Seorang teman menyatakan ini dalam status di media sosialnya yg artinya kira2 begini HUMAN STUPIDITY IS THE WORST VIRUS.
Teman tsb melampirkan berita salah satu media di Italia tanggal 18 Maret kemaren ttg pelanggaran aturan pembatasan atau lockdown terkait dengan pandemi COVID19.
Berita tsb menyampaikan bhw 8% dr jumlah yg terinfeksi di Italia adl pekerja kesehatan. Disebutkan juga blm ada tanda2 penurunan jml kasus & dikaitkan dg puluhan ribu kasus pelanggaran lockdown baik oleh individual maupun tempat usaha dlm wkt satu minggu. pelanggaran ini masih ada walaupun pemerintah Italia sdh memberlakukan penerapan aturan yg keras baik berupa denda maupun ancaman pidana.
Ini adalah situasi di Italia, bagaimana dengan di Indonesia? silakan bayangkan saja sendiri, masing2 punya jawabannya.
Sebagai ilustrasi saja, hari Jumat pertama anjuran salat Jumat ditiadakan ada banyak yg protes dan ngeyel. Itu juga masih lanjut dg salat Dzhuhur berjamaah. mungkin ada ribuan lagi masjid yg tetap menyelenggarakan jumatan. Kabarnya masjid dekat rumah saya juga begitu #eh
Ada misa pentahbisan uskup yg dihadiri ribuan orang, ada ribuan orang datang ke berbagai daerah utk acara keagamaan. hari ini saya malah lihat berita pejabat pilihan rakyat suatu daerah bilang tdk akan meliburkan kantor, sekolah kecuali ada bukti kalau diliburkan ada jaminan virus korona hilang. Ada pejabat yg masih ngotot selenggarakan pesta pernikahan anaknya yg mengundang banyak orang.
Kalau orang2 di level yg mestinya bisa paham situasi dan peduli dg nyawa jutaan rakyat indonesia masih begini apalagi di level akar rumput. Konon akhir pekan ini masih banyak orang di berlalu-lalang, kumpul2 bahkan ada yg bikin iklan wisata berkelompok ke obyek wisata dg tag “liburan Corona”.
Hal ini ditambah banyak pejabat yg cari panggung emas layar perak dg bikin pernyataan ini itu atau ngeyel gak mau di cek kesehatan sesudah kunker.
Pengen rasanya bilang ke Presiden “pak mbok orang2 itu di kaplok ndase trus suntik virusnya aja”. Tapi ya kayaknya gak mungkin, wong krn bentuk demokrasi kita ini pemimpin2 daerah dipilih langsung, maka pejabat ybs merasa punya legitimasi rakyat daerahnya aka merasa jadi raja kecil.
Gubernur susah menindak Bupati, Presiden susah menindak Gubernur. Situasi yg mungkin gak akan terjadi waktu “piye enak jamanku toh”, beda pendapat sedikit langsung hilang. Sesuatu yg 180° berbeda, kita bebas berbicara, apalagi di medsos semuanya dinyinyiri. mau bikin sesuatu yg baik ada aja jeleknya, bikin keputusan yg gak populer lebih2 nyinyirnya.
Bicara ttg lockdown, saat ini yg dibutuhkan dari kita cuma ikut arahan tim yg diberi tanggung jawab, duduk manis di rumah. Kalau begitu aja masih susah, gimana nanti kalau aparat sudah mulai diturunkan?
Ra usah kakehan cangkem…
Jang spook…
bisa2 makin banyak orang takut dan bingung.
apresiasi usaha pemerintah level manapun, gugus tugas covid, relawan2 dan kontribusi positif dg diam di rumah, perbanyak beramal dan bantu sesama. “Virus tidak mengenal batas, tapi untuk mengatasinya kita butuh pembatas & itu dimulai dari diri kita”
Mogadishu, 21 Maret 2020
Leave a Reply