriakan keras! Ternyata barisan “Telaga Maut” sudah mulai bergerak. Lingkaran sinar putih kelihatan bergulung-gulung mengurung keempat gadis bermuka tengkorak itu dengan sangat dahsyatnya!
Keempatnya mula-mula sama menganggap remeh barisan itu. Sekali mereka menggerakkan tangan maka mampuslah semua pengurung itu, pikir mereka. Namun ketika mereka terdesak hebat dan hendak melancarkan serangan “Kala Hijau” segera mereka ketahui bahwa dikurung demikian rupa, tak mungkin bagi mereka untuk mengangkat tangan tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke muka!
Keempatnya kaget dan hanya ketinggian ilmu mengentengi tubuh mereka sajalah yang dapat menyelamatkan mereka dari arus pedang yang dahsyat laksana gelombang melanda karang itu! Meskipun dapat bertahan namun lama-lama keempatnya merasa khawatir juga. Keempatnya diamdiam mencari siasat dan begitu mereka berhasil mengetahui kelemahan barisan “Telaga Maut” itu maka dengan cepat keempatnya melancarkan serangan terpusat pada dua orang anggota barisan!
Dua pekikan terdengar merobek langit. Dua sosok tubuh anggota barisan “Telaga Maut” mencelat ke udara, jatuh di tanah tanpa nyawa. Dengan demikian maka bobollah kehebatan barisan yang sangat diandalkan oleh Partai Telaga Wangi itu. Sekelompok demi sekelompok mereka terguling tanpa nyawa! Pada saat Kala Merah dan kawan-kawannya
terkurung rapat oleh barisan “Telaga Maut” maka sebagian besar dari para tamu yang merasa tidak aman dan tak punya harapan bila melakukan perlawanan terhadap Kala Merah serta kawan-kawannya segera meninggalkan tempat itu. Namun tokoh-tokoh utama lainnya tetap duduk di tempat mereka, Terutama tokoh-tokoh silat kalangan putih yang bersahabat baik dengan Dewa Pedang almarhum. Kini di atas panggung kelihatan pemandangan yang betul-betul mengerikan. Puluhan tubuh manusia terkapar tanpa nyawa. Ada yang hancur kepalanya, ada yang robek perutnya atau
melesak dadanya tapi yang paling banyak ialah yang mati akibat “Kala Hijau” beracun yang dilepas oleh keempat gadis bermuka tengkorak yang haus jiwa manusia itu!
* * *
TUJUH
Di atas panggung Partai Telaga Wangi yang kini Cuma tinggal nama saja Kala Merah berdiri bertolak pinggang menghadapi para hadirin yang kini hanya tinggal separoh saja lagi.
“Mana yang lain-lainnya?!” tanya Kala Merah membentak. Sepasang matanya membeliak. Tapi tak ada satu pun dari yang hadir yang memberikan jawaban. Kala Merah menyapu rnereka dengan Pandangannya yang tajam. Melihat kepada sikap Orang-orang itu dan melihat bagaimana mereka masih punya nyali untuk mendiamkan Pertanyaannya, Kala Merah maklum bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh silat berkepandaian tinggi. Namun ini tidak mengejutkan hatinya. Malah sebaliknya Kala Merah menjadi gembira dapat berhadapan dengan tokoh-tokoh kawakan dunla persilatan itul
“Kerbau-kerbau dogol, apa kalian tidak Punya mulut?! Orang bertanya didiamkan saja? Atau mungkin tuli semua?!”
Mendadak terdengar suara tertawa rnengekeh dari panggung sebelah Barat. “Kala Merah, jika kau punya nyali, turunlah!”
Kala Merah dan kawan-kawannya tentu saja kaget sekali dan memandang ke jurusan Barat tapi tak dapat mengetahui siapa adanya orang yang bicara itu karena dia mempergunakan ilmu memindahkan suara!
”Keparat pengecut, berani menantang berani unjukkan diril” bentak Kala Merah penasaran.
Terdengar lagi suara tertawa mengekeh.
“aku akan unjukkan diri bila kau bersedia bertempur dengan membuka kedok tengkorakmu!”
Mata Kala Merah membeliak. Darahnya tersirap. Demikian juga dengan Kala Hitam. Kala Putih dan Kala Biru. Rupanya Manusia yang bersuara itu selain sakti juga mengetahui rahasia kedok tipis yang mereka pakai! Karena geramnya Kala Merah hantamkan pukulan “Kala Hijau” ke bagian panggung sebelah Barat itu! Jerit kematian terdengar di bagian situ!
Enam tokoh silat golongan putih dan dua golongan hitam roboh terjerongkang dari kursi masing-masing. Jika belum juga unjukkan diri, semua yang ada di sini akan kubikin minggat ke akhiratl” ancam Kala Merah.
“He… he … enaknya kalau bicara!” terdengar jawaban Orang yang tak kelihatan dan tak diketahui di mana beradanya itu. “Kesaktianmu memang patut dikagumi perempuan-perempuan iblis Kejahatan mu melewati batas! Dunia persilatan akan bersatu menghancurkanmu! Sekalipun kalian punya sepuluh nyawa, kalian tak bakal dapat hidup lama!”
“Kentut!” bentak Kala Merah gusar sekali.
“Kalau aku kentut, kalian adalah tahinya!” terdengar Suara tertawa mengekeh. Kedua tinju Kala Merah dan kawan-kawannya sama terkepal erat, tapi kepada siapakah mereka akan turun tangan? Tak sedikit pun mereka tahu dari mana sebenarnya datang suara itu dan siapa adanya orang yang bicara!
Kala Biru mendekati Kala Merah dan berbisik:
” Kakak Kala Merah tak usah perdulikan manusia keblinger itu. Sebaiknya kita mulai saja urusan dengan semua yang hadir di sini.”
Kala Merah mengangguk. Dia berdiri di tepi Panggung sebelah muka dengan bertolak pinggang. Setelah menyapu paras semua yang hadir dengan sepasang matanya yang tajam menyorot itu maka dia pun membuka mulut. Suaranya nyaring lantang dan mengumandang ke seluruh pelosok lembah. “Semua Yang hadir, dengar baik-baik! Pada hari dua belas bulan dua belas yang akan datang di Lembah Tengkorak kami akan mendirikan Partai baru yang dinamakan Partai Lembah Tengkorak! Semua kalian yang ada di sini musti masuk menjadi anggota Partai! Siapa berani menolak berarti mati!”
Suasana sehening di pekuburan beberapa lamanya. Tiba-tiba terdengar lagi suara mengekeh tadi. “Perempuan iblis! Kalian kira kami ini semua domba-domba tolol yang mau digiring seenaknya saja?! Persetan dengan Partaimu! Siapa sudi masuk anggota Partaimu! Kalau mau cari anggota, pergilah naik ke puncak Gunung Merapi lalu buang dirimu ke dalam kawahnya! Mengerti…?! He … he … he….!”
Empat murid Dewi Kala Hijau itu kertakkan rahang masing-masing. Kegeraman mereka sudah tak bisa dikendalikan lagi Tapi kepada siapa mereka musti turun tangan?!
“Kakak Kala Merah, teruskan saja bicaramu. Nanti bangsat bermulut besar itu akan kita ketahui juga siapa adanya!” Lagi-lagi Kala Biru memberi nasihat pada saudara-saudara seperguruannya itu. Maka Kala Merah pun meneruskan ucapannya.
“Kalian sudah saksikan sendiri apa akibat bagi manusia-manusia yang tidak mau mematuhi kehendak kami! Karenanya kalian semua lekas naik ke atas panggung, berlutut dan bersumpah sedia memasuki Partai Lembah Tengkorak!”
Sampai setengah menit lamanya, tak satu pun daripada yang hadir melakukan apa yang diperintahkan itu. Maka marahlah Kala Merah. “Kalau begitu kalian minta mampus semua!” bentak Kala Merah. Dia memberi isyarat pada ketiga saudara seperguruannya. Maka keempatnya kemudian serentak menaikkan tangan kanan tinggi-tinggi ke udara.
Tiba-tiba dari tengah-tengah bawah panggung berdirilah dua manusia berjubah putih. Melihat kepada tampang-tampang mereka nyatalah bahwa keduanya beradik kakak. Yang di sebelah kanan mengangkat tangannya.
“Kalian berdua mau apa?” tanya Kala Merah.
“Malang tak dapat dihindar, untung tak dapat diraih! Kami berdua hanya inginkan nyawamu dan nyawa tiga gadis-gadis iblis lainnya itu!” menjawab laki-laki berjubah putih yang mengangkat tangan tadi. Suaranya menggetarkan lembah tanda tenaga dalamnya tinggi sekali. Kala Merah kerenyitkan keningnya lalu tertawa gelak-gelak.
“Kalau kau tidak buta tentu otakmu miring! Apa masih belum melihat bangkai-bangkai yang berkaparan di tempat ini?!”
“Tentu:.. tentu saja kami lihat! Justru kami inginkan nyawa kalian adalah karena roh-roh busuk kalian tengah ditunggu-tunggu oleh roh sekian banyaknya manusia yang telah kalian binasakan … !”
Meledaklah kemarahan Kala Merah. “Cepat katakan siapa kalian berdua supaya cepat pula kuberi jalan,kematian!”
Kedua orang berjubah putih itu tertawa dingin. Sementara itu Kala Merah sudah mengangkat kembali tangan kanannya tinggi-tinggi, sedang tokoh-tokoh silat yang lain bersiap-siap menunggu segala kemungkinan.
“Cepat terangkan nama kalian! Atau kalian akan mampus percuma!” membentak lagi Kala Merah. Kedua orang berjubah putih tiba-tiba sama menggerakkan tangan kanannya ke balik jubah. Sesaat kemudian keduanya telah memegang masing-masing sebuah rujung emas.
“Akh … kiranya kalian adalah Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi! Nama besar kalian memang ada kudengar. Tapi hari ini kau tak bakal lagi dapat kembali ke Banyuwangi! Takdir sudah menentukan bahwa ajalmu lepas di sini!”
“Jangan kelewat tekebur, Kala Merah! Mungkin kepalamu yang akan kuhancurkan lebih dahulu dengan Ruyung ini!” kata Sepasang Ruyung Emas yang berdiri di sebelah kanan. Namanya Teggil Tantra. Rekannya yang berdiri di sebelah kiri bernama Situwara. Untuk daerah JawaTimur nama dan julukan sepasang pendekar golongan putih ini memang sudah tidak asing lagi!
Kala Merah bersuit keras. Tubuhnya melayang ke bawah panggung. “Kalian maju sendiri-sendiri atau berdua sekaligus?!” bentaknya begitu sampai di hadapan Sepasang Rujung Emas. Sepasang Eujung Emas memberikan jawaban dengan serhuan yang dahsyat. Tubuh mereka tak kelihatan bergerak tapi tahu-tahu dua sebetan ruyung yang memancarkan sinar kuning emas telah menyambar ke muka hidung Kala Merah! Gadis muka tengkorak ini sampai tersurut lima langkah ke belakang. Tapi sepasang Ruyung Emas di tangan Situwara dan Teggil Tantra berkelebat pula
memburunya!
Dalam waktu yang singkat dua jurus telah dilancarkan oleh tokohtokoh silat Jawa Timur itu. Permainan silat serta jurus-jurus serangan Ruyung mereka merupakan ilmu yang aneh dan banyak sekali pecahanpecahannya. Angin menderu, dan tubuh ketiga orang yang bertempur itu hanya merupakan bayang-bayang saja! Jika saja Kala Merah mempunyai kesempatan untuk mempergunakan tangan kanannya mengeluarkan ilmu “Kala Hijau” yang sangat diandalkan, maka dalam satu jurus kedua jago silat itu mungkin sudah kojorl Tapi setiap dia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, maka setiap kali itu pula salah satu dari Ruyung menyambar ke arah tangannya sehingga sebelum maksudnya kesampaian, dia terpaksa tarik pulang kembali serangannya!
Jurus ketiga dan keempat Kala Merah dibikin sangat repot Memasuki jurus yang kelima tiba-tiba terdengarlah suitannyal Tubuhnya lenyap. Dua jurus dia bergerak cepat mengirimkan serangan-serangan kilat, namun hasilnya sia-sia belaka saja! “Manusia-manusia keparat!” maki Kala Merah dalam hati. Sekali lagi dia memekik. Tubuhnya Ienyap lagi dan tahu-tahu sudah ke luar lima tombak dari kalangan pertempuran!
Situwara dan Teggil Tantra memburu tapi kali ini jarak mereka dengan sasaran terlalu jauh sehingga Kala Merah yang sengaja mencari kesempatan ini mempunyai peluang untuk melancarkan serangan “Kala Hijau”. Teggil Tantra yang berada agak ke muka membabat dengan Ruyung emasnya ketika melihat selarik sinar hijau menyambar ke arahnya! Seekor dari tiga kala hijau yang menyerangnya hancur lebur dihantam Ruyung emas.
Kala Hijau yang kedua berhasil dielakkannya. Tapi menghadapi kala yang ketiga, tokoh silat ini menjadi gugup! Teggil Tantra menjerit! Ruyung emasnya terlepas dan kedua tangannya menutupi mukanya yang bermandikan darah akibat tancapan kala hijau pada kening antara kedua matanya! Begitu racun binatang maut itu masuk ke dalam darahnya maka tergelimpanglah dia! Nyawanya putus pada detik tubuhnya mencium tanah!
“Kakak Kala Merah awas!” terdengar seruan Kala Hitam.
“Sreeet!” Lengan pakaian Kala Merah robek tersambar Ruyung Emas Situwara yang saat itu menjadi kalap beringas melihat kematian saudara kandungnya. Satu jurus dia menggempur hebat Kala Merah. Tapi pada ujung jurus itu nasibnya tiada beda dengan Teggil Tantra. Dua kala hijau menancap di mukanya, satu di tenggorokan! Maka tamatlah riwayat Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi!
Tokoh-tokoh silat golongan hitam yang menyadari bahwa ilmu kesaktian mereka masih berada di bawah kedua tokoh silat itu menjadi ngeri dan gelisah di kursi masing-masing. Tiba-tiba dua di antaranya melompat dan melarikan diri!
“Kurang ajar! Berani kabur ya?!” bentak Kala Hitam, Tangan kanannya bergerak! Sinar hijau melesat. Maka tergelimpanglah kedua tokoh golongan hitam itu!
“Siapa lagi yang mau coba-coba ambil langkah seribu, silahkan!” bentak Kala Hitam.
“Perempuan-perempuan iblis! Dosa kalian tidak berampun! Hadapi golok panjangku!” Mendadak terdengar satu bentakan. Suara bentakan itu belum lagi habis tahu-tahu telah berkilat sinar biru melanda Kala Merah!
“Edan betull Siapa lagi ini yang mau minta mampus”” hardik Kala Merah. Dipukulkannya tangan kirinya ke depan Serangkum angin deras menyambar penyerangnya, membuat yang menyerang itu tergontai-gontai seketika dan agak lamban gencaran goloknya! Namun dengan robah ilmu goloknya dengan jurus-jurus aneh maka kembali si penyerang yang masih tak kelihatan jelas tampangnya karena cepat sekali gerakannya itu, dapat mendesak Kala Merah ke ujung
panggung!
“Setan betul!” maki Kala Merah. Kedua tangannya terkembang ke muka. Jari-jari menekuk membentuk cengkeraman.
* * *
DELAPAN
”Cengkeram Kala Hijau!” seru si penyerang lalu menabas dengan golok panjangnya. Kala Merah tertawa meringkik.
“Akh … !”
Terdengarlah erangan si penyerang. Ketika dia melompat ke luar dari kalangan pertempuran maka baru bisa dikenali siapa dia adanya! Manusia ini adalah tokoh silat dari Utara yang berjuluk “Si Golok Sakti”. Mukanya kelihatan bergurat-gurat dan berlelehan darah akibat cakaran kala hijau yang dilancarkan oleh Kala Merah. Sakitnya bukan main. Seluruh mukanya sampai ke leher seperti dibakar!
“Sebaiknya kau segera bunuh diri saja, Golok Sakti!” ejek Kata Merah. Si Golok Sakti tidak menjawab. Mulutnya kelihatan komat kamit. Tiba-tiba dia berseru nyaring! “Lihat golok!”
Dan semua orang termasuk tiga gadis muka tengkorak saudara seperguruan Kala Merah menjadi keheranan melihat Kala Merah mencakmencak sendirian, memukul dan mencakar kian kemari sedang Si Golok Sakti tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak dan mulutnya terus juga komat kamit! Di samping lihai dalam ilmu silat maka Si Golok Sakti juga mendalami ilmu sihir. Dengan ilmu sihirnya itu dia telah menipu pandangan mata Kala Merah. Kala Merah seakan-akan melihat bahwa lawannya tengah menyerangnya lalu bergerak cepat kian kemari, memukul dan mengelak!
Melihat hal ini saudara seperguruannya yaitu Kala Hitam cepat berseru: “Kakak Kala Merah, awas jangan tertipu! Bangsat itu mempergunakan ilmu sihir!” Mendengar ini Kala Merah beringas setengah mati. Dihentikannya gerakannya. Tiba-tiba Si Golok Sakti menerjang ke muka. Golok panjang menyambar, angin deras melesat dari telapak tangan kiri! Kala Biru kini yang berteriak memberi peringatan! Pada saat itu sudah terlalu singkat bagi Kala Merah untuk mengelak! Tanpa pikir panjang Kala Biru naikkan tangan kanan dan memukul ke depan.
“Curang … !” teriak Si Golok Sakti. Goloknya diputar laksana titiran tapi dua ekor kala hijau telah melesat melewati putaran golok dan menghantam mukanya! Si Golok Sakti terhuyung-huyung lalu roboh ke tanah tanpa nyawa!
“Siapa lagi yang ingin mampus cepatlah majukan diri!” seru Kala Merah. Dia melangkah ke muka. Dengan geram ditendangnya tubuh Si Golok Sakti hingga mental ke atas panggung, terhampar di antara mayatmayat anggota Partai Telaga Wangi! Mendadak terdengar suara tarikan nafas aneh!
“Kejahatan kalian sudah punya! Dosa sebesar gunung kalian sudah pikul. Tapi rupanya juga kalian memiliki kecurangan! Manusia-manusia dajal! Sudah tiba saatnya kalian harus mampus!” Suara itu adalah suara manusia yang tidak kelihatan tadi. Tapi kali ini rupanya dia tidak menyembunyikan diri lebih lama karena begitu ucapannya berakhir maka yang punya diri sudah melompat ke hadapan Kala Merah dan gadis-gadis muka tengkorak lainnya!
Melihat siapa adanya manusia ini yang bukan lain si tua renta berjuluk “Sepuluh Jari Malaikat”, maka besarlah kembali nyali para hadirin yang masih ada di tempat itu! Siapa yang tak akan kenal dengan “Sepuluh Jari Malaikat”?
Selama dua puluh tahun kakek-kakek tua renta itu telah merajai dunia persilatan di JawaTimur. Dan bila hari ini dia muncul pastilah keempat bergundal-bergundal pencabut nyawa itu akan dibikin ludas musnah!
Tapi rupanya keempat gadis muka tengkorak itu masih belum tahu dengan siapa mereka berhadapan. Kala Merah memperhatikan paras kakekkakek tua yang agak bungkuk di hadapannya itu. Sepuluh Jari Malaikat berparas licin polos, rambutnya putih panjang sampai ke bahu seperti rambut perempuan, alis mata, kumis serta janggutnya juga putih! Bahkan sepasang bola matanya juga putih laksana marmer!
Tergetar juga hati Kala Merah melihat pandangan mata si kakek tua! “Hemmm m… akhirnya kau munculkan diri juga, huh?'” decah Kala Merah. Sepuluh Jari Malaikat tertawa rawan.
“Kebenaran akan selalu muncul untuk memusnahkan kejahatan…..”
“Tak usah bicara bahasa tinggi. Sebutkan cara mati yang bagaimana yang kau inginkan tua renta?!” Sepuluh Jari Malaikat tertawa mengekeh. Mulutnya hanya sedikit yang terbuka tapi suara kekehannya mengumandang dan menggetari seluruh lembah!
“Kakak Kala Merah ….” Kala Hitam berkata dengan ilmu menyusupkan suara.
“Hati-hati terhadap kunyuk tua ini, agaknya dia memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi! Perhatikan jari-jari tangannya yang paling panjang-panjang! Kalau aku tidak salah duga, kunyuk tua ini pastilah Sepuluh Jari Malaikat ….”
Kala Merah terkejut dan melirik pada jari-jari tangan kakek-kakek tua di hadapannya. Jari-jari itu panjang sekali, hampir dua kali lebih panjang dari jari-jari yang biasa! Dari gurunya Kala Merah serta ketiga saudarasaudara seperguruannya itu dulu pernah diberitahu tentang tokoh-tokoh silat utama di tanah Jawa. Seorang di antaranya ialah yang berjuluk “Sepuluh Jari Malaikat” yang merajai dunia persilatan.di Jawa Timur!
“Sepuluh Jari Malaikat, mengetahui siapa kau adanya dan memandang kepada nama besarmu, maka kami berempat atas nama guru Dewi Kala Hijau bersedia mengampunimu! Kuharap kau mau segera menyatakan diri masuk ke dalam Partai kami ….”
Meledaklah tertawa Sepuluh Jari Malaikat. Kedua tangannya dinaikkan ke atas. Kala Merah dan saudara-saudara seperguruannya bersiapsiap.
“Perempuan iblis, dengar!” Sepuluh Jari Malaikat buka suara. “Aku memang tak keberatan masuk ke dalam partaimu, tapi sepuluh jari-jari tanganku ini pasti tidak mau diajak ikut-ikutan bersama kalian, apalagi masuk Partai kalian!”
marahlah Kala Merah. ”Kalau begitu mampus adalah yang paling baik buatmu!” teriak Kala Merah. Tangan kanannya laksana kilat naik ke atas lalu dipukulkan ke muka! Sinar hijau menyambar. Tiga binatang kala berwarna hijau melesat! Segenap yang masih hadir membuka mata lebar-lebar, ingin menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Tiba-tiba Sepuluh Jari Malaikat membentak nyaring! Tubuhnya berkelebat ke samping. Sinar dan kala hijau lewat di sampingnya. “Perempuan iblis!” terdengar suara Sepuluh Jari Malaikat dalam kelebatan itu.
“Aku tidak suka bertempur dengan lawan yang menyembunyi-kan mukanya di balik topeng! Coba kulihat dulu parasmu!” Habis berkata begitu Sepuluh Jari Malaikat berkelebat lagi dan. …
“Bret!”
Suara ini disusul oleh suara seruan tertahan Kala Merah! Topeng tengkorak tipis yang menutupi mukanya robek dan tanggal! Terkejutlah semua orang yang ada, termasuk Sepuluh Jari Malaikat sendiri! Siapa yang menyangka kalau perempuan bertopeng tengkorak dan berhati sejahat iblis itu ternyata adalah seorang gadis berparas cantik jelita?!
Kala Merah sendiri kagetnya bukan main. Mukanya pucat oleh sirapan darah, tapi kemudian kekalapannya pun muncul! “Setan alas! Terima kematianmu!” bentak Kala Merah. Gadis ini menyerbu ke muka. Kedua tangannya naik ke atas dan turun lagi secepat kilat! Dua larik sinar hijau menderu dan puluhan kala hijau melesat dari kedua telapak tangan Kala Merah!
“llmu terkutukmu ini boleh kau pamerkan pada orang lain! Terhadapku kau bisa cilaka sendiri!” ejek Sepuluh Jari Malaikat. Sepuluh jari-jari tangannya dipentang lebar-lebar lalu dihantamkan ke muka! Dua gelombang angin laksana topan prahara memapas dua larik sinar hijau! Puluhan kala hijau yang menyerang ke arah Sepuluh Jari Malaikat tertahan sejenak lalu menderu membalik menyerang Kala Merah dengan dahsyatnya! Kala Merah menjerit keras!
Selama dilepas oleh gurunya, selama malang melintang di dunia persilatan dalam memenuhi tugas yang dipikulkan gurunya yakni mendirikan Partai Lembah Tengkorak, selama dia menghadapi musuhmusuh perkasa, selama itu pula dia terus-menerus telah menyebar maut, menyerang lawan-lawannya dengan ilmu “Kaia Hijau” yang sangat dahsyat
itu! Tapi hari ini senjata itu membalik menyerangnya sendiri!
“Mampuslah kau iblis terkutuk!” teriak orang banyak.
“Kurang ajar!” terdengar bentakan Kala Hitam. “Berani menyumpahi!” Sekali dia lepaskan ilmu kala hijau ke arah
orang banyak yang tadi menyumpahi kemampusan bagi kakak seperguruannya maka terdengarlah pekik-pekik kematian!
Sementara itu meskipun agak gugup namun dengan ilmu mengantengi tubuhnya- yang tinggi Kala Merah melompat tujuh tombak ke udara. Kalakala hijau yang menyerangnya lewat di bawah kaki. Dari atas gadis ini menukik ke bawah laksana seekor rajawali dan sekali lagi melepaskan pukulan ilmu Kala Hijau kepada Sepuluh Jari Malaikat dan kali ini serangannya itu datang dari belakang!
Sepuluh Jari Malaikat mendengus. “Terhadap orang lain kau bisa berlaku curang, gadis iblisl” bentaknya. “Tapi terhadapku jangan cobs-coba!” Tokoh lihai ini lambaikan kedua tangannya. Puluhan kala-kala hijau yang menyerangnya luruh hancur ke tanah, Sekejapan kemudian kedua tangan itu telah membentuk cengkeraman dan menyerang dalam satu jurus aneh! Meski Kala Merah sempat juga mengelakkan cengkeraman lawan namun dia tak dapat menghindar-kan bajunya dari kerobekan!
“Keparat edan!” maki Kala Merah sambil menurupi dada bajunya yang robek. Kedua kakinya menerjang ke muka. Tangan kiri mengebut dan tanyan kanan kembali mengirimkan Pukulan Kala Hijau yang dahsyat. Jurus kaki menendang, tangan kiri mengebut dan tangan kanan memukul itu adalah iurus yang dinamakan “Empat Elmaut Berebut Korban”.
Sepuluh Jari Malaikat terkejut juga melihat kehebatan serangan ini. Sambil mendorongkan tangan kiri ke muka menolak serangan kala-kala hijau beracun maka orang tua berambut putih macam perempuan ini melompat ke kiri, geserkan kedua kaki ke muka, lalu dalam keadaan mengapung di udara lancarkan satu tendangan dari samping ke arah tulangtulang iga sebelah kanan Kala Merah! Tapi jurus “Empat Elmaut Berebut Korban” itu nyatanya mempunyai jurus-jurus pecahan karena begitu diserang lawan Kala Merah bukannya berkelit bahkan memburu lagi dengan serangan! Dua tendangan lagi menderu, dua pukulan menggebu, pasir beterbangan, angin menggelombang! Sepuluh Jari Malaikat kembali menerima empat serangan sekaligus! Sepuluh Jari Malaikat menggeram dalam hati. Dia bergerak dengan cepat, Dua tendangan dapat dielakkannya, satu pukulan dikelit dengan rungukkan kepala tapi pukulan yang kedua mau tak mau harus ditangkisnya dengan lengan!
Pukulan tangan dan tangkisan lengan pun beradulah menimbulkan suara keras. Tubuh Kala Merah mencelat empat tombak ke belakang sedang Sepuluh Jari Malaikat berdiri terhuyung-huyung! Kala Merah menyadari kalau lawannya sudah lenyap dari hadapannyal Ketika dia melihat bayangan Sepuluh Jari Malaikat, orang tua itu sudah berada dekat sekali dan terdengar suaranya;
“Perempuan iblis, selamat jalan ke akhirat!” Sepuluh jari tangan kemudian mencengkeram ke depan dalam jurus
yang tak mungkin lagi dielakkan oleh Kala Merah karena jurus itu adalah jurus yang paling hebat dari ilmu silat Sepuluh Jari Malaikat yaitu yang bernama jurus “Sepuluh Jari Kebinasaan”! Lima jari menyengkeram ke perut, serangan ini dapat merobek dan membusaikan isi perut. Lima jari lagi bergerak ke muka dan kehebatannya ialah bisa menanggalkan mulut serta hidung dan mengorek biji-biji mata!
“Celaka, matilah aku!” keluh Kala Merah. Dia menjerit setinggi langit. Setengah detik lagi Kala Merah bakal menemui kematiannya maka dari samping kiri dan kanan serta belakang Sepuluh Jari Malaikat melesatlah sinar-sinar hijau dan puluhan kala maut!
“Curang!” terdengar seruan dari para hadirin yang ada. Serentak dengan itu sembilan tokoh silat golongan putih, antaranya tokoh yang terkenal berjuluk “Sepasang Sabit Baja” menyerbu memasuki kalangan pertempuran! ..
Pada saat itu Sepuluh Jari Malaikat hanya rasakan sambaran angina dari tiga jurusan dan matanya menangkap sekilas larikan-larikan sinar hijau! Tahulah dia bahwa tiga perempuan iblis lainnya telah membokongnya secara pengecut! Karena sudah demikian dekatnya tiga serangan itu yang datangnya sekaligus pula, tiada mungkin lagi bagi Sapuluh Jari Malaikat untuk mengelak! Percuma saja dia membatalkan serangannya terhadap Kala Merah karena itu tak akan dapat menyelamatkan jiwanya!
Keringat dingin memercik di kening dan di kuduk tokoh silat utama ini! Dalam detik kematian itu Sepuluh Jari Malaikat memutuskan untuk mati sama-sama dengan Kala Merah. Sepuluh jarinya diteruskan mencengkeram ke muka! Maka setengah kejap kemudian terdengarlah dua jerit kematian yang dahsyat! Tubuh Sepuluh Jari Malaikat menggeletak di tanah ditancapi oleh puluhan kala hijau beracun. Demikian banyaknya kala- kala yang menggerogoti tubuhnya, demikian cepatnya racun yang bekerja sehingga nyawa pendekar tua yang menjagoi dunia persilatan di Daerah Jawa Timur selama dua puluh tahun itu putus detik itu juga tanpa tubuhnya berkelojotan lebih dahulu!
Kala Merah terhampar satu langkah di samping Sepuluh Jari Malaikat. Kematian yang diterimanya sangat mengerikan. Parasnya yang cantik jelita hancur rusak. Hidung serta mulut tanggal. Kedua biji matanya tercongkel. Darah membasahi seluruh mukanya Pakaiannya di bagian perut robek besar sehingga kelihatanlah perutnya yang juga robek besar. Darah mengalir tiada hentinya bersama busaian usus yang menjelajela!
Kala Hitam, Kala Biru, dan Kala Putih hendak memburu dan memeluki kakak seperguruan mereka itu namun dari kiri kanan dan muka belakang berlompatan sembilan tokoh silat dengan berbagai senjata di tangan mengurung ketiganya!
Maka terjadilah pertempuran yang seru, tiga lawan sembilan. Debu beterbangan! Suara senjata, suara teriakan-teriakan dan bentakan-bentakan terdengar tiada hentinya. Lima jurus pertama ketiga murid Dewi Kala Hijau itu terkurung rapat dan menerima tekanan serangan yang hebat. Namun ketika mereka berhasil merobohkan salah seorang tokoh yang mengurung maka delapan tokoh silat lainnya menjadi gugup.
“Jangan gugup!” membentak “Sepasang Sabit Baja” Kemudian dia berseru pada dua belas tokoh silat lainnya, di antaranya enam tokoh silat golongan hitam.
“Kalian tunggu apa lagi?! lnilah saatnya untuk menumpas perempuanperempuan iblis ini!” Serempak dengan itu maka menyerbulah kedua belas tokoh silat itu. Kini dua puluh lawan tiga! Dengan sendirinya ruang gerak ketiga gadis bertopeng tengkorak itu menjadi semakin sempit. Dua puluh senjata bergulung-gulung membungkusnya dalam jurus-jurus yang mematikan! Kala Biru mengerling pada kedua saudara seperguruannya.
“Bagaimana … ?” tanyanya dengan ilmu menyusupkan suara. “Kurasa sukar bagi kita menghadapi lawan sebanyak ini!”
“Bukan sukar. Kita musti mencari kesempatan untuk menggerakkan tangan melepas Pukulan Kala Hijau!” menyahuti Kala Hitam.
“Sebaiknya kita melompat ke luar dari kurunaan lalu menyerang mereka dari luar!” mengusulkan Kala Putih.
“Justru untuk ke luar dari kurungan yang rapat inilah yang sangat sukar!” ujar Kala Biru pula.
“Tapi mari kita usahakan!” Maka ketiganyapun bergerak lebih cepat. Dari mulut mereka ke luar lengkingan-lengkingan dahsyat yang merobek langit dan membisingi—liang liang telinga kedua puluh pengeroyok.,
“Sret!”
Ujung lengan pakaian Kala Biru robek besar disambar salah satu sabit baja di tangan tokoh Sepasang Sabit Baja, ketika gadis muka tengkorak ini mencoba melesat ke luar kalangan pertempuran dalam jurus yang keduapuluh sembilan.
“Celaka! Tak mungkin bagi kita untuk keluar dari kurungan ini!” keluh Kala Biru pada saudara-saudara seperguruannya.
”Bret!”
“Bret!”
Baru saja habis Kala Biru habis mengucapkan kata-kata di atas maka Kala Hitam dan Kala Putih juga mendapat nasib yang sama. Pakaian mereka sama-sama kena robek dimakan ujung senjata dua orang pengurung! Ketiga gadis-gadis iblis itu keluarkan keringat dingin. Bulu tengkuk mereka merinding, Untuk pertama kali dalam hidup mereka merasakan kengerian! Kengerian dalam menghadapi elmaut yang memburu dan mengurung dari puluh jurusan!
”Ha … ha … ha … ! Sekarang coba perlihatkan kehebatanmu manusiamanusia dajal!” kata Sepasang sabit Baja. Dua buah sabit di tangannya menderu-deru. Bertobatlah sebelum nyawa kalian minggat dari badan masing-masing!”
Ketiga gadis iblis itu hanya bisa kertakkan rahang, Mereka menyadari bahwa tak sampai sepuluh jurus lagi pasti salah seorang dari mereka akan jatuh menjadi korban! Kurungan dua puluh senjata semakin hebat dan saat Ruang gerak
ketiga murid Dewi Kala Hijau itu sudah sempit zekali. Puluhan senjata berkelebat ganas di muka hidung, di samping dan di belakang mereka, Dalam suasana menjelang kematian yang menegangkan itu tiba-tiba terdengarlah suitan panjang dan nyaring! Entah dari mana datangnya tahutahu bertaburan angin deras hijau dan disusul oleh pekik maut para pengeroyok! Enam di antara mereka roboh ditanca-pi puluhan kala-kala hijau!
“Guru!” seru Kala Hitam, Kala Biru dan Kala Putih penuh kegembiraan. Para pengeroyok mundur terkejut. Seorang di antaranya berteriak: “Dewi Kala Hijau! Lari! Kita tak akan bisa selamatkan diri dari tangannya!” Sembilan tokoh silat yang menjadi luntur nyalinya begitu mengetahui siapa yang berdiri di hadapan mereka segera ambil langkah seribu namun mereka hanya bisa larikan diri beberapa langkah saja karena di belakang mereka kemudian berlesatan sinar dan kala-kala hijau! Kesembilannya mati di situ juga!
Lima tokoh-tokoh silat yang masih hidup terdiri dari tiga golongan hitam dan dua golongan putih. Salah satu dari golongan putih ini ialah Sepasang Sabit Baja. Mereka saling berpandangan. “Meski kematian di depan mata tapi untuk melarikan diri adalah pantanganku!” kata Sepasang Sabit Baja. Sementara itu tiga murid Dewi Kala Hijau menjura di hadapan guru mereka.
Kala Biru berkata: “Dewi, syukur kau datang. Kalau tidak ….”
“Diam!” bentak Dewi Kala Hijau. “Lekas kalian bereskan dulu kelima manusia keparat itu!” Maka Kala Biru, Kala Hitam dan Kala Putih segera menyerbu kelima tokoh silat di hadapan mereka, sedang Dewi Kala Hijau melangkah mendekati mayat Kala Merah. Muka tengkoraknya kelihatan mengkerut dan tambah menggidikkan ketika dia melihat bagaimana muridnya yang tertua dan terpandai itu menemui kematian demikian rupa. Di samping mayat Kala Merah dilihatnya pula sesosok tubuh laki-laki tua yang ditancapi puluhan kala hijau.
Dewi Kala Hijau begitu memperhatikan jari-jari tangan laki-laki itu segera mengetahui siapa dia adanya. Sepuluh Jari Malaikat memang mempunyai ilmu yang teramat tinggi. Namun demikian kematian muridnya yang paling pandai dalam cara demikian rupa sungguh tak pernah diduganya. Dengan penuh geram dan sekali tendang saja maka mencelatlah mayat Sepuluh Jari Malaikat sampai sebelas tombak! Sepasang mata yang beringas dari Dewi Kala Hijau memandang berkeliling. Di atas dan di bawah panggung berhamburan puluhan mayat manusia! Hampir keseluruhannya mati dengan ditancapi oleh kala-kala hijau! Di antaranya tumpukan mayat itu masih bisa dikenalinya beberapa tokoh sakti seperti Si bayangan Setan, Nenek Kelewang Merah. Brahmana Wingajara, Sepasang Ruyung Emas, Si Golok Sakti dan lain sebagainya! Dewi Kala Hijau memalingkan badannya ketika dibelakannya terdengar jerit kematian!
* * *
SEMBILAN
Satu dari lima pengeroyok yang bertempur dengan ketiga muridnya roboh ke tanah dengan kening ditancapi kala hijau! Sekali lagi terdengar suara jeritan dan satu lagi roboh tanpa nyawa. Sepasang Sabit Baja serta dua tokoh kalangan hitam bertempur mati-matian. Tapi satu jurus kemudian Sepasang Sabit Baja juga terpaksa menyerahkan nyawanya di tangan Kala Hitam. Melihat ini dua tokoh silat golongan hitam lumer nyali mereka. Untuk kabur tentu tak mungkin dan untuk melawan terus berarti mati! Maka tanpa pikir panjang lagi keduanya melemparkan senjata masing-masing dan cepatcepal jatuhkan diri berlutut
“Keparat! Saat ini tiada ampun lagi bagi kalian!” bentak Kala Biru. Kaki kanannya ditendangkan kemuka tapi di belakangnya terdengar seruan Dewi Kala Hijau.
“Kala Biru, tahan dulu!” Maka Kala Birupun membatalkan tendangannya. Dewi Kala Hijau melangkah ke hadapan kedua orang tokoh silat golongan hitam itu. Salah seorang dari mereka segera berkata:
“Dewi, kami berdua mohon diampuni dan bersedia memasuki Partaimu ….”
“Sesudah hampir mampus, baru minta ampun huh!” kertak Dewi Kala Hijau.
“Siapa nama kalian? Apakah mempunyai gelar?!”
Yang tadi bicara menjawab: “Aku Lalanang dari Pantai Selatan. Gelarku Pembunuh Tanpa Bayangan, Aku mohon keampunanmu Dewi ….”
“Kalian berjanji mau memasuki Partaiku … ?”
“Kami berjanji.”
“Baik! Tapi karena kalian sebelumnya sudah berani melawan terhadap murid-muridku maka aku baru mengampuni jiwa kalian dan memperbolehkan kalian memasuki partaiku bila kalian sudah mencongkel ke luar salah satu biji mata kalian!”
Sepasang Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan saling pandang dan terkejut.
“Cepat, aku tak bisa menunggu lebih lama! Boleh pilih matamu atau nyawamu!” bentak Dewi Kala Hijau.
Sekali lagi kedua orang itu saling berpandangan. Apa boleh buat, pikir mereka. Dari pada mati lebih baik korbankan satu biji mata. Lagi pula mereka sama-sama dari golongan hitam, perbuatan itu tentu tak akan diambil perduli oleh dunia persilatan. Maka tanpa menunggu lebih lama kedua orang itu segera mencongkel masing-masing sebuah. matanya! Biji mata dan darah menyembur ke luar!
Satu pemandangan yang mengerikan! Tapi Dewi Kala Hijau menyaksikan itu dengan tertawa meringkik!
”Aku masih belum percaya terhadap kalian!” berkata Dewi iblis itu. “Jika kalian sudah kulepas mungkin kalian akan ingkar janji!” Dari balik pakaian Hijaunya Dewi Kala Hijau mengeluarkan dua buah pil lalu diberikannya pada kedua orang itu.
“Telan cepat!” perintahnya.
”Dewi, pil ini … apakah ….”
“Setan alas! Telan kataku!”
Pembunuh Tanpa Bayangan dan Sepasang Kaki Kematian segera menelan pil yang diberikan.
“Pil itu adalah racun kala hijau yang akan bekerja dalam tempo sebelas bulan dari sekarang. Sesudah kau berjanji untuk memasuki Partai
Lembah Tengkorak maka sebelum tanggal 12 bulan 12 kau harus datang ke lembah Tengkorak. Di sana aku akan berikan obat penawarnya. Tapi bila kalian ingkar janji dan tak mau datang, maka racun itu akan bekerja. Perut kalian akan hancur!”
Bergidiklah kedua tokoh silat golongan hitam itu. Mereka berdua meski dari golongan jahat namun baru hari itu menemui manusia paling jahat dan paling kejam serta berhati iblis macam Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya.
“Di samping itu ….” terdengar Dewi Kala Hijau membuka mulut kembali, “Masing-masing kalian kubebani tugas yaitu harus mencari anggota partai sebanyak mungkin lalu membawanya ke Lembah Tengkorak pada hari 12 bulan 12 nanti! Kalian dengar?!”
“Kami dengar, Dewi ….” jawab Sepasang Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan. Dewi Kala Hijau berpaling pada ketiga muridnya.
“Kala Biru, dukung mayat Kala Merah. Kita segera meninggalkan tempat ini … !”
Kala Biru melangkah untuk mengerjakan perintah gurunya itu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat ada perubahan pada paras gurunya. Dua murid Kala Hijau pun melihat hal ini Dewi Kala Hijau mendongak ke langit, keningnya mengkerut kemudian sepasang matanya memandang ke Utara. Telinganya dipasang benar-benar mendengarkan suara aneh yang ditangkapnya.
“Ada apa Guru…?” tanya Kala Putih. Dia dan dua saudara seperguruannya masih belum mendengar apa-apa padahal kepandaian mereka ini sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali, demikian pula tenaga dalam mereka. Dapat dibayangkan bagaimana jauh tingginya kesaktian serta tenaga dalam Dewi Kala Hijau!
Kira-kira seperempat minum teh baru Kala Hitam dan dua saudarasaudara seperguruannya mendengar suara yang sejak tadi didengar oleh Dewi Kala Hijau. Dan ketiga gadis bertopeng muka tengkorak ini pun jadi mengerenyitkan kening lalu memandang ke jurusan Utara. Suara yang mereka dengar itu adalah suara siulan aneh yang melengking-lengking, membawakan lagu tak bernama dengan nada tak karuan! Meski suara siulan itu jauh sekali kedengarannya, namun telinga Dewi Kala Hijau dan tiga muridnya serasa ditusuk-tusuk!. Makin lama makin keras juga suara siulan, itu. Telinga keempat orang itu kini bukan saja seperti ditusuk-tusuk tapi juga tergetar hebat! Tiba-tiba kelihatanlah seorang pemuda berambut gondrong. Berparas gagah dan berpakaian putih-putih muncul di kejauhan! Pemuda ini kelihatannya melangkah biasa saja dan seenaknya, tapi dalam tempo yang sangat singkat tahu-tahu sudah berada di tepi telaga!
Tiba-tiba pemuda itu menghentikan langkahnya dan memandang berkeliling. “Edan betul!” terdengar seruannya.
“Apa yang terjadi di sini! Apa aku sudah kesasar ke neraka, huh?!” Dan pemuda rambut gondrong berparas gagah ini lalu menggaruk-garuk kepalanya. Cuping hidungnya berkemak kempis kemudian dia meludah ke tanah dan melangkah ke tepi panggung. Di sini dia berhenti dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang satu ini pasti isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang … ah kalau aku tak salah Partai itu baru diresmikan hari ini. Tapi kenapa isteri Dewa Pedang jadi kojor begini:..?! Eh, Dewa Pedang sendiri kemana? Dan itu. .. ah! Si Bayangan Setan, Brahmana Wingajara. Sepasang Ruyung Emas. ..aduh…aduh ..banyak sekali tokoh-tokoh gagah. …” Pemuda tu menghela nafas dalam dan lagi-lagi menggelengkan kepalanya ketika melihat mayat Sepuluh Jari Malaikat terhampar di samping sosok gadis berpakaian merah yang mukanya hancur dan perutnya robek membusai! “Betul-betul edan! Siapa yang punya pekerjaan ini? apa setan-setan dari atas langit pada turun dan mengamuk semua?!”
Sepasang mata Dewi Kala Hijau kelihatan menyorot tajam. Dia yakin betul karena melihat langkah aneh dan mendengar suara siulan si pemuda bahwa pemuda itu adalah seorang yang berilmu tinggi. Tapi sikap dan bicaranva menunjukkan bahwa dia seperti orang yang tidak waras! Dan yang menyakitkan hati Dewi Kala Hijau ialah sikap si
pemuda yang seperti tidak melihat kehadirannya di situ bersama muridmuridnya!
“Pemuda gila, siapa kau?!” tanya Dewi Kala Hijau membentak.
Pemuda itu memutar kepalanya. Dan dia kelihatan terkejut ketika melihat paras Dewi Kala Hijau. dan juga paras ketiga murid-muridnya. Kemudian matanya melirik pada Pembunuh Tanpa Bayangan serta Sepasang Kaki Kematian yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala Hijau.
“Eh … melihat kepada tubuhmu, kau tentunya gadis muda belia. Tapi melihat kepada parasmu.Hem ….” Pemuda itu geleng-gelengkan kepala.
”Semustinya aku yang bertanya siapa kau!” Dewi Kala Hijau tertawa mendongak ke langit. “Manusia sinting, sebaiknya kau segeralah meninggalkan tempat ini! Aku muak melihatmu!”
“Oh … bicara boleh saja, tapi jangan keliwat menghina! Coba kacakan kau punya paras ke dalam air telaga itu! Aku berani bertaruh bahwa kau sendiri akan lebih muak memandang parasmu daripada parasku!” Habis berkata begitu si pemuda tertawa mengekeh. Mendadak suara tertawanya terhenti karena Kala Hitam melompat ke muka dengan membentak. ”Pemuda keblinger, berani menghina guruku! Terima kematianmu detik ini juga!”
“Kala Hitam, jangan turun tangan dulu!” seru Dewi Kala Hijau. Kala Hitam menghentikan langkahnya dengan terheran. Dia tahu betul sifat gurunya. Bila seseorang menghinanya pastilah orang itu akan menemui ajalnya detik itu juga. Tapi kali ini dihina demikian rupa di hadapan muridmuridnya sang guru sama sekali tidak turun tangan bahkan melarangnya untuk membunuh pemuda itu! Pada pertama kali melihat paras pemuda itu sesungguhnya Dewi Kala Hijau telah tergetar hatinya. Mula-mula dia menyangka bahwa pemuda itu adalah seseorang yang pernah dikenalnya sepuluh tahun yang lalu. Tapi nyatanya pemuda ini hanyalah seorang pemuda lain yang berparas mirip sekali dengan orang yang dimaksudkannya bahkan pemuda ini jauh lebih gagah lagi!
“Jadi kau ini adalah murid perempuan berbaju hijau itu?” tanya si pemuda pada Kala Hitam. “Hemm …pantas. Memang cocok sekali! Apakah sekian banyaknya manusia yang kojor di sini kalian yang menyebabkan? Dan itu, dua manusia bertampang jelek itu kenapa pada berlutut di hadapan gurumu?!”
“Pemuda otak miring! Sebaiknya kau lekas berlutut, Niscaya kuampuni dosa dan jiwamul” bentak Dewi Kala Hijau.
“Eh … dosa dan salah apa yang aku buat terhadapmu? Kalau kukatakan tampangmu dan tampang murid-muridmu buruk dan mengerikan itu adalah kenyataan! Kalian tak punya alasan untuk marah ….”
“Jangan bicara ngaco! Berlalulah dari sini jika tak ingin mampus!” bentak Dewi Kala Hijau pula. Si pemuda garuk-garuk kepalanya lalu dengan seenaknya duduk di tepi panggung dan menggoyang-goyangkan kakinya seperti anak kecil!
“Aku tahu betul daerah ini bukan kau yang punya, juga bukan tempat kediamanmu. Lantas kenapa kau mau mengusirku dengan seenaknya?!”
Kala Biru yang menjadi gemas sekali melihat sikap pemuda itu berkata: “Guru, biar aku patahkan batang lehernya manusia gendeng ini!”
Dewi Kala Hijau memberi isyarat agar muridnya itu tetap di tempat. “Orang muda, jika kau betul punya mata dan melihat mayat-mayat yang berhamparan di sini, itu sudah cukup bagimu untuk tidak lancing seenaknya!”
“Lho … apakah mayat-mayat itu melarangku bicara … ?!” ujar si pemuda. Dengan acuh ditariknya kaki sesosok mayat yang menggeletak di sampingnya. Mayat itu kebetulan adalah mayat isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang kini hanya tinggal namanya saja! Si pernuda memperhatikan dua ekor kala hijau yang rnenancap di kepala perernpuan itu, kemudian gelengkan kepalanya. “Kala hijau ….” desis pernuda ini. “Kasihan… kasihan sekali isteri Dewa Pedang. Seorang tokoh silat berjiwa besar dan berhati baik kenapa sampai menemui ajal begini rupa? Kasihan … kasihan sekali!” Si pemuda kemudian meletakkan mayat itu di lantai panggung kembali baik-baik, lalu memandang pada Dewi Kala Hijau. “Mukamu ditutupi topeng tengkorak tipis … pakaianmu berwarna hijau dan ketiga perempuan bertopeng tengkorak itu adalah murid-muridmu! Tentunya kau adalah Dewi Kala Hijau! Dan tentunya kau juga yang menjadi biang penyebab segala keganasan ini … ? Mengaku atau tidak?!”
Dewi Kala Hijau tertawa meringkik. “Jika sudah tahu siapa aku, kenapa tidak lekas berlutut minta ampun dan lalu angkat kaki dari sini?!”
“Perlu apa berlutut! Kau bukan raja! Perlu apa angkat kaki dari sini, tempat ini bukan daerahmu! Laki-laki tak pernah berlutut terhadap perempuan. Tapi sebaliknya perempuanlah yang musti berlutut pada lakilaki apalagi perempuan jelek macam kau!”
Tergetar hati Dewi Kala Hijau. Tapi dia juga marah sekali mendengar ucapan pemuda itu.”Pembunuh Tanpa Bayangan! Hajar pemuda lancang itu!” perintah Dewi Kala Hijau pada Lalanang atau tokoh silat golongan hitam yang bergelar Pembunuh Tanpa Bayangan yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala Hijau. Mendengar perintah ini maka Pembunuh Tanpa Bayangan yang matanya kini cuma tinggal satu segera berdiri dan mengambil senjatanya yaitu sebuah rantai berduri yang tadi dibuangnya. Tanpa banyak cerita Pembunuh Tanpa Bayangan segera putar rantai
besi berdurinya dan menyerang si pemuda. Yang diserang masih juga menggontai-gontaikan kedua kakinya di tepi panggung bahkan kini senyumsenyum dan bersiul-siul seperti tidak sadar kalau saat itu dirinya diancam serangan maut!
“WUTT!”
Rantai berduri Pembunuh Tanpa Bayangan menderu tepat di kepala si pemuda! Pastilah dalam kejapan mata itu juga kepala si pemuda akan hancur luluh. Bahkan Dewi Kala Hijau sendiri sampai mengeluarkan seruan tertahan, seruan yang berarti setengah perintah agar si pemuda cepat-cepat menghindar!
Si pemuda sama sekali tak kelihatan bergerak. Tapi yang anehnya ialah tiba-tiba terdengar jeritan Pembunuh Tanpa Bayangan. Rantai besinya mental. Tubuhnya mencelat ke udara lalu jatuh ke tanah dengan perut pecah membanjir darah! Ketika Dewi Kala Hijau memandang ke kaki si pemuda yang saat itu masih juga digontai-gontaikan maka kelihatanlah salah satu dari kaki itu berselomotan darah! Entah bagaimana caranya pemuda rambut gondrong itu telah lebih dahulu menghantamkan kakinya ke perut Pembunuh Tanpa Bayangan! Tentu saja ini sangat mengejutkan Dewi Kala Hijau dan muridmuridnya serta Sepasang Kaki Kematian! Namun di saat itu pula Dewi Kala Hijau jadi malu sendiri karena dia tadi telah berseru memberi peringatan kepada si pemuda. Nyatalah bahwa bagaimanapun ketinggian ilmu dan kekejaman serta kejahatannya, namun Dewi Kala Hijau tak dapat menyembunyikan perasaan hatinya selaku seorang perempuan terhadap seorang pemuda!
Di balik topeng tengkoraknya muka perempuan itu menjadi sangat merah. Dia melirik pada murid-muridnya dan membathin, apakah ketiga muridnya mengetahui getaran hatinya terhadap si pemuda?! Tiba-tiba Dewi Kala Hijau membentak lagi memberi perintah. “Sepasang Kaki Kematian, selesaikan pemuda gila itu dalam lima jurus! Cepat!” Ki Sandar Boga alias Sepasang Kaki Kematian segera berdiri. Diambilnya golok panjangnya yang tadi dibuangnya lalu melangkah ke hadapan si pemuda. “Orang muda! Kuharap kau sudi terangkan nama! Aku tidak-suka membunuh manusia tanpa tahu namanya lebih dahulu!” kata Sepasang Kaki Kematian sambil melintangkan golok di muka dada.
Si pemuda mengeluarkan siulan panjang. “Mata picak! Baru jadi budaknya Dewi Kala Hijau saja sudah begitu congkak! Berlalulah, aku muak melihat mukamu!” Habis berkata begitu si pemuda meludah ke tanah dan terus duduk
seenaknya di tepi panggung sambil menggontai-gontaikan kedua kakinya Sepasang Kaki Kematian menggeram. Dia membentak nyaring lalu melompat ke muka. Golok panjangnya membabat deras ke arah leher. Namun serangan ini tipuan belaka karena sesuai dengan julukannya yaitu “Sepasang Kaki Kematian” sebelum golok menyambar lebih jauh maka tahu-tahu tubuhnya mengapung di udara dan mengirimkan dua tendangan dahsyat! Angin tendangan itu saja hebatnya bukan main! Sekejapan mata dua tendangan berantai itu akan sampai si pemuda masih saja juga di tepi panggung dengan sikap acuh tak acuh seperti tadi! “Mampus!” teriak Sepasang Kaki Kematian. Dan pada detik itulah tubuh si pemuda rambut gondrong lenyap dari hadapannya.
“Brak … brak!”
Kedua tendangan Sepasang Kaki Kematian menghantam lantai panggung hingga hancur berantakan. Beberapa mayat yang menggeletak di atas panggung itu, di antaranya mayat isteri Dewa Pedang, mencelat ke udara dan kecemplung ke dalam telaga! Sepasang Kaki Kematian memutar tubuh dengan cepat ketika di belakangnya terdengar suara tertawa mengejek. . .
“ltulah akibatnya kalau manusia mata picak kalap membabi buta! Panggung tak bersalah ditendang!”
“Kucincang tubuhmu, keparat” teriak Sepasang Kaki Kematian. Tubuhnya mengapung lagi. Goloknya berbolang baling deras sekali laksana kitiran dan mengurung si pemuda dengan cepatnya. Yang diserang bergerak lincah kian kemari sambil tertawa-tawa dan sekali-sekali bersiul!
“Terima ini, setan alas!” teriak Sepasang Kaki Kematian. Golok panjangnya menebas ke pinggang, membalik ke kepala dan menusuk ke perut. Serentak dengan itu tangan kirinya melancarkan pukulan tangan kosong yang hebat! Namun lagi-lagi semua itu hanyalah tipuan belaka karena begitu si pemuda rambut gondrong mengelak maka kedua kakinya menderu ke muka. Satu ke perut dan satu lagi ke selangkangan! “Tipu silatmu boleh juga, mata picak!” memuji si pemuda namun dengan senyum mengejek. “Tapi terima dulu, telapak tanganku ini!” Telapak tangan kiri si
pemuda menghantam ke perut Sepasang Kaki Kematian. Laki-laki ini menebaskan goloknya ke lengan si pemuda. Namun kalau tadi ia yang menipu maka kali ini dia kena tipu. Karena begitu goloknya menebas maka lawan menarik tangan kiri dan tahu-tahu ….
“Plak!”
Telapak tangan kanan si pemuda menghantam keningnya! Sepasang Kaki Kematian menjerit keras. Tubuhnya terpelanting beberapa tombak dan terjerongkang jatuh menelungkup tepat di hadapan Dewi Kala Hijau!
* * *
SEPULUH
Untuk kedua kalinya Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya dibikin terkejut. Dewi Kala Hijau melirik pada mayat Sepasang Kaki Kematian lalu memandang menyorot pada si pemuda dan membentak.
“Siapa kau sebenarnya?!”
Pemuda itu tersenyum. “Kalau kepingin tahu namaku, aku telah menuliskannya di kening budakmu itu, Dewi … !”
Sepasang mata Dewi Kala Hijau kelihatan tambah menyorot. “Jangan bicara ngaco, orang muda! Sekali lagi kau mempermainkanaku, nyawamu pasti tak terampunkan lagi!”
“Kentut!” tukas si pemuda. “Kau tanya aku menjawab, apa itu namanya bicara ngaco?! Kalau tak percaya silahkan lihat di kening budak mata picak itu … ! ” penasaran sekali, tapi juga ingin tahu. Dewi Kala Hijau membalikkan tubuh Sepasang Kaki Kematian dengan ujung kaki kirinya. Begitu tubuh laki-laki itu tertelentang maka berkerutlah muka perempuan iblis itu serta murid-muridnya. Di kening Sepasang Kaki Kematian yang hitam membiru kelihatan tertulis tiga buah angka yaitu angka 212!
“Jadi kau adalah Wiro Sableng, manusia yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!” ujar Dewi Kala Hijau pula. Si pemuda hanya tertawa. “Agaknya kau dan murid-muridmu kurang senang dengan pertemuan ini, bukan?”
Dewi Kala Hijau merenung sejenak. Nama Wiro Sableng dan gelaran Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 itu memang sudah sejak lama didengarnya. Ketika dia memberi tugas pada murid-muridnya dan ketika dia sendiri meninggalkan gua di kaki gunung Merapi, Dewi Kala Hijau sudah mengetahui bahwa pendekar itu adalah salah seorang dari sekian banyak lawan-lawan yang bakal dihadapinya dalam rencananya mendirikan Partai Lembah Tengkorak. Dan bila hari ini dia berhadapan, tidaklah pernah diduganya sebelumnya kalau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 adalah seorang pemuda berparas gagah Tadi dia telah menyaksikan sendiri kehebatan pemuda itu. Pembunuh Tanpa Bayangan dirobohkannya dalam satu jurus dan Sepasang Kaki Kematian dibikin konyol dalam dua jurus! Manusia-manusia lihai semacam ini, apalagi segagah Wiro Sableng sangat dibutuhkan oleh Dewi Kala Hijau dalam rencana besarnya. Maka berkatalah perempuan itu. “Meski kau telah membunuh dua orang anggota Partakiu namun dengan memandang kepada nama besarmu, aku bersedia mengampuni kau punya jiwa asal saja kau segera berlutut dan mengangkat janji bersedia masuk Partaiku! Kelak kau akan kuberi kedudukan tinggi dalam Partai!”
“Hem ….” Wiro Sableng usap-usap dagunya. “Janji yang bagus dan muluk!” katanya, Lalu “Kalau aku duduk dalam Partaimu, berapakah kau mau gaji aku….. ?”
“Pemuda gendeng!” ketus Dewi Kala Hijau. “Orang sudah bersedia memberikan ampun masih saja bicara
ngelantur!”
“Dewi, jangankan masuk Partaimu, melihat parasmu saja aku sudah mau muntah rasanya! Dan menyaksikan kejahatanmu berdiri bulu kudukku. Terus terang saja aku sudah lama mendengar tentangmu dan muridmuridmu! Kejahatanmu sudah lebih dari takaran. Dosa kalian sudah setinggi langit sedalam lautan! Kalian tak akan berhasil mendirikan Partai Lembah Tengkorak! Dunia persilatan akan bersatu untuk menghancurkan kalian! Karenanya lebih baik kalian kembali pada kebenaran sebelum terlam ….”
“Tutup muluti” teriak Dewi Kala Hijau gemas dan marah sekali. “Kalau kau mau pidato, pidatolah nanti di akhirat!” Perempuan ini berpaling pada kelompok murid-muridnya yang kini cuma tinggal tiga orang itu.
“Kala Putih! Cabut nyawanya dalam satu jurus!” perintah Dewi Kala Hijau penuh kebuasan. Kala Putih mengangguk lalu memutar badan menghadapi si pemuda. Begitu sepasang mata Kala Putih beradu pandang dengan sepasang mata Pendekar 212 maka tergetarlah hati gadis muka tengkorak ini. Sebetulnya sejak munculnya si pemuda tadi Kala Putih telah tertarik hati oleh kegagahan Pendekar 212, apalagi setelah menyaksikan pula kehebatan pemuda itu! Di dalam diri Kala Putih terjadi semacam pertentangan. Hati kecilnya menentang dan tak mau disuruh membunuh pemuda gagah itu namun sebaliknya tugas gurunya musti dilaksanakan, kecuali kalau dia ingin mendapat hukuman yang sangat berat!
“Kala Putih! Kau tunggu apa lagi?!” bentak Dewi Kala Hijau. “Lekas bunuh pemuda gila itu!” Kala Putih maju lagi beberapa langkah.
“Bersiaplah untuk mati, pemuda tidak tahu diri!” bentak Kala Putih tapi dengan suara bergetar. Tangan kanannya diangkat ke atas lalu secepat kilat dipukulkan ke muka.
“Wut!”
Gelombang sinar hijau beserta enam ekor kala hijau beracun menderu ke arah Pendekar 212! Yang diserang bersuit nyaring dan melompat Iima tombak ke atas lalu hantamkan telapak tangan kanannya ke muka. Serangkum angin dahsyat menggeru memapasi serangan maut Kala Putih. Debu beterbangan. Pasir dan kerikil-kerikil berpelanting-an! Sinar hijau dan keenam kala beracun tersapu lalu luruh ke tanah! Kala Putih sendiri kalau tidak lekas-lekas nengeiak ke samping pasti akan dilanda angin pukulan lawan yang terus menyerempet ke arahnya. itulah pukulan “Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih” yang telah dilepaskan oleh Pendekar 212 Wiro Sableng! Berubahlah paras Dewi
Kala Hijau. Matanya membeliak. Demikian juga dengan ketiga muridnya terutama Kala Putih yang menghadapi langsung sang pemuda!
“Putih! Kuberi tambahan dua jurus padamu untuk mematahkan batang leher pemuda itu! Ayo lekas!” Mendengar ini maka dengan segala kehebatannya menerjanglah Kala Putih. Wiro Sableng bersiul nyaring. Tubuhnya lenyap. Dan terdengar suaranya: “Jangan kesusu tak karuan kalau menyerang, gadis muka tengkorak, salah-salah bisa mencelakai dirimu sendiri! Aku paling benci bertempur dengan lawan yang muka aslinya ditutup dengan topeng! Bukalah topeng
tengkorakmu itu lebih dahulu Kala Putih!”
Geram sekali mendengar ucapan Pendekar 212 itu maka Kala Putih lipat gandakan tenaga dalamnya dalam-menyerang. Demikian hebatnya sehingga angin serangannya saja laksana topan prahara! Namun Kala Putih menjadi bingung sendiri karena siapa yang akan diserangnya? Pendekar 212 lenyap tak kelihatan dari hadapannya! Dalam
kebingungannya gadis bertopeng tengkorak ini melihat sesuatu menyambar ke mukanya. Kala Putih hantamkan tangan kanannya ke depan. Dia memukul angin kosong!
Dan ….
“Bret!”
Kala Putih berseru terkejut. Kedua tangannya menyampok lagi ke muka. Tapi tiada guna. Topeng tipis yang menutup parasnya tanggal dan pindah ke tangan lawan sehingga kelihatanlah paras asli Kala Putih dengan jelas!
Pendekar 212 Wiro Sableng sendiri terkejut bukan main sewaktu menyaksikan paras Kala Putih. Siapa menyangka kalau gadis berilmu tinggi dan berhati kejam lebih jahat dari iblis itu memiliki paras sedemikian jelitanya! “Ah … sungguh satu hal yang luar biasa!” kata Wiro Sableng sambal garuk-garuk kepalanya. “Parasmu begini cantik, tapi kenapa kejahatan dan kekejaman-mu laksana lautan yang tiada bertepi?! Kalau kau jadi gadis baik-baik sekurangkurangnya kau pasti akan dapat suami seorang Adipati … !”
“Pemuda hina dina! Tutup mulutmu!” hardik Kala Putih. Didahului oleh dua larik sinar hijau yang melesatkan lima puluh ekor kala maut maka Kala Putih mengirimkan dua tendangan dahsyat sedang mulutnya menghembus ke muka. Dari mulutnya mengepul asap putih yang mengandung racun luar biasa jahatnya! Seluruh jalan darah di tubuh Pendekar 212 terancam bahaya maut kehancuran!. Tak ayal lagi pemuda itu mengelak dengan cepat. Dan jika saja tidak ingat bahwa saat itu dia berhadapan dengan seorang gadis berparas jelita maka pastilah Wiro Sableng akan mengirimkan serangan balasan yang tak kalah ganasnya. Sambil melompat menjauhi Kala Putih beberapa tombak Wiro Sableng berseru.
“Kala Putih, aku beri kesempatan padamu untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar!”
“Pemuda hina, jangan bicara ngelantur!” kertak Kala Putih. Kemudian sekali lagi dia melancarkan serangan ganas meskipun dalam hati kecilnya timbul secuil keraguan. Dia menyadari memang bahwa sebagai seorang gadis tidak selamanya dengan ilmu kesaktiannya dia akan hidup dalam keadaan seperti itu! Namun untuk berpikir lebih panjang dia tak ada waktu lagi.
“Gadis. goblok!” terdengar Pendekar 212 memaki. Tangan kanannya memukul ke muka dalam jurus “Kunyuk Melempar Buah” Kala Putih menyambuti pukulan ini dengan hantaman tangan kanan yang mengeluarkan angin pukulan berwarna hijau pekat!
Dua pukulan saki itu beradu di udara mengeluarkan suara dahsyat. Tubuh Pendekar 212 tergontai-gontai sedang Kala Putih tersurut mundur sampai empat langkah dengan tangan terasa perih kaku! Penuh geram karena sebelumnya tak pernah menghadapi lawan setangguh pemuda itu maka Kala Putih memusatkan seluruh tenaga dalamnya ke perut lalu mengalirkannya ke dada terus ke tenggorokan. Ketika dia menghembus ke muka maka satu gelombang asap putih yang lebih dahsyat dari tadi menyambar Wiro Sableng dalam empat jalur arus asap yaitu menggelung dari samping kiri dan kanan dari atas lalu dari bawah! lnilah yang dinamakan ilmu “Empat Jalur Asap Kematian” yang telah diciptakan Dewi Kala Hijau dan membutuhkan waktu lima tahun untuk menyempurnakannya.
Setiap muridnya memiliki asap ini yang warna asapnya sesuai dengan pakaian-pakaian mereka! Melihat jalur asap yang aneh ini serta hawa jahat yang menyambar keluar dari asap itu bukan main kagetnya Pendekar 212. “Ilmu iblis apa pula ini!” membathin Wiro Sableng. Kedua tangannya segera diangkat ke atas dengan telapak tangan menghadap lurus-lurus ke muka. Wiro tahu bahwa demikian hebatnya empat jalur asap putih itu sehingga dia memaklumi bahwa akan besar risikonya jika dia mengelakkan diri ke samping atau melompat ke atas. Makanya begitu kedua tangan sudah terpentang, Pendekar 212 segera menghantam ke depan. Dua larik angin yang tidak kelihatan karena tidak berwarna menghembus ke muka dengan amat derasnya! Itulah pukulan yang bernama “Angin Topan Melanda Samudera” yang telah dipelajari oleh Pendekar 212 dengan sempurna dari gurunya Eyang Sinto Gendeng! Dua angin pukulan yang dahsyat dari Pendekar 212 saling bentrokan dengan empat jalur asap putih dari Kala Putih! Demikian hebatnya bentrokan itu hingga kedua kaki Kala Putih melesak ke dalam tanah sedalam sepuluh senti sedang sepasang
kaki Pendekar 212 sendiri amblas sedalam tiga senti! Keduanya masih berdiri berhadap-hadapan dengan tangan-tangan yang tetap terpentang. Pada kening dan tubuh mereka kelihatan percikanpercikan butiran keringat tanda keduanya sama-sama mengerahkan tenaga dalam!
Dewi Kala Hijau yang melihat hal itu memaklumi bahwa jika dibiarkan lebih lama maka dalam waktu yang singkat pastilah muridnya akan terluka parah di bagian dalam bahkan tidak mustahil akan menemui ajalnya karena dalam pertempuran tadi matanya yang tajam telah dapat mengukur bahwa tenaga dalam Wiro Sableng jauh lebih tinggi dari muridnya sendiri! Tak menunggu lebih lama maka Dewi Kala Hijau memukulkan tangan kanannya ke muka. Serangkum angin menderu tepat ke arah di mana angin angin pukulan Wiro Sableng dan Kala Putih saling bentrokan. Langit laksana hendak runtuh. Bumi laksana mau rengkah ketika bentrokan itu menimbulkan suara letusan yang bukan olah-olah kerasnya! Kala Putih terguling di tanah tapi dirinya selamat. Wiro Sableng terhuyung nanar dan anehnya kemudian tertawa gelak-geiak! “Dewi Kala Hijau” serunya. “Apakah kau masih belum melihat jalan kebenaran?!”
“Tutup mulutmu manusia hina dina!” bentak Dewi Kala Hijau.
“Dasar perempuan gendeng,” balas memaki Wiro Sableng. “Aku berani taruhan potong kuping bahwa maksudmu untuk mendirikan Partai terkutuk itu tak akan berhasil … !”
Dewi Kala Hijau tertawa sedingin salju. ‘”Partai Lembah Tengkorak bukan saja akan berdiri di dunia persilatan tapi akan merupakan satu-satunya Partai yang bakal menguasai dunia persilatan! Semua Partai yang tak mau bergabung pasti musnah! Semua tokoh silat yang tak mau menjadi anggota pasti meregang nyawa, termasuk kau!”
Wiro Sableng tertawa membahak “Kau mimpi Dewi. ..”
“Kaulah yang bakal mimpi di neraka!” tukas Dewi Kala Hijau. Lalu pada ketiga muridnya cepat memberikan perintah.
”Kalian bertiga cepat bikin mampus budak hina dina itu!” Kala Biru, Kala Hitam dan Kala Putih segera mengurung Pendekar 212. Kala Biru memegang komando begitu terdengar suitannya yang melengking langit maka ketiganya pun berubahlah menjadi bayangan hitam, putih dan biru. Lima jurus lamanya mereka mereka menggempur dahsyat. Lima jurus lamanya pendekar 212 dilanda serangan-serangan sangat hebat. Harus menghadapi pukulan-pukulan sinar hijau dan Kala maut sedang dari mulut masing-masing ketiga anak murid Dewi Kala Hijau itu tiada hentinya menghembuskan asap merah, hitam serta putih yang setiap asap mempunyai empat jaluran!
Lima jurus dimuka pertempuran semakin dahsyat. Pendekar 212 terdesak hebat! Berkali-kali pendekar muda ini melepaskan pukulan “Dinding Angin Berhembus tindih menindih”, pukulan “Benteng Topan Melanda Samudra” serta pukulan “Kunyuk Melempar Buah” Namun desakan ketiga anak murid Dewi Kala Hijau itu sukar di bikin buyar! Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 menggeram dan membentak dan lancarkan pukulan ”Orang Gila Menggebuk Lalat” kedua lengannya membabat kian kemari. Hanya dua jurus ketiga pengeroyoknya bisa tertahan, sesudah itu kembali Wiro Sableng terdesak hebat!. “Gila betul!” kutuk pemuda itu penuh beringas. Dia melompat ke luar kalangan pertempuran. Dewi Kala Hijau yang menyangka bahwa pemuda itu hendak melarikan diri berseru keras:
“Budak hina, jangan kira kau bisa kabur dari sini hidup-hidup!”
“Eh perempuan kunyuk! Siapa bilang aku mau kabur?!” tukas Wiro Sableng penasaran. “Sekalipun kau ikut mengeroyok tak bakal aku ambii langkah seribu! Majulah beramai-ramai!”
“Kau terlalu tekebur budak hina! Murid-muridku lekas selesaikan dia!” Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng berdiri dengan kedua kaki merenggang. Sepasang tangannya diacungkan tinggi-tinggi ke atas. Ketiga murid Dewi Kala Hijau menyerbu kembali maka laksana titiran Wiro Sableng memutar kedua tangannya. Angin yang sangat hebat menderuderu! Debu serta pasir beterbangan. Air telaga berombak-ombak. Daun-daun pohon berguguran. lnilah pukulan “Angin Puyuh”. Kehebatan angin ini mengejutkan ketiga murid Dewi Kala Hijau.
“Tidak usah takut! Kalian tak bakal celaka dengan ilmu picisan itu!” teriak Dewi Kala Hijau. Maka lenyaplah keraguan ketiga gadis itu. Dengan serentak mereka menyerbu kembali! Dan seperti yang dikatakan oleh Dewi Kala Hijau memang kehebatan gempuran tiga gadis itu tak dapat ditahan oleh pukulan “Angin Puyuh” Wiro Sableng. Tiga jurus kemudian pemuda itu kembali terdesak ke dekat panggung! Pendekar 212 keluarkan keringat dingin. Dia membathin:
“Kalau benar-benar perempuan-perempuan iblis ini dapat mendirikan Partai Lembah Tengkorak, celakalah dunia persilatan!” Dalam dia membathin itu satu tendangan menghantam pinggulnya! Pendekar 21 2 terpelanting. Sebelum dia bisa mengimbangi diri empat jalur asap biru menyambar kearah kepalanya! “Sialan betul!” gerendeng pemuda ini lalu cepat-cepat jatuhkan diri dan berguling di tanah.
“Ha … ha … nyawamu sudah di ujung hidung! untuk penghabisan kalinya aku beri kesempatan padamu! Menyerah, berlutut minta ampun dan masuk ke dalam Partaiku!” kata Dewi Kala Hijau pula.
”Jangan mengigau, perempuan muka tengkorak!” sahut Wiro Sableng seraya berdiri. “Jika murid-muridmu sanggup menerima pukulan yang bakal kulancarkan ini, baru aku bersedia masuk Partaimu!. Bahkan menjilat pantat kalian pun aku sudi!” Habis berkala Segitu Wiro renggangkan kedua kaki. Sedetik kemudian tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas sedang kedua kaki melesak ke dalam tanah. Tubuh bergetar dan tangan kanannya kelihatan menjadi putih sedang jari-jari kuku memerah menyilaukan! ”Pukulan Sinar Matahari!” seru Dewi Kala Hijau Terkejut bukan main! “Murid-muridku mundurlah! Kalian takkan sanggup menerima pukulan itu!”
”Guru!” seru Kala Biru.”Kami bersedia mati demi berdirinya Partai Lembah Tengkorak!”
“Jangan tolol!” bentak Dewi Kala Hijau. Pendekar 21 2 tertawa mengekeh. Tangan kanannya tiba-tiba turun dengan cepat. Satu larik besar sinar putih perak yang sangat menyilaukan dan menebar hawa yang sangat panas menderu ke arah Kala Biru, Kala Putih dan Kala Hitam. Ketiga murid Dewi Kala Hijau ini bersuit nyaring dan tanpa menghiraukan peringatan gurunya menyerbu ke muka membabi buta!
“Murid tolol!” teriak Dewi Kala Hijau. Dengan cepat dia mendahului ketiga muridnya. Tangan kiri kanan mengirimkan pukulan “Kala Hijau” yang dahsyat. Ratusan kala beracun berlesatan sedang begitu mulutnya menghembus maka empat jalur sinar hijau menggebu pula ke arah Pendekar 212!
“Bum!”
Terdengar letusan membelah langit ketika sinar-sinar hijau dan sinar putih perak itu beradu di udara! Dewi Kala Hijau terguling di tanah tapi tiada terluka sedang Pendekar 212 jatuh duduk di tanah! Keningnya mandi keringat! Ketiga murid Dewi Kala Hijau berpekikan memanggil gurunya karena menyangka Dewi Kala Hijau terguling mati. Tapi begitu perempuan itu bangun kembali legalah hati mereka.
Yang hebatnya ialah ketika dua sinar putih dan hijau itu bentrokan, angin pukulan pecah ke samping dan menghantam panggung besar. Panggung itu hancur berantakan. Mayat-mayat di atasnya berpelantingan banyak diantaranya yang mencemplung ke dalam telaga! Wiro Sableng berdiri dan memandang tak berkedip pada Dewi Kala Hijau. Sepasang mata mereka saling beradu pandang! Masing-masing sama mengagumi kehebatan lawan terutama dipihak Dewi Kala Hijau. Kekaguman terhadap ketinggian ilmu silat pemuda itu disertai pula dengan kekaguman terhadap kegagahannya!
“Pendekar 212,” berkata Dewi Kala Hijau. “Apakah kau masih belum bersedia untuk menyerah sebelum terlambat?! Sampai saat ini masih ada waktu bagimu untuk masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak! Kelak kau kuberi kedudukan yang tinggi! Kita akan memimpin Partai bersama-sama!” Wiro Sableng tertawa dingin.
“Aku dilepas oleh guruku dari pertapaan bukan untuk bersekutu dengan manusia-manusia macammu tapi justru untuk membasmi-nya!”
Maka marahlah Dewi Kala Hijau! Dia memberi isyarat pada ketiga muridnya. Sesaat kemudian disertai dengan lengking jerit yang mengandung maut, keempatnya pun menyerbu mengeroyok Pendekar 212! Tentu saja pertempuran empat lawan satu ini tak dapat dilukiskan kehebatannya! Karena Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya tiada memberi kesempatan bagi Wiro untuk melepaskan pukulan “Sinar Matahari” maka dalam tiga jurus saja pemuda ini terdesak dan mendapat tekanan serangan yang berbahaya dan mengancam jiwanya!
“lblis-iblis betina! Aku paling benci bertempur melawan musuh yang tak bersenjata! Tapi karena kalian telah lebih dahulu mengeroyokku secara pengecut, lagi pula terhadap manusia-manusia macam kalian tak perlu begitu memandang aturan persllatan, maka aku terpaksa mengeluarkan senjata!” Begitu habis ucapan itu maka menderulah suara mengaung laksana tempat itu diserbu oleh ribuan tawon! Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya merasakan kulit mereka menjadi sangat perih sedang serangan-serangan yang mereka lancarkan kini menjadi buyar! Tubuh dan gerakan mereka hanyut terbawa arus sinar putih putaran Kapak Maut Naga Geni 212 yang berada di tangan Wiro Sableng! Dan kalau tadi mereka yang menggempur serta mendesak kini terjadi hal yang sebaliknya! Berkali-kali mereka melepaskan pukulan Kala Hijau, berkali-kali mereka menghembuskan “Empat Jalur Asap Kematian” tapi percuma saja. Sinar putih yang menggulung-gulung dari Kapak Naga Geni 212 di tangan Wiro memusnahkan seluruh serangan mereka!
Dewi Kala Hijau menjadi cemas gelisah. Nyalinya untuk meneruskan pertempuran menjadi tipis ketika ujung lengan pakaian hijaunya kena disambar putus oleh senjata lawan! Maka perempuan ini segera memberi isyarat pada ketiga muridnya. Keempatnya menyerang dengan gencar lalu melompat keluar kalangan pertem-puran!
“lblis-iblis pengecut, kalian mau lari ke mana?!” bentak Wiro Sableng memburu.
“Budak hina dina, sayang kami tak punya waktu banyak untuk menghadapimu! Jika kau masih penasaran silahkan datang ke Lembah Tengkorak pada hari dua belas bulan dua belas!” Habis berkata demikian Dewi Kala Hijau mengeluarkan sebuah benda berbentuk bola berwama hitam dan besamya sebesar kepalan! Benda itu dilemparkannya ke tanah dihadapan Wiro Sableng.
“Wuuuss!”
Bola hitam itu pecah. Maka mengebullah asap hitam pekat yang tak tertembus pemandangan!
“Keparat betul!” maki Wiro Sableng. Dia menerjang asap itu dengan geramnya. Namun lapisan asap tebalnya sampai sepuluh tombak! Dan bila dia berhasil keluar dari lapisan asap itu maka Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya sudah lenyap! Mayat Kala Merah juga lenyap!
* * *
SEBELAS
Dunia berputar terus. Siang berganti dengan malam, disambung lagi dengan siang lalu malam demikianlah seterusnya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hari dua belas bulan dua belas semakin dekat juga. Dunia persilatan semakin tegang oleh kemunculan Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya yang hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak. Dimana mereka muncul, disitulah terjadi pembunuhan! Enam Partai Persilatan musnah lagi tinggal nama saja. Lusinan tokoh silat menemui ajalnya di tangan perempuan-perempuan itu. Sebenarnya akan lebih banyak lagi Partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang bakal tamat riwayatnya jika saja kejahatan-kejahatan atau pembunuhanpembunuhan yang dilakukan oleh Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya itu tidak mendapat halangan dan tantangan dari tokoh-tokoh silat sakti. Satu di antara mereka yang paling menjadi momok bagi Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya ialah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng!
Berkali-kali Pendekar 212 menggagalkan maksud Dewi Kala Hijau hendak menghancurkan beberapa Partai Persilatan. Berkali-kali pula beberapa tokoh silat karena bantuan Pendekar 212 berhasil meIoloskan diri dari liang jarum kematian! Karenanya antara Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya dengan Pendekar 212 terdapat dendam kesumat yang tiada terkirakan besarnya. Namun demikian dibalik dendam kesumat itu tersembunyi pula Satu perasaan di hati Dewi Kala Hijau. Sang Dewi ini tidak mengetahui bahwa apa yang dirasakannya itu, dialami pula oleh muridnya sendiri yaitu Kala Putih!
Sebelum masuk ke dalam dunia persilatan, Dewi Kala Hijau pernah jatuh cinta terhadap seorang pemuda. Pemuda itu kemudian menemui kematian di tangan satu gerombolan rampok. Ketika pertama kali bertemu muka dengan Wiro Sableng, terkejutlah Dewi Kala Hijau karena pendekar ini mirip sekali parasnya dengan pemuda yang pernah dikasihinya itu. Cuma bedanya Wiro memiliki rambut panjang gondrong!
lngat pada pemuda kekasihnya dulu dan melihat Wiro, Sang Dewi merasakan seperti kekasihnya hidup kembali. Dan api cinta yang dulu padam kini mulai menyala lagi! Namun karena Wiro Sableng senantiasa menjadi penghalang besar dalam rencananya untuk mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka benih cinta yang kembali menyubur itu menjadi
tertindas tumbuhnya. Di satu pihak Wiro bisa memberikan satu kehidupan yang bahagia bagi masa depannya, dilain pihak Wiro adalah merupakan musuh besar bagi rencana dan dirinya sendiri!
Sementara itu hari dua belas bulan dua belas semakin dekat juga. Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya tidak ada waktu lagi untuk menumpas Partai-partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang menantang-nya karena dia harus mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah Tengkorak guna meresmikan Lembah Tengkoraknya. Maka Dewi Kala Hijau menukar siasat. Kedelapan penjuru angin dunia persilatan disebarkanlah surat-surat undangan guna menghadiri hari peresmian berdirinya Partai Lembah Tengkorak. Bila tokoh tokoh silat dan ketua-ketua Partai Persilatan baik dari
golongan putih maupun hitam sudah hadir nanti, maka pastilah siasatnya itu akan berjalan baik. Apalagi mengingat sampai saat itu dia telah memiliki sejumlah besar anggota-anggota partai dari jago-jago silat lihai yang telah ditundukkannya!
Meskipun sudah terbayang oleh Dewi Kala Hijau bahwa Partai Lembah Tengkorak pasti akan berdiri dengan megah namun hati kecilnya masih gelisah terhadap orang-orang seperti Pendekar 212 Wiro Sableng! Sekalipun tidak diundang bukan mustahil Pendekar 212 akan datang ke Lembah tengkorak apalagi dalam pertempuran di tempat Partai telaga Wangi tempo hari Dewi Kala Hijau telah menantangnya untuk datang ke Lembah Tengkorak, pada hari dua belas bulan dua belas!
Selama mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah Tengkorak, Dewi Kala Hijau senantiasa mencari akal bagaimana cara yang paling baik untuk menghadapi Pendekar 212. pemuda itu berbahaya sekali dan merupakan musuh besamya! Namun meski berbahaya, hati kecilnya tak menginginkan Wiro Sableng menemui kematian Inilah satu ujian yang berat bagi Dewi Kala Hijau! Memang bagaimanapun jahat dan terkutuknya hati Seorang manusia, namun bila sinar cinta dan kasih sayang merayapi hatinya maka dia akan dihadapkan pada kebimbangan. Cintakah yang musti didahulukannya atau cita-citanya ?!.
Seminggu sebelum tiba hari dua belas bulan dua belas, Dewi Kala Hijau memerintahkan muridnya si Kala Putih dan seorang anggota Partai untuk mencari dan meringkus Pendekar 212 hidup-hidup. Menurut keyakinan Dewi Kala Hijau menjelang hari peresmian berdirinya Partai Lembah Tengkorak, pastilah Pendekar itu berada dekat-dekat sekitar kaki Gunung Merapi. Adapun anggota Partai yang bersama Kala Putih ini ialah seorang tokoh silat aliran hitam yang berjuluk “Si Jaring Hantu”. Kehebatan Si Jaring Hantu maka sampai dia diberi gelar demikian ialah karena dia memiliki senjata ampuh yaitu sebuah jaring yang terbuat dari sejenis tali yang tak Satu senjatapun Sampai saat itu sanggup memutusnya!
Empat hari kemudian maka kembalilah Kala putih hanya seorang diri! Dewi Kala Hijau menyambut kedatangan muridnya itu dengan heran. Ada perubahan pada paras Kala Putih. “Mana Si Jaring Hantu?” bertanya Dewi Kala Hijau. Kala Putih menjura di hadapan gurunya tapi tak segera menjawab Kepalanya ditundukkan.
“KaIian berhasil menemui pemuda itu?” Kala Putih mengangguk..,
“Dan Si Jaring Haniu berhasil menangkapnya-.?” Kala Putih menggeleng perlahan. Dewi Kala Hijau memukul meja di hadapannya.
“Putih Sikapmu aneh sekali! Cepat berikan penuturan! bentaknya. “Mana Si Jaring Hantu?!” tanya Dewi Kala Hijau Hijau sekali lagi.
“Si Jaring Hantu tewas di tangan pemuda itu, guru ….”
Berubahlah Paras Dewi Kala Hijau. Dan Kala Putih meneruskan: “Kami berhasil menemui pemuda itu disatu jurang sekitar tiga puluh kilo dari sini dua hari yang lalu. Kami berdua mengeroyoknya. Setelah bertempur lima jurus Si Jaring Hantu berhasil meringkus Pemuda itu dengan jaring saktinya. Si pemuda coba lepaskan diri bahkan lepaskan pukulan sinar matahari tapi jaring tetap tak mau bobol. Namun keiika Si Jaring Hantu datang mendekat tiba-tiba sangat cepat sekali pemuda itu berhasil mencabut kapaknya dan membabat ke muka. Tali-tali jaring putus dan kapak terus memapas Perut Si Jaring Hantu dan,.. dan mati!”
“Lantas … ?”
“Aku… aku kemudian menghadapi pemuda itu. Tiga jurus saja aku sudah terdesak dan… dan terpaksa harus melarikan diri.”
Dewi Kala Hijau menggigit bibirnya. Matanya meneliti paras muridnya tapi tak jelas terlihat karena Kala Putih terus-terusan menundukkan kepalanya.
Namun demikian pandangan dan perasaan Dewi Kala Hijau Yang tajam bisa mengetahui bahwa disamping yang telah diterangkan oleh muridnya, pasti terjadi apa-apa! Karena saat itu berada dalam kesibukan maka Dewi Kala Hijau memutuskan pembicaraan dengan berkata: “Kau pergilah bantu yang lain-lainnya membereskan segala sesuatunya. Beberapa diantara undangan telah ada yang datang….”
Kala Putih menjura lalu pergi dengan cepat. Memasuki hari keenam sementara para tamu telah banyak yang datang maka Dewi Kala Hijau melihat semakin jelas adanya perubahan pada diri muridnya Si Kala Putih. Maka perempuan itu pun menyuruh muridnya menghadap. Begitu Kala Putih selesai menjura. Dewi Kala Hijau segera membuka
mulut: “Sejak kembalimu pergi bersarna Si Jaring Hantu ada banyak perubahan dalam sikapmu Betul … ?”
Kala Putih agak gugup tapi menjawab juga: ”Tidak … tak ada perubahan pada diriku, Guru ….”
“Jangan bicara dusta! Jangan tipu gurumu! Jangan tipu dirimu sendiri!” membentak Dewi Kala Hijau. “Terangkan apa yang terjadi?!”
“Tak ada terjadi apa-apa, Guru.” sahut Kala Putih.
Dewi Kala Hijau menggebrak meja. “Selama ini kau selalu periang suka melucu, sering tertawa dan bergurau dengan saudara-saudara seperguruanmu! Tapi sekembalimu dua hari yang lalu sikap dan sifatrnu jauh berubah! Kau jadi. pendiam, suka menyendiri dan banyak melamun! Jangan kira aku ini buta. Putih! Kau berdusta! Angkat mukamu, pandang mataku!”
Kala Putih mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan coba memandang kedua mata gurunya. Tapi cuma sebentar. Sedetik kemudian kepalanya ditundukkan kembali. Untuk pertama kalinya Kala Putih merasa ngeri dan takut melihat sepasang mata serta paras gurunya!
Dewi Kala Hijau rnenyeringai. “Kau masih juga merahasiakan perubahan sikapmu, Putih? Masih merahasiakan apa yang terjadi?!”
Tenggorokan Kala Putih kelihatan turun naik. Kemudian terdengarlah ucapannya tersendat-sendat.” Se….sesudah Si Jaring Hantu menemui ajalnya, aku coba menghadapi… pemuda itu beberapa jurus. Akuhanya sanggup menghadapi sebanyak tiga jurus kemudian coba melarikan diri namun cepat sekali punggungku kena ditotok hingga aku menjadi kaku tegang tak bisa lagi bergerak….”
Mulut Dewi Kala Hijau komat kamit: “Lalu?!”
“Kusangka pastilah pernuda itu akan membunuhku tapi ternyata tidak. Dia bicara panjang lebar dan menasihatkan agar aku kembali ke jalan benar serta meninggalkan kaki Gunung Merapi ini….”
“Apa jawabmu?”
“Kumaki dia habis-habisan. Kuludahi mukanya malah, tapi dia hanya tertawa-tawa! Dia hendak rnelemparkan aku ke dalam jurang, kecuali jika aku berjanji mau kernbali ke jalan yang benar dan meninggalkan tempat ini. Aku … aku terpaksa pura-pura menerima janjinya. Aku dilepas. Kemudian aku melarikan diri dan kembali ke sini ….”
“Hanya itu saja …. Hanya itu saja yang terjadi?!” Kala Putih tak menjawab.
“Jangan diam macam orang tuli serta bisu!” bentak Dewi Kala Hijau.
”Tidak … guru …” kata Kala Putih akhirnya.
“Apanya yang tidak?!”
“Tidak itu saja yang terjadi ….”
“Hah? Lalu apa?!” Tenggorokan Kala Putih kembali kelihatan turun naik ”A… aku … aku ….”
“Aku apa?!” hardik sang guru tak sabaran.
“Mohon maaf guru … aku … aku tertarik pada pemuda itu ….” Mata Dewi Kala Hijau membeliak besar.
“Apa katamu?! Kau tertarik pada Wiro Sableng pemuda keblinger itu?! Hah?!”
Kala Putih mengangguk perlahan. Mulut gurunya komat kamit. “Kau tertarik padanya, kau jatuh cinta padanya?!” Dan Kala Putih mengangguk lagi.
“Gadis sambal!” maki Dewi Kala Hijau. Ditendangnya kursi di hadapannya hingga mental dan hancur berantakan! “Disuruh meringkus musuh, dia pergi bercinta-cintaan! Apa yang telah kalian lakukan?!”
“Tidak ada … guru ….”
“Dusta! Ayo katakan cepat!” Dewi Kala Hijau mengangkat tangan kanannya ke atas. Sepasang matanya berkilat-kilat.
“Jika tak mau mengaku ajalmu sampai detik ini juga!”
“Dia … dia menciumku;guru ….”
“Menciummu?! Gila! Gilaaa! Dicium kau diam saja?” Kala Putih tak menjawab.
“Selain dicium kau diapakan lagi olehnya?!”
“Di … dipeluk ….”
“Anak setan!” Kali ini meja yang jadi korban tendangan Dewi Kala Hijau.
“Habis dipeluk lalu apa lagi … ?”
“Tidak ada lagi guru, sungguh.”
“Jangan bohong! Kau … kau tidur bersamanya ya?!”
“Tidak, sungguh mati tidak guru ….” Dan Kala Putih mulai sesenggukan.
Dewi Kala Hijau melangkah mundar mandir di ruangan itu beberapa lamanya.
“Dia bicara apa saja padamu? !”
“Dia bilang akan datang ke sini dan menggagalkan maksud pendirian Partai Lembah Tengkorak dan membunuhmu bila kau tak bertobat dan kembali kejalan yang benar.. ..”
“Kentut! Kau juga kentut, Kala Putih! Dengar bila kelak peresmian Partai telah berlangsung kau akan menerima hukuman berat dariku!”
Kala Putih menjatuhkan diri berlutut. “Guru harap kau sudi memaafkan. Aku … aku ….”
“Ke luar dari sini! Aku muak melihatmu!” bentak Dewi Kala Hijau dengan amat geram. Perlahan-lahan Kala Putih berdiri. Disekanya kedua matanya lalu dengan menundukkan kepala ditinggalkannya tempat itu.
* * *
DUABELAS
Hari dua belas bulan dua belas Sang surya memunculkan diri di ufuk Timur memancarkan sinar kuning kemerahan. Berangsur tinggi sang surya berubah pula warnanya yang merah kekuningan itu menjadi putih keperakan. Di kaki Timur Gunung Merapi kelihatanlah satu pemandangan baru yang luar biasa. Sekitar Lembah Tengkorak dalam radius satu kilometer dilingkari oleh sebuah parit yang sangat dalam dan lebar empat puluh tombak! Air parit ini kelihatan hijau kelam tanda diserapi dengan racun yang jahat. Bagaimanapun saktinya seseorang, tak mungkin akan dapat melompati parit ini! Di satu bagian dari parit terdapat sebuah tangga gantung. Tangga gantung ini terbuat dari tulang belulang manusia seperti tulang kaki, lengan dan iga-iga. Di beberapa bagian dihiasi dengan tengkorak-tengkorak kepala manusia!
Di keseluruhan lembah yang dikitari oleh parit itu maka memutihlah tulang-tulang belulang dan tengkorak manusia. Di tengah-tengah lembah berdiri sebuah panggung yang sangat luas. Seperti jembatan gantung tadi maka keseluruhan panggung ini juga terbuat dari tulang belulang manusia! Tiang panggung terdiri dari tumpukan tengkorak tengkorak kepala, lantainya dari tulang-tulang kaki, tulang-tulang lengan serta iga yang disambung satu sama lain! Pada beberapa bagian terdapat rombe rombe atau gaba-gaba yang juga semuanya terbuat dari tengkorak serta tulang-tulang manusia! Di sekitar panggung sebelah muka duduklah ratusan tamu-tamu dari dunia persilatan yang telah diundang oleh Dewi Kala Hijau! Dan kesemua tamu ini duduk di atas kursi-kursi yang juga dibuat dari tulang-tulang manusia! Banyak diantara tokoh-tokoh silat itu yang merasa menyesal telah datang ke Lembah Tengkorak! Namun hal ini tidak mereka
perlihatkan meski di dalam hati mereka sesungguhnya merasa ngeri. Ke mana saja mata memandang maka tengkorak-tengkorak kepala dan tulang-tulang manusia yang kelihatan serta mereka duduki sebagai kursi!
Banyak pula di antara para tamu yang bertanya-tanya dalam hati, dari manakah semuanya tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak manusia itu? Apakah dari manusia-manusia yang telah menjadi korban Dewi Kala Hijau?!
Sementara itu di dalam guanya Dewi Kala Hijau tengah dikelilingi oleh tiga orang murid dan beberapa anggota Partai yang menduduki jabatan tinggi. Dewi Kala Hijau tengah memberikan beberapa tugas-tugas terakhir pada mereka Kemudian pertemuan dibuarkan setelah semuanya disuruh bersiap siap, kecuali Kala Biru yang kemudian dipanggil dan diajak bicara empat mata.
“Apakah kau sudah lihat pemuda itu di antara para tamu?” tanya Dewi Kala Hijau.
“Sudah guru. Tapi dia tidak duduk di kursi yang disediakan melainkan duduk di cabang pohon kenari di sebelah Barat panggung….”
Dewi Kala Hijau merutuk dalam hatinya, lalu berkata: “Menyamarlah dan temui dia di atas pohon itu, lalu ajak kemari melalui pintu rahasia dan bawa langsung ke kamarku!”
“Baik guru!” Kala Biru menjawab.
“Waktumu cuma sepuluh menit, Biru!” Kala Biru menjura lalu meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Tak lama kemudian di ujung Barat panggung kelihatanlah seorang kakek-kakek terbungkuk-bungkuk melangkah mendekati pohon kenari besar. Semua yang hadir tidak mengambil perhatian karena menyangka kakek-kakek itu adalah seorang dari sekian tamu yang diundang oleh Dewi Kala Hijau. Lagi pula semua mata para tamu kebanyakan tertuju ke muka panggung.
Kakek-kakek itu yang tak lain dari pada Kala Biru yang telah menyamar adanya, menekuk lutut dan menjejak bumi. Tubuhnya laksana terbang melesat ke atas cabang pohon kenari di mana saat itu duduk Pendekar 212 Wiro Sableng sambil enak-enakan makan buah kenari!
“Eh, kakek-kakek kau siapakah yang mau-mauan naik ke tempatku duduk ini … ?!” tanya Wiro Sableng.
”Kakek Biru menarik nafas dalam dan merubah suaranya sehingga persis seperti suara orang tua renta. “Wiro Sableng, aku adalah suruhan Dewi Kala Hijau. Dewi memintamu untuk datang ke tempatnya. Dia akan bicara empat mata denganmu!”
“Hem … begitu? lngin bicara apa?” tanya Wiro pula sedang sepasang matanya memandang meneliti paras kakek-kakek tua di hadapannya.
“Mana aku tahu? Aku cuma jalankan perintah,” jawab Kala Biru pula.
“Kalau Dewimu perlu aku, suruh saja dia datang ke sini!”
“Jangan bicara pongah di sarangnya Dewi Kala Hijau” desis kakekkakek itu. “Sekalipun kau bisa mengacaukan suasana, tapi jangan harap kau bisa ke luar dari sini. Lihat, jembatan gantung telah diputuskan!” Pendekar 212 terkejut dan memandang ke jurusan kanannya. Memang betul, saat itu jembatan gantung yang terbuat dari tulang belulang manusia telah diputuskan!
”Kalau jembatan sudah diputus apa kau kira aku tak bisa ke luar dari lembah ini…?!” “Sudahlah … aku tak mau bicara panjang lebar dengan kau, Kau mau turut aku ke tempatnya Dewi Kala Hijau atau tidak?!”
“Eh, kakek, kau mengancam aku … agaknya?”
Kala Biru tertawa mengekeh. “Apakah kau tidak punya nyali untuk berhadapan dengan Dewi kami? Ah, kukira kau betul-betul seorang satria berhati jantan! Kiranya Cuma budak hina dina yang pengecut berhati dodol!” Marahlah Pendekar 212.
“Di ujung langit pun Dewimu itu aku akan datangi!” katanya.
“Kalau begitu mari kita buktikan!” Si kakek alias Kala Biru melayang turun. Penuh penasaran Pendekar 212 mengikuti! Dia dibawa ke lembah sebelah Tenggara, melalui sebuah jalan berputar dan berliku turun naik kemudian masuk ke sebuah lobang goa yang dari luar ditutupi dengan tumpukan tulang belulang manusia! Lorong di dalam goa itu ternyata diterangi dengan lampu-lampu kuno berbentuk lampu Aladin. Kira-kira dua menit kemudian, dihadapan sebuah pintu batu si kakek menghentikan langkahnya, lalu berpaling pada Wiro Sableng, dan berkata:
“Tunggu aku sampai dl lorong sebelah sana lalu ketuk pintu batu ini ….”
“Orang tua, jika ini adalah perangkap jangan harap matimu secara baik-baik! Paling tidak tangan dan kakimu akan kutanggalkan satu demi satu!” Si Kakek alias Kala Biru tertawa mengekeh dan berlalu dari hadapan Pendekar 212. Wiro sendiri merasa tidak enak saat itu dan dia yakin bahwa dirinya berada dalam satu perangkap. Namun untuk kembali mungkin akan lebih besar lagi bahayanya apalagi mengingat tiap pengecut yang diberikan si kakek tadi sangat
membakar hatinya! Maka ketika si kakek dilihatnya sudah sampai di lorong ujung sana segeralah diketuknya pintu batu di hadapannya. Pintu batu yang berat itu demikian diketuk membuka ke samping dengan sendirinya. Ternyata pintu batu itu tebalnya dua tombak lebih!
Ketika Wiro memandang ke pintu yang terbuka itu, di belakang pintu kelihatanlah sebuah kamar yang sangat bagus! Belum pernah Pendekar kita melihat kamar yang demikian. Di samping kiri terdapat sebuah tempat tidur berseperai hijau berbunga-bunga merah, kuning, putih, biru dan coklat. Di dinding di samping tempat tidur ini tergantung sebuah lukisan besar yang indah. Di sebelah kanan terdapat seperangkat meja dan kursi sedang keseluruhan lantai tertutup dengan permadani tebal dan bagus! Tapi apa yang menarik perhatian Pendekar 212 saat itu bukan semua keindahan tadi melainkan pada sesosok tubuh perempuan yang duduk di atas kursi di tengah ruangan. Perempuan ini mengenakan sehelai baju panjang hijau yang terbuat dari kain sutera yang sangat tipis. Kaki kanannya dipangkukan di atas kaki kiri sehingga baju panjangnya itu tersibak lebar memperlihatkan pahanya yang putih padat serta mulus! Di balik baju sutera tipisnya itu hampir jelas kelihatan kedua buah dadanya yang besar. Namun semua keindahan badan yang laksana telanjang itu tiada artinya bila dilihat paras perempuan itu yang tertutup topeng tipis muka tengkorak!
“Silahkan masuk Wiro ….” Dewi Kala Hijau berkata sambal melambaikan tangannya.
“Jika kau mau bicara biar aku berdiri di sini saja,” jawab Pendekar 212 pula.
“Ah … ucapanmu menyatakan kecurigaan, bukan? Tak perlu curiga, tak perlu khawatir bahwa aku akan menjebakmu. Silahkan masuk ”
“Sekalipun kau memang bermaksud menjebakku, aku tidak gentar! Nyawaku berarti juga nyawamu Dewi Kala Hijau!”
“Hem … itu satu kata-kata yang bagus. Mari, masuklah Wiro. Aku ingin bicara denganmu.” Maka Pendekar 212 pun masuklah. Begitu dia masuk ke dalam kamar itu maka pintu di belakangnya bergeser cepat dan tertutup kembali.
Dewi Kala Hijau tertawa. “Silahkan duduk” katanya.
Wiro tetap berdiri di tempatnya. Dan Dewi Kala Hiiau tertawa lagi lalu bertanya: “Menurutmu kamar ini bagus atau tidak?”
“Bagus sekali dan indah,” jawab Wiro. “Cuma sayang ….”
“Sayang apa?”
“Sayang dihuni oleh perempuan bermuka buruk!” Dewi Kala Hijau tertawa gelak-gelak. ”Parasku tidak seburuk yang kau kira, Wiro!” katanya. Dan habis berkata begini dengan tangan kirinya dibukanya topeng tengkorak yang menutupi mukanya. Ternyata Dewi Kala Hijau berparas cantik sekali. Hidungnya kecil mancung, bibirnya laksana delima merekah, bola matanya bening dan bersinar seperti bintang timur, di dagunya sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat kecil. Pendekar.212 garuk kepalanya.
“Apakah parasku buruk?” bertanya Dewi Kala Hijau.
“Tidak.” jawab Wiro cepat. “Tapi buat apa paras secantik itu kalau hatimu lebih jahat dari hati iblis?!” Dewi Kala Hijau tertawa lagi gelak-gelak. “Wiro, saat ini kita cuma punya sedikit waktu untuk bicara. Sebentar lagi aku akan ke luar untuk meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak! Kuharap kau suka bergabung dengan kami….”
Wiro Sableng menyeringai. “Kau masih saja mimpi tentang Partaimu! Juga apa kau lupa bahwa sekali aku menolak tawaranmu sampai kapan pun tetap kutolak!”
Dewi Kala Hijau berdiri dari kursinya dan melangkah ke hadapan Pendekar 212. Betapa jelasnya kelihatan potongan tubuhnya yang indah itu. Pendekar kita merasa nafasnya seperti berhenti.
“Pendekar gagah, agaknya kaulah yang mimpi. Apakah kau buta pada kenyataan akan adanya panggung di luar sana? Apakah kau tidak melihat para tamu yang datang ke tempat ini untuk menyaksikan resminya berdirinya Partai Lembah Tengkorak?”
“Baik kalau kau bilang aku yang mimpi. Tapi walau bagaimana-pun aku tak akan masuk ke dalam Partaimu. Bahkan kedatanganku ke sini justru untuk menghancurkannya!” Dewi Kala Hijau melangkah dan berdiri dekat dekat di hadapan Pendekar 212. Nafasnya dan bau badannya yang harum menyapu-nyapu muka dan menusuk hidung Pendekar 21 2. Tiba-tiba perempuan itu merangkulkan kedua tangannya ke leher si pemuda dan berbisik lirih:
“Wiro … turutlah permintaanku. Mari kita pimpin bersama-sama Partai Lembah Tengkorak. Kau boleh tinggal di sini dan aku akan mematuhi apa saja yang yang kau inginkan ….” Dada Pendekar 212 menggemuruh. Darahnya mengalir cepat-cepat. Lebih-lebih ketika perempuan itu meletakkan kepalanya di dadanya dan memeluknya ketat-ketat!
“Wiro ..” bisik Dewi Kala Hijau lirih. “Kau mau mengabulkan permintaanku, bukan?”
Wiro tak menjawab tapi dengan perlahan dilepaskannya kedua tangan perempuan yang merangkulnya itu.
“wiro ….”
“Aku tak bisa menerima tawaranmu itu, Dewi Kala Hijau.” kata Wiro Sableng tegas.
“Kau akan kuberi kedudukan sebagai Ketua Partai dan aku akan menjadi milikmu. Kita akan hidup bersama dan bahagia … !” ujar Dewi Kala Hijau. Sekali lagi tubuhnya merangkul badan si pemuda.
“Aku tetap tak dapat menerima tawaranmu.”
Dewi Kala Hijau menggerakkan badannya. Maka detik itu juga jatuhlah pakaian yang dikenakannya ke lantai! Dalam keadaan tanpa pakaian perempuan ini kemudian kembali memeluki tubun si pemuda nafasnya dan dadanya memanasi dada Wiro Sableng. Kalau saja Pendekar 212 bukan murid Eyang Sinto Gendeng yang sudah digembleng lahir serta bathinnya mungkin saat itu akan runtuhlah imannya.
“Dewi Kala Hijau, aku akan meninggalkan tempat ini! Tunjukkan jalan ke luar!”
“Wiro … jangan pergi. Terima tawaranku …”, kata Dewi Kala Hijau lalu ditariknya tangan pemuda itu sehingga keduanya terguling di atas tempat tidur!
“Perempuan hina, jangan coba menipu aku!” bentak Pendekar 212 meronta.
“Siapa yang menipumu? Aku bersungguh hati dan tidak palsu dengan ucapanku.” kata Dewi Kala Hijau. Wiro mendorong perempuan itu hingga tertelentang di atas tempat tidur, kemudian dia melompat ke pintu batu darimana dia masuk tadi namun pintu itu tiada berbekas sama sekali, lenyap sama datar dengan dinding ruangan!
“Wiro!” Dewi Kala Hijau melompat dan menubruk di pemuda. “Kamar ini penuh senjata rahasia. Sekali aku menggerakkan tangan atau kaki, tamatlah riwayatmu!”
“Aku tidak takut mati! Tapi sebelum mati pasti kepalamu kupecahkan dulu!” balas mengamcam Pendekar 212.
Dan Dewi Kala Hijau kelihatan lunak kembali. Satu tangannya memeluk lagi tubuh si pemuda. Sedang tangan yang lain menarik tangan Wiro dan meletakkannya di atas buah dadanya! “Masuklah ke dalam Partaiku, Wiro. Kau kuserahi jabatan sebagai Ketua ….”
“Tidak!” bentak Wiro.
“Pergilah!” Sekali dorong saja maka hampir sang Dewi jatuh terjerongkang. Setelah mengimbangi tubuhnya, Dewi Kala Hijau untuk kesekian kalinya merengek macam anak kecil. Namun Pendekar 212 tetap pada pendiriannya. Maka marahlah perempuan itu Sementara tangan kanannya memeluk pinggang Wiro Sableng, tangan yang lain tak terduga tiba-tiba bergerak dengan cepat menotok jalan darah urat besar di tubuh Pendekar 212! Tak ampun lagi pemuda ini pun roboh ke atas permadan! tanpa bisa bergerak dan tanpa sanggup membuka mulut.
“Manusia goblok! Tolol! Rasakan sekarang!” maki Dewi Kala Hijau. “Diberikan kedudukan tinggi, minta jalan ke neraka! Sehabis peresmian Partai kelak akan kutunjukkan padamu cara mampus yang paling hebat!” Habis berkata begini maka Dewi Kala Hijau mengenakan topeng tengkoraknya kembali dan pakaian ringkas wama hijau lalu meninggalkan ruangan itu.
* * *
TIGABELAS
Ketika ratusan pasang mata memandang lekat-lekat ke arah panggung dan menunggu dengan hati tidak sabar tapi juga agak gentar akan munculnya Dewi Kala Hijau maka terdengarlah suara gong dipalu tujuh kali. Begitu gema gong menghilang, aneh sekali panggung tengkorak di hadapan para tamu bergerak ke atas lebih tinggi dan di bawah panggung kelihatanlah sebuah pintu terbuka. Didahului oleh teriakan-teriakan dahsyat laksana meruntuhkan jagat maka dari pintu itu keluarlah Dewi Kala Hijau diiringi oleh tiga orang muridnya dan seratus lebih anggota partai. Baik Dewi Kala Hijau maupun murid-murid serta seluruh anggota Partai. semuanya mengenakar sebuah kalung tengkorak manusia! Dewi Kala Hijau, tiga orang muridnya dan sekuruh anggota Partai kemudian duduk di barisan kursi yang terletak di panggung sebelah Barat.
Tujuh kali lagi gong dipalu dan setelah itu Dewi Kala Hijau pun selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak melompat naik ke atas panggung. Gerakannya indah sekali waktu melompat itu kakinya tidak kelihatan menekuk ataupun memusatkan berat badan untuk dihenjot ke atas. Dari sini saja setiap yang hadir sudah dapat mengetahui bagaimana tingginya ilmu Dewi Kala Hijau! Sebelum membuka mulut terlebih dahulu Dewi Kala Hijau menyapu seluruh para tamu dengan sepasang matanya. Kemudian baru terdengar suaranya yang nyaring lantang, yang sekaligus bernada pongah congkak! “Aku Dewi Kala Hijau selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak menghaturkan banyak terima kasih kepada saudara-saudara di sini yang telah sudi datang untuk menyaksikan sendiri dengan resmi berdirinya Partai Lembah Tengkorak!”
”Perlu saudara-saudara ketahui bahwa Partai ini mempunyai satu maksud besar yakni menggabung dan mempersatukan seluruh tokoh silat serta Partai Persilatan di dunia untuk berpadu dalam satu Partai saja yaitu Partai kami, Partai Lembah Tengkorak. Kami tidak memaksa siapapun dan Partai Silat manapun untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak. Tapi menurut pandangan kami, jika kalian semua sudah bersedia menerima undangan dan datang ke sini maka itu berarti kalian telah menyatakan diri masuk ke dalam Partai Lembah Tengkorak!”
Gemparlah suasana para hadirin begitu mendengar ucapan Ketua Partai Lembah Tengkorak itu. Mereka saling pandang dengan mulut menganga dan mata membeliak besar! Belum lagi rasa terkejut yang menggempari suasana itu berakhir maka terdengar pula suara Dewi Kala Hijau. “Saat ini Partai LembahTengkorak sudah memiliki lebih dari seratus anggota yang terdiri dari tokoh-tokoh silat utama bahkan beberapa di antaranya pernah merajai dunia persilatan! Sekarang, untuk tidak membuang waktu, kuharap kalian semua berdiri dari kursi masing-masing dan berlutut mengangkat sumpah menyatakan diri masuk ke dalam Partai Lembah Tengkorak!”
Kembali suasana menjadi gempar penuh ketegangan. Tiba-tiba seorang diantara para hadirin berdiri dan berseru.
“Dewi Kala Hijau! Undangan yang kau berikan kepadaku dan semua yang hadir di sini adalah hanya untuk menghadiri berdirinya kau punya Partai! Tapi saat ini dengan menyatakan besarnya jumlah anggota Partaimu kau memaksa kami untuk masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak! Aturan macam manakah yang kau pakai?!” Semua kepala, termasuk kepala Dewi Kala Hijau dengan serta merta berpaling. Yang bicara ternyata adalah seorang tokoh silat golongan putih yang besar pengaruhnya dewasa itu.
”Oh, kiranya Pendekar Bambu Kuning.” Kata Dewi Kala Hijau. “Tentu saja untuk orang semacammu tidak akan masuk sebagai anggota biasa, tapi anggota dengan jabatan tinggi.”
“Maaf, aku tidak bermaksud untuk menanyakan tinggi atau rendahnya jabatanku sebagai anggota, tapi ialah menolak keras adanya unsur paksaan untuk masuk Partaimul”
“Lantas apa maumu, Pendekar Bambu Kuning?'” tanya Dewi Kala Hijau mulai beringas.
”Kuharap kau menarik pulang kembali ucapanmu yang memaksa tadi!” Dewi Kala Hijau tertawa dingin. “Sebenarnya aku tidak memaksa,” katanya, “Tapi bila ada diantara yang hadir di sini tidak mau menuruti kehendakku berarti itu mempersingkat umur namanya! Apa kalian tidak tahu, sekalipun kalian memiliki sayap atau pandai terbang, kalian pasti tak akan ke luar dari Lembah ini dengan selamat, kecuali jika kalian masuk dan bergabung dalam Partaiku!”
“Aku menolak mentah-mentah masuk Partaimu!” kata Pendekar Bambu Kuning dengan suara tegas mantap.
Paras Dewi Kala Hijau mengkerut di batik topeng tengkoraknya. Dia berpaling ke belakang dan berseru: “Pahat Tiga Racun, bereskan pengacau ini! Paling lambat dalam lima jurus!” Maka seorang laki-laki berpakaian merah darah berkumis melintang yang selilit pinggangnya bergantungan lebih dari seratus buah pahat hitam beracun segera melompat ke atas panggung. Dia memandang dengan bengis kepada Pendekar Bambu Kuning lalu membentak:
”Manusia yang besar mulut dan telah menghina terhadap Ketua kami, harap naik ke panggung untuk terima kematianl”
Meluaplah amarah Pendekar Bambu Kuning sambil berteriak nyaring dan melompat ke panggung dicabutnya senjatanya yaitu sebuah bambu kuning, dan terus menyerang! Si Pahat Tiga racun menyambut serangan lawan dengan melemparkan lima Pahat Beracun. Sekali memutar bambu kuningnya maka runtuhlah kelima pahat hitam itu! Si Pahat Tiga Racun cabut lagi dua pahatnya. Dengan senjata itu kemudian dia menyerang Pendekar Bambu Kuning! Pertempuran hebat pun berkecamuklah. Dalam waktu yang sangat singkat tiga jurus sudah berlalu! Memasuki jurus yang keempat terdengarlah seruan Pendekar Bambu Kuning karena pertengahan bambunya berhasil dijapit oleh sepasang pahat hitam lawan! Dengan terpaksa Pendekar Bambu Kuning lepaskan bambunya. Serentak tangan melepas, serentak pula kaki kanan menendang ke muka! Pahat Tiga Racun melompat ke samping tapi dia tertipu! Tendangan tadi palsu belaka karena begitu dia mengelak layannya segera menghantamkan satu pukulan tangan kosong yang mengandung tenaga dalam ampuh!
Pahat Tiga Racun dengan cepat lepaskan japitan kedua pahatnya atas bambu kuning. Kedua senjata itu kemudian diputarnya untuk menangkis serangan lawan tapi kasip! Angin pukulan Pendekar Bambu Kuning telah menghantam dadanya lebih dahulu! Si Pahat Tiga Racun mencelat dua tombak, terguling di panggung dan muntah darah! Pada saat Pendekar Bambu Kuning membungkuk mengambil bambunya tahu-tahu tiga bayangan melesat ke atas panggung dan langsung menyerang! Dengan jatuhkan diri dan bergulingan, Pendekar Bambu Kuning berhasil menyelamatkan diri! Yang menyerangnya adalah tiga manusia berbadan kate dan mengenakan pakaian bertambal-tambal dan robek-robek.
“Hem, pengemis Baju Rombeng! Kalian bertiga rupanya juga tersesat jadi bergundalnya perempuan iblis itu huh?! Baik, majulah sekaligus biar lekas kumusnahkan!”
Pengemis-pengemis Baju Rombeng cabut senjata mereka yaitu sebentuk sapu ijuk pendek. Berbarengan ketiganya menggerakkan sapu ijuk itu. Tiga ratus jarum hitam kemudian mendesing ke arah Pendekar Bambu Kuning dari tiga jurusan!
”Curang!” terdengar seruan hadirin. Di atas panggung Pendekar Bambu Kuning sangat terkejut dan tak menduga kalau akan diserang sehebat itu. Segera diputarnya senjatanya. Namun seberapa dari jarum hitam yang datang dari samping kiri kanan masih sempat menancapi tubuhnya. ”Ha… ha!” tawa salah seorang dari Pengemis Rombeng. ”Jarum-jarum itu mengandung racun? jahat?! Nyawamu hanya tinggal tiga jam lagi!”
Mendengar itu maka kalaplah Pendekar Bambu Kuning! Senjatanya dibolang balingkan cepat sekali! Jurus-jurus simpanannya dikeluarkan! Sesaat kemudian terdengar jeritan salah seorang dari Pengemis Baju Rombeng. Kepalanya hancur dihantam ujung bambu! Namun disaat itu pula tubuh Pendekar Bambu Kuning semakin lemah akibat rangsangan racun jarum. Setelah bertempur tujuh jurus akhirnya dia terpaksa menemui ajalnya di tangan kedua orang Pengemis Baju Rombeng itu!
“Bagus!” seru Dewi Kala Hijau memuji kedua Pengemis Baju Rombeng. “Kelak kau akan kuberi tanda jasa!” Kedua orang itu tersenyum girang dan menjura lalu siap-siap untuk meninggalkan panggung namun langkah mereka terhenti ketika satu sosok bayangan biru melesat ke atas panggung sambil membentak:
“Pengemis-pengemis pengecut curang hina dina! Tetap tinggal di atas panggung! Aku mau lihat apakah kau juga bisa melakukan kecurangan terhadapku?!”
Bentakan itu adalah bentakan suara perempuan! Tapi nyaring dan kerasnya bukan olah-olah! Panggung tengkorak bergetar, telinga yang hadir mendenging! Semua mata tanpa berkedip memandang pada si pembentak! Dan ternyata dia memang seorang perempuan! Perempuan ini mengenakan pakaian biru. Parasnya sebatas mata ke bawah ditutup dengan sehelai kain yang juga berwarna biru! “Dewi Kerudung Biru!” berseru beberapa tokoh silat utama yang mengenali siapa adanya perempuan itu! Maka ketegangan pun semakin bertambahlah! Dewi Kerudung Biru bertemu dengan Dewi Kala Hijau tentu tak dapat dilukiskan kehebatannya nanti!
Dewi Kala Hijau di bailik topeng tengkoraknya mengerutkan kening. Sepasang matanya memandang tak berkedip dan menyorot tajam pada Dewi Kerudung Biru. Menurut taksiran Dewi Kala Hijau, perempuan berkerudung biru itu sebaya dengan dia. “Ayo, kenapa kalian melongo dan mematung saja?! Perlihatkan lagi kebiadaban dan kecurangan serta kepengecutan kalian!” bentak Dewi Kerudung Biru pada kedua Pengemis Baju Rombeng. Yang menjawab adalah Dewi Kala Hijau
“Dewi Kerudung Biru, jika kedatanganmu ke atas panggung ini untuk mengacau, berarti kau tidak melihat tingginya Gunung Merapi di depan mata Tapi jika kedatanganmu untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak, kelak aku akan berikan kedudukan tinggi kepadamul”
“lblis betina!” jawab Dewi Kerudung Biru. “Aku tidak buta sampai tak melihat Gunung Merapi di depan mata,” dan Dewi Kerudung Biru menunjuk ke arah Gunung Merapi yang berdiri megah di depan sebelah Barat Lembah Tengkorak, “Tapi dosa dan kejahatanmu lebih besar dan lebih tinggi dari gunung itu! Hari ini kau meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak dan mengangkat diri sebagai Ketua! Tapi apa kau tahu bahwa hari ini juga adalah merupakan akhir hayatmu?!”
“Perempuan setan!” balas memaki Dewi Kala Hijau. “Namamu memang besar! Tapi di sini jangan jual tampang! Pengemis Baju Rombeng! Bunuh perempuan setan itu!” Mendengar perintah itu, tak menunggu lebih lama kedua Pengemis Baju Rombeng kebutkan sapu ijuk masing-masing. Ratusan jarum hitam beacun jahat menderu menyambar ke arah Dewi Kerudung Biru. (Seperti dituturkan dalam kisah-kisah Pendekar 212 sebelumnya Dewi Kerudung Biru ini adalah Anggini, murid tokoh silat yang bergelar Dewa Tuak). Melihat serangan jarum maut itu Dewi Kerudung Biru mendengus. Dia melompat setinggi lima tombak kemudian laksana kilat berkelebat ke bawah, tangan kanan dipentang ke muka, jari-jari ditekuk kedalam!
“Cakar Garuda Emas!” seru Dewi Kala Hijau. Pengemis Baju Rombeng, awas!” Tapi percuma saja peringatan itu. Salah seorang dari dua Pengemis Baju Rombeng menjerit. Mukanya mandi darah. Hidung tanggal, kedua biji mata hancur luluh! Yang seorang lagi saking kecut dan terkejutnya sampai melompat mundur beberapa langkah sedang para hadirin diam-diam sangat memuji kelihaian Dewi Kerudung Biru.
Terdengar bentakan nyaring. Pengemis Baju Rombeng yang ketiga cabut pedang dan kebutkan sapu ijuknya. Satu jurus dia berkelebat cepat menggempur lawan namun tiada guna! Sekali Dewi Kerudung Biru gerakkan tangan kirinya maka “Buk!” Pengemis Baru Rombeng mencelat ke luar panggung. Tulang lehernya patah!
“Empat. Srigala Putih!” seru Dewi Kala Hijau “Cepat bikin perhitungan dengan bangsat itu!” Empat bayangan putih
berkelebat melompat ke atas panggung! Keempat manusia ini yang berjuluk Empat Srigala Putih mengurung Dewi Kerudung Biru dari empat sudut panggung!
“Hemm … jadi kalian juga merupakan kaki tangan iblis dajal itu ya? bagus! Majulah cepat!” ejek Dewi Kerudung Biru.
“Lima tahun malang melintang di daerah ini tak satu jago pun yang berhasil merubuhkan kami! Katakan cara mati yang bagaimana yang kau ingini perempuan hina?!”
“Cara mati yang begini, sobatku!” jawab Dewi Kerudung Biru. Bersamaan dengan itu tubuhnya lenyap ke hadapan orang yang bicara tadi. Dan terdengarlah satu pekikan hebat orang tadi kelihatan menutupi mukanya, Darah mengalir dari sela-sela jari. Sesaat kemudian tubuhnya pun tergelimpang di atas panggung tengkorak! Tiga rekannya yang lain melolong tinggi persis seperti srigala yang kemudian dengan serentak menyerang Dewi Kerudung Biru! Lima jurus
berlalu sangat cepat! Dewi Kerudung Biru membentak! Satu jeritan lagi terdengar! Satu orang lagi menggelimpang di lantai panggung! Rahang-rahang Dewi Kala Hijau bergemeletakkan. Mulutnya komat kamit seketika. Kemudian terdengarlah lengkingannya.
“Sepuluh Pemimpin Cabang Partai, majulah!” Maka ke atas panggung sepuluh laki-laki berpakaian merah darah berlompatan gesit! Sedetik kemudian sepuluh pedang merah bergulung-gulung! Angin sepuluh senjata itu laksana topan prahara dan kesemuanya menyerang satu sasaran yaitu Dewi Kerudung Biru, ditambah lagi tekanan-tekanan gencar yang dilancarkan dua dari Empat Srigala Putih yang masih hidup! Karena kedua belas orang ini bukanlah berkepandaian rendah maka satu jurus saja Dewi Kerudung Birupun terdesaklah! Tapi sang Dewi tiada kelihatan gugup atau kecut sedikit pun ! Malahan dia berseru dengan nada mengejek kepada Dewi Kala Hijau!
“Ketua Partai Lembah Tengkorak! Kurasa masih kurang jumlahnya cecunguk-cecungukmu yang mengeroyokku!”
“Jangan merocos juga betina edan! Sebentar lagi kepalamu sampai ke kaki akan tercincang lumat!” Keroyokan kedua belas orang itu memang luar biasa hebatnya. Namun Dewi Kerudung Biru benar-benar luar biasa pula tinggi ilmunya. Begitu kedua tangannya bergerak mengeluarkan jurus “Naga Kepala Seribu Mengamuk”, maka tiga dari pengeroyok rubuh tanpa nyawa, sesudah itu dua orang lagi roboh terjungkal ke luar panggung.
Dengan geram Dewi Kala Hijau memerintahkan lagi sepuluh orang anggota Partai yang berkepandaian tinggi untuk mengeroyok Dewi Kerudung Biru! Dilain pihak yang dikeroyok pun mengamuk dengan hebatnya. Jurus-jurus “Naga Kepala Seribu Mengamuk” dan “Cakar Garuda Emas” menebar silih berganti. Meskipun demikian jalannya pertempuran tetap tak seimbang. Dewi Kerudung Biru terdesak ke sudut panggung sebelah kanan!
“Ketua Partai Lembah Tengkorak!” terdengar seruan dari bawah panggung. “Kami Tiga Brahmana dari Gunung Nagajembangan tidak bisa tinggal diam! Pengeroyokan ini sudah sangat keterlaluan!” Sesaat kemudian tiga sosok bayangan putih melompat ke atas panggung. Dewi Kala Hijau memutar kepalanya dengan cepat. Pan-dangannya
tampak bengis. “Brahmana-brahmana tidak tahu diri, kalian mau turun tangan, baik! Tapi terima dulu hadiahku ini!” Ketua Partai Lembah Tengkorak mengangkat tangan kanannya. Selarik besar sinar hijau menderu dahsyat!
“Pukulan Kala Hijau!” seru Brahmana yang paling muka. Serentak dengan itu dia bersama dua kawannya melompat ke samping dan kebutkan lengan jubah masing-masing! Tapi terlambat. Dua puluh ekor kala beracun telah menyusup dan menancap di muka serta dada mereka. Ketiganya terjungkal kembali ke bawah tanpa sempat menjejakkan satu kakipun di lantai panggung yang terbuat dari tulang belulang dan tengkorak manusia itu!
“Siapa lagi yang hendak turun tangan membantu betina keparat itu silahkan naik ke atas panggung!” seru Dewi Kala Hijau! Semua hati yang hadir tercekat dan tak satu pun yang kelihatan berani menerima tantangan itu!
Sementara itu di sudut panggung sebelah kanan Dewi Kerudung Biru semakin kepepet! ketika lengan baju birunya robek besar disambar ujung pedang salah satu pengeroyok maka naiklah luapan amarahnya ke kepala! Kedua tangan kiri kanan diangkat ke atas dan dipukdlkan ke muka. Dua rangkum angin pukulan yang berwarna biru melabrak dari dua jurusan! “Pukulan Asap Kencana Biru!” seru Dewi Kala Hijau dengan paras tersirap. Dia memang sudah lama mendengar kehebatan ilmu pukulan itu dan baru saat itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Empat orang pengeroyok berpelantingan terhampar di panggung dua orang, yang dua lagi terguling di bawah panggung. Keempatnya tanpa nyawa! Dan bila Dewi Kerudung Biru mengangkat lagi kedua tangannya, kembali empat korban jatuh!
“Setan alas!” kutuk Dewi Kala Hijau. Matanya berputar ke arah dimana murid-muridnya duduk. Hanya Kala Biru dan Kala Hitam yang tampak. Kala Putih tiada kelihatan. Ini membuat Dewi Kala Hijau merasa curiga namun untuk menyelidik saat itu juga dimana Kala Putih berada tentu saja bukan pada tempatnya.
“Kala Biru, Kala Hitam! Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan!” teriak Ketua Partai Lembah Tengkorak.
Kedua muridnya pun segera bangkit dari kursi. Begitu melompat ke panggung, begitu mereka kirimkan serangan kala hijau ke arah Dewi Kerudung Biru. Dewi Kerudung Biru tidak tinggal diam. Dia sudah maklum kehebatan ilmu pukulan itu. Kedua tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik sinar biru menderu menangkis dua larik sinar hijau yang membawa Pukulan kala maut! Bentrokan itu demikian hebatnya hingga menimbulkan suara laksana letusan meriam! Meskipun jumlah pengeroyok kini berkurang namun dengan munculnya Kala Hitam serta Kala Biru maka keadaan Dewi Kerudung Biru lebih hebat terdesaknya dari tadi! Sepuluh jurus dengan kehebatannya yang luar biasa dia masih sanggup bertahan meski bertahan sambil mundur terus-terusan. Diam-diam Dewi Kerudung Biru mengeluh dalam hati. Sampai berapa jurus lagi dia akan sanggup bertahan?
Sementara itu Ketua Partai Lembah Tengkorak yang melihat Dewi Kerudung Biru masih bisa bertahan menjadi penasaran sekali! Diam-diam dia gerakkan tangannya mengirimkan pukulan-pukulan jarak jauh! Dewi Kerudung Biru bukan tidak tahu kalau dirinya diserang secara pengecut itu, namun untuk balas menyerang dia tak punya kesempatan, apalagi menghadapi pengeroyok yang banyak dan lihai-lihai itu! Lagi-lagi perempuan itu mengeluh dalam hati. Pada jurus yang kelima puluh satu, itulah batas kesanggupan Dewi Kerudung Biru untuk bertahan. Ketika dua ujung pedang menusuk dari muka belakang, satu kaki menendang ke arah selangkangan dan dua larik sinar hijau yang membawa puluhan kala maut menyerangnya, maka perempuan ini tiada sanggup lagi berkelit!
“Tamatlah riwayatku …” kata Dewi Kerudung Biru. Dia menggerung keras dan meramkan mata menunggu sampai ajalnya. Disaat yang kritis itu tahu-tahu terdengar suara mengaung laksana ribuan tawon mengamuk. Satu sinar putih berkiblat panas dan memerihkan kulit dan satu bentakan mengatasi ketegangan suasana.
“Manusia-manusia pengecut berhati dajal! Makan kapakku!” Dan enam pengeroyok menjerit rubuh. Kala Hitam kalau tidak lekas-lekas melompat mundur pasti akan terluka besar bagian dadanya!
* * *
EMPATBELAS
Ketika ketua Partai Lembah Tengkorak melihat siapa adanya manusia yang muncul itu, terbeliaklah kedua matanya! “Pemuda sinting! Bagaimana kau bisa lepas?!” tanyanya garang. Si pemuda yang bukan lain daripada Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa. “Sekarang bukan saatnya untuk bertanya jawab! kejahatanmu sudah lewat batas, dosamu sudah melampaui takaran! Karenanya mati adalah yang paling bagus buatmu!”
Dewi Kerudung Biru sendiri yang tadi pejamkam mata menunggu ajalnya dengan terheran-heran membuka matanya kembali. Begitu melihat dan mengenali pemuda yang di hadapannya dia pun berseru gembira:
“Wiro…!”
Pendekar 212 mengedipkan matanya dan bersiul. “Anggini, mari kita tumpas manusia-manusia iblis ini!”
“Memang itu maksudku Wiro. Terima kasih atas pertolonganmu tadi!” jawab Anggini atau Dewi Kerudung Biru.
“Seluruh anggota Partai!” teriak Ketua Partai Lembah Tengkorak pula. “Siapkan dirimu semuanya untuk melumat kedua biang racun pengacau ini!” Pada saat itu pulalah Ketua Partai Lembah Tengkorak melihat muridnya Si Kala Putih. “Dari mana kau?!” tanyanya membentak.
“Dewi Kala Hijau, mulai saat ini aku bukan muridmu lagi ….”
“Hah! Apa … ?!” belalak Dewi Kala Hijau.
“Aku bukan muridmu lagi. Aku keluar dari Partaimu!” kata Kala Putih pula.
“Murid kualat murtad! Pasti kau juga yang melepaskan pemuda rambut gondrong itu ya?!” ,
“Ya!” sahut Kala Putih tanpa ragu-ragu. Mendidih amarah Dewi Kala Hijau.
“Kau boleh menjadi murid murtad! Kau boleh keluar dari Partai Tapi nyawamu juga musti minggat dari tubuh!” Ketua Partai Lembah Tengkorak pukulkan kedua telapak tangan ke muka. Mulut menghembus! Dua larik sinar hijau dan empat jalur asap hijau menderu dahulu mendahului menyerang Kala putih! Karena gugup dan tak menduga gurunya akan turun tangan secepat itu, Kala Putih terlambat mengelak. Tak ampun lagi tubuhnya kena dilanda serangan Dewi Kala Hijau. Dia terguling sampai beberapa tombak dengan muka serta badan ditancapi kalajengking beracun. Dari mulutnya membuih darah kental!
Menyaksikan kematian Kala Putih, gadis yang telah membebaskannya dari totokan dan kurungan Dewi Kala Hijau maka Pendekar 212 naik pitam. Namun sebelum dia melompat ke hadapan Dewi Kala Hijau, puluhan anggota Partai Lembah Tengkorak telah mengurungnya bersama Dewi Kerudung Biru! “Kalian minta mampus semua, marilah!” teriak Wiro Sambil tertawa menggidikkan pendekar ini memular kapaknya dengan sabat dan berseru nyaring “Para tamu yang hadir di sini! lnilah saat dimana kalian semua harus turun tangan untuk menghancurkan manusia-manusia pembawa malapetaka ini! Jika terlambat kalian semua akan menjadi korban dan dunia persilatan akan hancur binasa! Mari kita sama-sama berebut pahala memenggal kepala Dewi durjana Ketua Partai Lembah Tengkorak!”
Mendengar seruan yang bersemangat ini dan mengetahui pula siapa adanya Wiro Sableng maka besarlah nyali mereka yang hadir! Serentak mereka mencabut senjata serentak itu pula semuanya menyerang! Maka pertempuran yang sangat dahsyat, yang tak pemah terjadi dalam sejarah dunia persilatan sebelumnya, berkecamuklah! Ratusan senjata berkiblat mencari korban! Dan suara beradunya senjata-senjata itu, suara bentakan-bentakan serta caci maki. Suara gerung dan jerit kematian serta keluh serangan mereka yang meregang nyawa menjadi satu laksana hendak menjungkir balikkan bumi dan langit, laksana mau kiamat! Dan mengatasi semua suara itu maka terdengarlah dengungan Kapak Maut Naga Geni 212 yang dipegang oleh Wiro Sableng. Sambil berkelebat kian kemari menebar maut pemuda itu tiada
hentinya mengeluarkan suara siulan yang menusuk dan menyakitkan gendang-gendang telinga. Sekali-sekali bila dia mengeluarkan suara tertawa bekakakan maka tergetarlah hati setiap lawan!
Kurang dari sepeminum teh berlalu maka sudah bertebaran puluhan mayat! Jika ada seseorang lain di luar pertempuran menyaksikan apa yang terjadi di Lembah Tengkorak saat itu pastilah bulu kuduknya akan merinding! Apa yang disaksikannya itu adalah neraka dunia yang mengerikan! Setiap Kapak Maut Naga Geni 212 berkiblat dengan suara mengaung serta larikan sinar putihnya maka terdengarlah pekik jerit kematian! Puluhan pengurung Pendekar 212 laksana semak belukar yang ditabas, rambas berkelompok-kelompok. Mereka yang masih hidup dengan tercekat hati serta meleleh nyalinya tiada berani melakukan serangan dalam jarak dekat! Dilain bagian Anggini serta tokoh-tokoh silat lainnya mengamuk pula tiada terkirakan hebatnya! Setelah tiga puluh jurus berlalu, sesudah mayat bertebaran hampir di seluruh tempat sehingga kemanapun kaki dilangkahkan pastilah menginjak sosok mayat. Jumlah anggota Partai Lembah Tengkorak yang masih bertempur dibawah pimpinan Dewi Kala Hijau dan Kala Hitam serta Kala Biru setiap saat semakin berkurang! Akhimya ketika jumlah mereka hanya bersisa tigapuluh orang saja lagi, mereka segera maklum bahwa mereka tak akan sanggup bertahan lebih lama meskipun ketua mereka dan dua orang muridnya yang berilmu tinggi saat itu masih hidup!
Maka mereka pun saling memberi isyarat! Tepat pada jurus yang ketiga puluh dua, lebih dari dua puluh anggota Partai Lembah Tengkorak segera ambil langkah seribu, lari ke jurusan parit sebelah Timur di mana terletak jembatan gantung. Beramai-ramai mereka mengangkat dan memasang jembatan itu. Melihat ini Dewi Kala Hijau kemarahannya tiada terkirakan “Setan-setan alas! Kembali!” teriaknya memerintah. Tapi mana orangorang itu mau kembali. Malah mereka lebih mempercepat pemasangan jembatan gantung tulang belulang.
“Anggota-anggota Partai macam kalian lebih bagus dikirim ke naraka!” ujar Dewi Kala Hijau Tangan kanannya menghantam ke muka. Puluhan kalajengking maut melesat dan di muka sana, sembilan anggota partai yang tengah mengangkat jembatan gantung menjerit roboh tanpa nyawa! Dewi Kala Hijau angkat lagi tangannya kanannya. Namun sebelum tangan itu dipukulkan ke muka, satu angin deras dan satu sabatan sinar putih menyilaukan yang disertai suara mengaung menderu di depan hidungnya! Dewi Kala Hijau tersurut lima tombak! Ketika dia memandang ke depan, maka Pendekar 212 berdiri di hadapannya dengan melintangkan Kapak Naga Geni 212 di muka dada!
Perempuan itu telah menyaksikan sendiri kehebatan dan ketinggian ilmu si pemuda. Berdiri berhadap-hadapan demikian rupa tergetarlah hatinya. Apalagi ketika dia memandang berkeliling semakin menciut nyalinya karena barulah disadarinya bahwa saat itu dipihaknya hanya tinggal dia dan kedua muridnya saja. Yang lain-lain ketika Pendekar 212 melompat menghalangi serangannya tadi telah melarikan diri pula, bergabung dengan anggotaanggota
partai di sekitar jembatan gantung! Yang membuat Ketua Partai Lembah Tengkorak itu semakin menciut nyalinya ialah karena sekitar panggung telah dikurung oleh kira-kira tiga puluh tokoh-tokoh silat yang sebelumnya menjadi tamunya dalam peresmian berdirinya Partainya!
“Dewi Kala Hijau! Padamu kuberikan sedikit waktu untuk bertobat sebelum nyawamu masuk ke pintu neraka!” kata Pendekar 212. Meski tahu kalau dirinya sudah kepepet namun Dewi Kala Hijau tetap menunjukkan kegarangan dan keberingasannya.
“Pemuda sinting! Sekalipun kau punya sepuluh kepala, duapuluh tangan, jangan kira kau bakal bisa mengalahkanku! Aku juga memberikan kesempatan padamu untuk berlutut minta ampun!” Pendekar 21 2 tertawa bergelak.
Tiba-tiba Ketua Partai Lembah Tengkorak membentak memerintah pada kedua muridnya. “Hitam, Biru! Ambil nyawa anjing keparat ini!” Dua suitan nyaring merobek langit. Kala Biru dan Kala Hitam melompat. Namun di tengah jalan serangan keduanya dipapasi oleh satu gelombang angin biru yang dahsyat!
“Akulah lawan kalian!” seru si penimbul angin yang bukan lain adalah Dewi Kerudung Biru. Kedua murid Ketua Partai Lembah Tengkorak memutar tubuh dan mengirimkan serangan kalajengking hijau dengan serentak! Dewi Kerudung Biru melompat empat tombak ke udara kemudian lancarkan serangan balasan! Kala Hitam dan Kala Biru cepat berpencar kesamping lalu menyerang lagi lebih ganas dari tadi. Sekejap saja ketiganva kemudian terlibat dalam jurus demi jurus yang berlalu sangat cepat. Sementara itu dibawah penyaksian puluhan pasang mata Dewi Kala Hijau telah pula mendahului menyerang Pendekar212!
Pertempuran hebat berkecamuk. Mula-mula di atas panggung kemudian diteruskan ke bawah panggung. Meski memiliki tenaga dalam yang tinggi, ilmu mengentengi tubuh yang lihai serta ilmu kala hijau dahsyat namun berhadapan dengan Pendekar 212 yang memegang Kapak Maut Naga Geni, Ketua Partai Lembah Tengkorak tiada sanggup bertahan lama. Berkali-kali hampir tiada putus-putusnya perempuan itu melancarkan serangan kala hijau serta hembusan empat jalur asap kematian kepada lawannya tapi jangankan berhasil bahkan serangan-serangan itu semuanya buyar musnah dilanda angin Kapak Naga Geni 212!
Nyali Dewi Kala Hijau benar-benar lumer ketika telinganya mendengar suara jerit kematian muridnya si Kala Hitam di tangan Dewi Kerudung Biru. “Kala Biru,” kata Ketua Partai Lembah Tengkorak itu dengan ilmu menyusupkan suara. Agaknya kali ini kita terpaksa mengaku kalah dan larikan diri! Cepat tarik jembatan gantung, lemparkan ke tengah parit”
Kala Biru, satu-satunya murid Dewi Kala Hijau yang masih hidup yang mengerti maksud gurunya itu segera berkelebat dan kirimkan serangan dahsyat kepada Dewi Kerudung Biru. Begitu lawannya mengelak maka Kala Biru melompat ke arah jembatan gantung. Di sekitar jembatan gantung ini dia merobohkan beberapa tokoh silat yang memburunya dan berhasil melemparkan jembatan gantung ke tengah parit. Namun sebelum dia sempat melompat ke atas jembatan gantung yang mengapung di tengah parit berair racun itu. Dewi Kerudung Biru sudah berkelebat dari samping! Karena dia hanya memusatkan diri untuk melarikan diri, Kala Biru tidak sempat lagi melihat datangnya satu rangkum asap biru dari samping. Dia memalingkan kepala sedikit sewaktu merasakan tubuhnya sebelah samping kiri mendadak panas. Kemudian “Wusss!” Kala Biru terpekik. Tubuhnya tersapu pukulan asap kencana biru yang dilancarkan Dewi Kerudung Biru. Tak ampun lagi tubuhnya mencelat dan masuk ke dalam parit yang airnya mengandung racun yang sangat jahat. Kala Biru megap-megap sebentar kemudian bila nyawa nya putus maka tubuhnya perlahan-lahan tenggelam ke dasar parit!
Sementara itu meski sudah terdesak hebat namun Dewi Kala Hijau coba bertahan mati-matian, terutama pada detik-detik dimana dia mencari kesempatan untuk melarikan diri itu! Tiba-tiba perempuan ini melompat sampai setinggi tujuh tombak. Sambil hantamkan kedua telapak tangannya kemuka, dia berjungkir balik dengan cepat. Tepat di atas kepala Pendekar 212 dia menghembus dan empat jalur asap kematian menderu ke arah si pemuda. Sekali lagi Dewi Kala Hijau berjungkir balik di udara kemudian tubuhnya laksana terbang melayang ke atas jembatan gantung! Tapi perempuan iblis ini berteriak kaget karena sedetik lagi kakinya akan menjejak jembatan dari tulang belulang manusia itu, tiba-tiba satu larik sinar putih yang menyilaukan menderu di bawah kakinya! Dan hancur leburlah jembatan gantung itu! Air parit yang beracun muncrat menyirami kedua kakinya! Racun yang jahat dalam air itu segera merambas kaki celana panjangnya, terus menembus kulit ke dua kaki, dan masuk ke dalam daging, kemudian menyusup dalam aliran darah! Perempuan ini coba mencapai salah satu pecahan jembatan. Tapi kedua kakinya saat itu sudah lumpuh karena racun air parit telah menghancurkan urat-urat darah di kedua kaki itu!
Dewi Kala Hijau menjerit ngeri! Tubuhnya amblas sebatas pinggang. Kedua tangannya menggelepar gelepar. Tapi gerakannya ini hanya menambah cepat tenggelam badannya saja! “Tolong … tolong…!” jerit perempuan itu. Pendekar 212 yang tangan kanannya masih memutih dan kuku-kuku jarinya masih berkilau oleh ajian ilmu pukulan “Sinar Matahari” yang tadi dilepaskannya menyerang dan menghancurkan jembatan gantung, melangkah ke tepi -parit. Dia tertawa gelak-gelak.
‘”Perempuan iblis ! coba perlihatkan kehebatanmu saat ini … ” ejeknya.
“Jahanam!” maki Dewi Kala Hijau. Masih juga dia bisa memaki! “Kalau aku mati biarlah.aku menjadi hantu dan mencekik batang lehermu!”
“Ha … ha ….” Wiro tertawa membahak. “Kau memang sudah punya tampang untuk jadi hantu! Biarlah kupercepat kematianmu agar bisa lekas-lekas terlaksana harapanmu itu!” Habis berkata demikian Wiro Sableng sapukan Kapak Naga Geni 212 nya!
“Wut!”
Air parit muncrat sampai lima tombak sebaliknya keseluruhan tubuh Dewi Kala Hijau laksana ditindih batu besar tenggelam ke dasar parit menyusul muridnya si Kala Biru! Tamatlah riwayat Dewi Kala Hijau atau Ketua Partai Lembah Tengkorak yang ganas itu! Partai Lembah Tengkorak sendiri turut terkubur bersama kematian Dewi Kala Hijau!
Tokoh-tokoh silat segera berkumpul dan menjura hormat kepada Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru, sedang bekas anggota-anggota Partai Lembah Tengkorak yang masih hidup, yang hanya beberapa orang saja lagi membuang senjata mereka dan berlutut minta ampun. “Kami akan ampunkan jiwa kalian.” kata Wiro Sableng sambil garukgaruk
kepala. “Tapi dengan syarat agar kalian kembali ke jalan yang benar. Jika kelak kami menemui kalian berbuat kejahatan lagi, jangan harap dapat pengampunan!”
Bekas anggota-anggota partai itu menjura dan mengucapkan terima kasih. Salah seorang dari tokoh silat maju ke hadapan Dewi Kerudung Biru dan Pendekar 212 lalu berkata: “Nama besar Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru ternyata benarbenar membuat kami kagum dan terbuka mata! Kalau tidak ada kalian pastilah dunia persilatan akan mengalami bencana dan..”
“Ah … kau terlalu memuji. Jika tidak kalian yang membantu-beramairamai mana kami berdua sanggup menghancurkan manusia iblis itu …” kata Wiro Sableng memotong dan merendah.
“Untuk selanjutnya kami mohon petunjuk kalian berdua.” berkata lagi si tokoh silat itu. Wiro Sableng mengangkat bahu, lalu berpaling pada Anggini atau Dewi Kerudung Biru. Maka berkatalah perempuan ini. “Tak ada petunjuk yang lebih bagus daripada kenyataan yang sama kita saksikan saat ini. Yaitu bahwa betapapun hebat serta tingginya ilmu kejahatan itu namun pada waktu yang sudah di-tentukan Tuhan, kelak akan dihancurkan oleh kebenaran! Kemudian peristiwa ini juga memberi petunjuk pada kita bahwa jika kita yang satu aliran ini bersatu dan sating bantu maka bagaimanapun kuatnya kejahatan dan kedurjanaan itu, pasti akan sanggup kita hancurkan!”
Si tokoh silat mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Sekarang …” ujar Wiro Sableng pula, “Mari kita tinggalkan tempat terkutuk ini ….” Semua orang menyetujui. “Tapi bagaimana kita bisa menyeberangi parit yang dalam dan sangat lebar itu?!” menyeletuk seseorang.”Kenapa jadi orang tolol?!” tukas Pendekar 212. “Kalian lihat panggung besar itu?! Ayo kita gotong ramai-ramai, kita jadikan rakit penyeberang!” Maka beramai-ramai orang-orang itu pun menggotong panggung besar yang terbuat dari tulang-tulang manusia dan membawanya ke tepi parit. Mayat-mayat di atasnya dibersihkan lebih dahulu. Kemudian dengan mempergunakan panggung itu sebagai rakit, mereka segera meninggalkan tempat terkutuk Neraka Lembah Tengkorak!
T A M A T
Leave a Reply